Sejak duduk di bangku sekolah, saya punya kebiasaan mengamati
benda2 langit. Kebiasaan ini mulai muncul setelah saya menyaksikan film
Petualangan Sherina yang dulu cukup populer saat saya masih SD. Dalam film itu,
ada scene di mana Sherina dan Derby mengunjungi
museum Boscha dan melihat benda2 langit melalui teleskop yang ada di sana.
Gambar2 benda langit yang diperlihatkan di film tersebut membuat saya
tertakjub2 dan akhirnya muncullah kebiasaan itu.
Kebiasaan itu rupanya punya pengaruh cukup kuat dalam diri
saya. Karena kebiasaan itu, dulu saya pernah bercita2 ingin masuk jurusan
Astronomi ITB, tapi karena saya kepayahan di fisika, akhirnya saya melepas
cita2 itu dan beralih ke cita2 saya yang lain.
Meskipun cita2 menjadi astronom (dan astronot) lepas, tapi
kebiasaan mengamati benda langit masih ada sampai sekarang. Sampai saat ini, saya
masih suka menatap langit malam dan memperhatikan benda2 yang “menempel” di
sana. Saya juga jadi suka mengikuti berita2 terkait astronomi, meskipun tidak secara
intens dan profesional.
Pernah dulu saya menonton berita di televisi bahwa akan ada
hujan meteor yang bisa disaksikan dari langit Jakarta mulai pukul 00.00-04.00
WIB. Gara2 berita ini, ibu saya harus berdingin2 nongkrong di luar rumah menemani anaknya menantikan hujan meteor yang
dijanjikan berita. Karena saat itu saya ketakutan nongkrong tengah malam di luar rumah sendirian. Untungnya rasa
penasaran itu terbayarkan. Meskipun langit agak mendung, tapi alhamdulillah saya
masih bisa melihat beberapa meteor melintas dan lenyap tergerus langit bumi.
Perlahan2, kebiasaan ini mendorong saya untuk berbuat lebih.
Saya pun mulai mengidam2kan teleskop agar saya bisa mengamati dan melihat benda2
langit lebih jauh lagi. Akan tetapi, karena teleskop bukan kacang goreng yang
murah dan bisa didapat di mana saja, impian membeli teleskop itu sepertinya
harus ditahan lebih lama.
Impian itu sebenarnya semakin terlihat dekat ketika dulu, saya
melihat ada teleskop yang dijual dengan harga cukup murah di toko barang second (Barkas, di jalan Gejayan). Harganya
“cuma” 500ribu, tapi saya tidak jadi membelinya karena dua alasan. Pertama, karena
belum punya duit (hehe). Kedua, karena meragukan kualitasnya.
Nah, saat ini saya punya peluang lagi (bahkan lebih lebar)
untuk mewujudkan impian saya memiliki teleskop. Posisi saya yang saat ini
berada di Eropa dan (alhamdulillah) ada rejeki, memudahkan saya untuk mendapatkan
teleskop yang saya inginkan.
Eropa, dalam hal ini Belanda, memiliki banyak sekali model2
teleskop yang dijual secara umum. Selain model yang variatif, menurut teman
saya, harga teleskop yang ada di Eropa juga lebih murah 2x lipat dibanding
dengan yang ada di Indonesia. Hal ini membuat saya semakin ngiler untuk membelinya.
Saya sendiri menginginkan teleskop Newtonian dengan diameter
lensa lebih dari 150 mm. Dari hasil browsing,
saya mengetahui bahwa teleskop dengan spesifikasi seperti itulah yang cukup
tepat digunakan jika mau mengamati benda2 langit. Harga teleskop dengan
spesifikasi seperti itu di toko online Belanda
seharga 259 euro. Karena saya masih sangat awam dalam urusan perteleskopan,
maka sebelum membeli saya tanyakan dulu hal ini ke beberapa teman dan forum di
internet. Setidaknya dengan cara ini, saya bisa meminimalisir resiko yang ada. Tapi
sayangnya, sampai saat ini belum ada respon dari mereka (well, saya baru
menanyakannya tadi pagi).
Nah, di tengah penantian respon dari teman2 saya itu, saya
seolah mendapat notice dari Allah
mengenai rencana saya ini. Notice ini
saya dapatkan tadi siang, sekitar pukul 13.30 CET (atau pukul 19.30 WIB) ketika
saya mendengarkan kajian dari Aa Gym. Di tengah ceramahnya, beliau menasihati
agar kita sebaiknya hanya membeli barang2 yang kita butuhkan, bukan yang kita
inginkan, karena setiap barang yang kita miliki akan ada hisabnya di akhirat
kelak.
Beliau juga mengatakan bahwa setiap barang yang kita beli
karena “keinginan” dan bukan “kebutuhan” akan cepat membosankan. Karena “ingin”
itu serupa dengan “nafsu”. Dan takdirnya, Allah menciptakan keberadaan nafsu di
kehidupan manusia hanya dalam waktu yang singkat.
Saya jadi ragu, apakah saya meneruskan rencana membeli teleskop
ini atau tidak. Apakah ini hanya nafsu belaka atau benar2 kebutuhan saya? Saya sadar
ini adalah hobi, tapi sebenarnya hobi itu lebih dekat kemana sih, keinginan
atau kebutuhan? Dan sebenarnya bagaimana sikap Rasulullah saw terhadap hal2
semacam ini (kebiasaan/hobi)?
Hmm…saya penasaran. Saya harus banyak belajar.
0 comments:
Post a Comment