September 15, 2011

Kawan, Inilah Debutku di Negeri Kincir [Part 2-End]

“Aku tersesat maka aku ada”
Membaca kalimat pembuka di atas, apa yang ada di pikiran kalian? Aku berharap kalian gak berpikir bahwa aku tersesat dari Schiphol sampe kota antah berantah dan luntang-lantung dengan bawaan seberat 40 kg, hehe. Tidak kawan, aku berhasil menyelesaikan misiku dengan sempurna. Mencari loket kereta, membeli tiket jurusan Groningen, mencari spoor (peron) 3, kemudian naik dan duduk manis di kereta selama 2,5 jam, lalu turun di Groningen Central Station (CS). Yap, Alhamdulillah berkat doa kalian aku sampe juga di Groningen dengan selamat dan sesuai rencana (*makasih ya, hehe).
Di Groningen CS, aku dijemput oleh Tim Penjemput PPIG (Persatuan Pelajar Indonesia Groningen). Yang kebagian jatah menjemput ku adalah Mbak Atik, dia mahasiswa master PWK di universitas yang sama dengan tempatku belajar nanti. Mbak Atik menjemput dan mengantarku sampe ke depan pintu asrama, lalu keesokannya mengajakku berkeliling Centrum (alun2 kota) dan universitas (*baik banget ya, hehe).
Karena gak mau terlalu banyak merepotkan mbak Atik, maka setelah hari berkeliling2 itu, aku putuskan untuk meng-handle semua urusanku sendiri (nekat mode: on).
Sebagai orang asing di kota asing, bergerak sendirian membuatku harus rela menanggung besarnya semua resiko sendiri. Maka, atas semua resiko yang menimpaku di minggu pertama, aku menyimpulkan bahwa “tema” minggu pertamaku di negeri kincir adalah “Minggu Tersesat”.
Ya, tersesat seolah menjadi nama tengahku selama (insyaallah hanya) minggu pertama. So, kalo minggu kemaren kalian memanggilku dengan sebutan Fajar “Tersesat” Ruddin, niscaya aku gak marah (paling gw jitak, hehe).
Aku dengan gagah perwira (baca: sok2an) bermodalkan peta di tangan dan sedikit kenekatan, menyusuri beberapa bagian kota Groningen sendirian (pernah dianter keliling sama mbak Anggi juga sih). Dan hasilnya? Tersesat. Tersesat. Tersesat. Ketemu alamatnya, lalu tersesat lagi. Seolah2, aku harus membayar lima tapak langkah nekat ku dengan enam kali ketersesatan. Kalau ada buku yang bilang bahwa kemampuan navigasi laki2 lebih baik daripada wanita, kayaknya aku berada di sebelah kiri Standar Deviasi (baca: pengecualian).
Ketersesatan yang paling parah aku alami adalah ketika aku salah naik bis dari Groningen CS menuju asrama, sehingga membuatku muter2 kayak orang ilang sampe jam 20an. Suatu sore, aku dalam perjalanan pulang menuju asrama. Karena bis yang biasa aku pake masih agak lama datangnya dan dengan alasan mengejar waktu, dengan belagunya aku naik bis yang berbeda (walaupun gak berhenti di halte yang biasa aku turun, tapi menurut papan info yg aku baca & sopir yg aku tanya, bisnya akan turun di halte yang masih tergolong dekat juga dengan asramaku). Di tengah jalan, supir menginformasikan bahwa halte yang aku tanya udah sampe dan aku dipersilahkan turun.
Haltenya terlihat sangat asing bagiku dan kayaknya aku juga baru pertama kali melewati jalan ini. Aku coba susuri jalan itu sambil “nyanyi2” menghibur diri (halah) dan akhirnya sampailah aku, DI PINGGIR KOTA GRONINGEN. Mak jang,pinggir kota? Padahal asramaku gak jauh2 banget dari kota, kalo sekarang aku udah di pinggir kota Groningen, berarti aku udah lumayan jauh tersesat. Karena merasa gak percaya, aku susuri lagi beberapa langkah dan pada langkah ke-sekian, sebuah papan terpampang jelas di tengah jalan. Aku lupa apa nama yang tertulis di papan itu, tapi seandainya papan itu bisa bicara, mungkin dia akan berteriak di kupingku dan mengatakan “Dasar belagu, lw nyasar sekarang. Tuh liat, arah sana udah ke luar kota”. Kawan, dengan ini aku sadar bahwa aku resmi tersesat (*tepok jidat).
Khawatir semakin ngawur dan gak karuan, aku telepon mbak Atik dan minta saran dia (*keringet dingin mulai keluar, nyanyi berubah jadi istighfar). Dia nyaranin agar aku naik bis aja, kembali ke Groningen CS, terus naik bis yang biasanya. Aku manut. Sesegera mungkin kucari halte terdekat. Untungnya, halte terdekat yang kutemui ternyata dilalui juga oleh bis yang biasa aku pake (dengan arah yang berlawanan), sehingga aku gak perlu kembali ke Groningen CS. So, tugasku sekarang adalah menunggu bisnya datang.
Waktu di hp ku menunjukkan hampir jam 20, bis belum juga datang. Jalanan mulai sepi. Langit mulai gelap (di sini jam 20.30 baru magrib, jadi baru mulai gelap jam segitu). Tubuhku merespon dengan respon yang sangat tidak respek, perut mules dan pengen pipis. Dari kuliah psikologi aku tau bahwa aku sedang tegang dan cemas, maka yang perlu aku lakukan adalah relaksasi, menghirup nafas dalam2 dan mengeluarkannya secara teratur. Hmm….kutarik nafas dalam2, lalu kuhembuskan perlahan, fyuuuh…. Celaka kawan, di saat seperti ini tubuhku ternyata mengambil alih kemudi. Bukannya tenang yang kudapat, justru semakin tegang aku dibuatnya. Kalo udah kayak gini, satu kata yang kuandalkan adalah “pasrah”.
Setelah sekian menit menunggu, akhirnya bis yang dinanti datang juga. Kulihat halte2 yang akan dituju di monitor dalam bis. Kuperhatikan dengan seksama dan kubaca, “Groenestein” (tempatku biasa turun-naik bis) ada di list halte yang akan dilewati. Alhamdulillah….
Merasa belum yakin, kubaca lagi listnya, dan Groenestein masih terpampang di situ. Alhamdulilllah…
Agar lebih yakin dan semakin mantap, kutengok monitor dan kubaca lagi, dan Groenestein pun masih setia disitu.
Hmm…kawan, selain anxiety, ternyata OCD (Obsessive Compulsive Disorder) juga dengan konyolnya meledekku.
Karena sudah beberapa kali memastikan, maka aku pun bisa duduk manis di dalam bus dengan tampang plong. Berangsur2, tanpa dikomando kebelet pipis yang sempat membuatku terpojok, dan mules2 yang menggelitik itu pun sirna. Dan setelah sekian menit duduk manis di dalam bis, akhirnya “sang maestro” pun sampai di kamarnya dengan sumringah (berasa pulang kampung aja gw).
Hmm…Itulah sepenggal kisah ketersesatanku, kawan. Percaya deh, itu yang paling parah kok. (insyaallah) gak ada yang lebih parah dari itu. Semoga bisa menjadi masukan bagimu kalo2 nanti kamu ke Belanda atau ke tempat lain. Pokoke inget2 pesan moral nomor satu di minggu pertama: jangan sok tau atau papan penunjuk jalan akan meresmikan ketersesatanmu.
Sampai jumpa di (insyaallah) kisah selanjutnya.
Wasslammu’alaikum.

0 comments:

Post a Comment