September 25, 2011

Isyhaduu Biannaa Muslimun [Part-1]

“Katakanlah: ‘Wahai Allah yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau berikan rizki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (Ali Imran: 26-27)”
Kawan, memasuki minggu ketiga, keterasingan yang dulu kurasakan perlahan sirna. Di sini aku menemukan keluarga baru. Keluarga yang dengan ikhlas membantu ketika ku butuh. Memberi, menjaga, dan mendukung dengan tulus. Seperti kalian.
Ikatan kekeluargaan ini terjalin dengan sangat natural. Ya, natural dan tidak dibuat2. Dengan ikatan bernama iman, Allah menyatukan kami.
Betapa ingin aku menuliskan kebaikan2 keluarga baruku ini. Meskipun baru saling kenal, tapi jasa mereka sudah sangat banyak padaku. Beberapa aku tuliskan di notes ini.
Dimulai ketika beberapa minggu yang lalu aku sedang mencari sepeda untuk transportasi sehari2. Melihat harga2 sepeda yang dipajang di etalase toko bikin dahi mengkerut (rata2 di atas 100 euro), aku tanyakan kepada mereka tempat penjualan sepeda second hand dengan harga miring. Di luar dugaan, pertanyaanku dijawab dengan hadiah sepeda. Ya, aku diberikan sepeda oleh salah satu dari mereka. Gratis dan masih sangat layak pakai. Padahal aku sudah menganggarkan setidaknya 50 euro untuk membeli sepeda, tapi Allah menakdirkan lain.
Di kesempatan lain, aku diberikan jaket tebal untuk pakaian winter, padahal aku tidak memintanya sama sekali. Aku cuma bertanya, dimana biasanya mereka beli pakaian, terutama untuk winter, karena aku tidak membawa persiapan apa2 dari Indonesia untuk menghadapi winter.
Selain sepeda dan jaket, masih banyak lagi “materi” yang mereka tawarkan. Ada yang menawarkan kulkas, TV, lemari, dan barang2 lainnya. Dengan enteng (ringan) mereka menawarkan benda2 tersebut. Enteng dan spontan. Layaknya menawarkan sebungkus kuaci saja. Ah, aku jadi teringat kisah Abdurahman bin Auf yang dipersaudarakan dengan salah satu kaum Anshar (aku lupa siapa namanya) ketika hijrah ke Madinah dan ditawarkan rumah, tanah, dan istri kepadanya. Bedanya antara aku dan Abdurahman bin Auf adalah, beliau menolak pemberian tulus sahabat Anshar tersebut dan hanya minta ditunjukkan jalan ke pasar untuk berniaga, sedangkan aku? Hehe, jangan berpikir yang macam2 kawan. Aku rasa barang2 yang ada di housing ku sekarang sudah cukup memenuhi kebutuhanku selama 6 bulan kedepan. Jadi, tidak perlulah aku memenuhi housingku dengan barang beraneka rupa.
Oya, aku juga perlu menceritakan bagaimana aku dijamu kalau sedang berkumpul bersama mereka. Biasanya, kami berkumpul di salah satu apartemen mahasiswa Indonesia yang sudah berkeluarga. Alasannya, karena kebanyakan mereka yang berkeluarga memiliki anak yang masih kecil2, sehingga harus intensif menjaga. Di akhir pertemuan, biasanya kami diajak makan malam bersama.
Ah, diajak makan malam begini, jiwa anak kos-ku langsung meletup2. Yang lebih istimewa lagi, makanan jamuannya adalah makanan Indonesia. Hmm..mungkin ada yang berpendapat bahwa dijamu dengan makanan Indonesia adalah hal yang biasa2 saja. Wajar, karena (mungkin) setiap hari bertemu dengan makanan2 itu. Tapi bagi kami (atau setidaknya aku) yang sedang dirantau di negeri orang, dijamu makanan Indonesia adalah keistimewaan yang tidak terbandingkan. Bertemu dengan makanan yang match dengan lidahku sungguh kenikmatan yang tak terperi.
Akan tetapi, dari semua “nikmat dunia” yang Allah persembahkan melalui mereka, “nikmat bermajelis” lah yang paling berharga di sini, mengingat tantangan beragama di negeri ini tidaklah ringan. Karenanya, aku sangat bersyukur bisa dipertemukan dengan keluarga ini.
Kawan, mohon doanya agar ikatan kami terus terjaga sampai ke surga.
*NB: Di negara yang umat islamnya menjadi minoritas, bertemu dengan saudara se-iman sungguh sangat menyenangkan. Kisah di atas adalah kisahku dengan muslim se-negara. Insyaallah di notes selanjutnya ada kisah dengan muslim lintas negara yang tidak kalah kebaikannya. Pokoknya, terkesan fastabiqul khoirot banget deh, hehe.

0 comments:

Post a Comment