November 17, 2011

Teleskop Impian


Sejak duduk di bangku sekolah, saya punya kebiasaan mengamati benda2 langit. Kebiasaan ini mulai muncul setelah saya menyaksikan film Petualangan Sherina yang dulu cukup populer saat saya masih SD. Dalam film itu, ada scene di mana Sherina dan Derby mengunjungi museum Boscha dan melihat benda2 langit melalui teleskop yang ada di sana. Gambar2 benda langit yang diperlihatkan di film tersebut membuat saya tertakjub2 dan akhirnya muncullah kebiasaan itu.

Kebiasaan itu rupanya punya pengaruh cukup kuat dalam diri saya. Karena kebiasaan itu, dulu saya pernah bercita2 ingin masuk jurusan Astronomi ITB, tapi karena saya kepayahan di fisika, akhirnya saya melepas cita2 itu dan beralih ke cita2 saya yang lain.

Meskipun cita2 menjadi astronom (dan astronot) lepas, tapi kebiasaan mengamati benda langit masih ada sampai sekarang. Sampai saat ini, saya masih suka menatap langit malam dan memperhatikan benda2 yang “menempel” di sana. Saya juga jadi suka mengikuti berita2 terkait astronomi, meskipun tidak secara intens dan profesional.

Pernah dulu saya menonton berita di televisi bahwa akan ada hujan meteor yang bisa disaksikan dari langit Jakarta mulai pukul 00.00-04.00 WIB. Gara2 berita ini, ibu saya harus berdingin2 nongkrong di luar rumah menemani anaknya menantikan hujan meteor yang dijanjikan berita. Karena saat itu saya ketakutan nongkrong tengah malam di luar rumah sendirian. Untungnya rasa penasaran itu terbayarkan. Meskipun langit agak mendung, tapi alhamdulillah saya masih bisa melihat beberapa meteor melintas dan lenyap tergerus langit bumi.

Perlahan2, kebiasaan ini mendorong saya untuk berbuat lebih. Saya pun mulai mengidam2kan teleskop agar saya bisa mengamati dan melihat benda2 langit lebih jauh lagi. Akan tetapi, karena teleskop bukan kacang goreng yang murah dan bisa didapat di mana saja, impian membeli teleskop itu sepertinya harus ditahan lebih lama.

Impian itu sebenarnya semakin terlihat dekat ketika dulu, saya melihat ada teleskop yang dijual dengan harga cukup murah di toko barang second (Barkas, di jalan Gejayan). Harganya “cuma” 500ribu, tapi saya tidak jadi membelinya karena dua alasan. Pertama, karena belum punya duit (hehe). Kedua, karena meragukan kualitasnya.

Nah, saat ini saya punya peluang lagi (bahkan lebih lebar) untuk mewujudkan impian saya memiliki teleskop. Posisi saya yang saat ini berada di Eropa dan (alhamdulillah) ada rejeki, memudahkan saya untuk mendapatkan teleskop yang saya inginkan.

Eropa, dalam hal ini Belanda, memiliki banyak sekali model2 teleskop yang dijual secara umum. Selain model yang variatif, menurut teman saya, harga teleskop yang ada di Eropa juga lebih murah 2x lipat dibanding dengan yang ada di Indonesia. Hal ini membuat saya semakin ngiler untuk membelinya.

Saya sendiri menginginkan teleskop Newtonian dengan diameter lensa lebih dari 150 mm. Dari hasil browsing, saya mengetahui bahwa teleskop dengan spesifikasi seperti itulah yang cukup tepat digunakan jika mau mengamati benda2 langit. Harga teleskop dengan spesifikasi seperti itu di toko online Belanda seharga 259 euro. Karena saya masih sangat awam dalam urusan perteleskopan, maka sebelum membeli saya tanyakan dulu hal ini ke beberapa teman dan forum di internet. Setidaknya dengan cara ini, saya bisa meminimalisir resiko yang ada. Tapi sayangnya, sampai saat ini belum ada respon dari mereka (well, saya baru menanyakannya tadi pagi).

Nah, di tengah penantian respon dari teman2 saya itu, saya seolah mendapat notice dari Allah mengenai rencana saya ini. Notice ini saya dapatkan tadi siang, sekitar pukul 13.30 CET (atau pukul 19.30 WIB) ketika saya mendengarkan kajian dari Aa Gym. Di tengah ceramahnya, beliau menasihati agar kita sebaiknya hanya membeli barang2 yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan, karena setiap barang yang kita miliki akan ada hisabnya di akhirat kelak.

Beliau juga mengatakan bahwa setiap barang yang kita beli karena “keinginan” dan bukan “kebutuhan” akan cepat membosankan. Karena “ingin” itu serupa dengan “nafsu”. Dan takdirnya, Allah menciptakan keberadaan nafsu di kehidupan manusia hanya dalam waktu yang singkat.

Saya jadi ragu, apakah saya meneruskan rencana membeli teleskop ini atau tidak. Apakah ini hanya nafsu belaka atau benar2 kebutuhan saya? Saya sadar ini adalah hobi, tapi sebenarnya hobi itu lebih dekat kemana sih, keinginan atau kebutuhan? Dan sebenarnya bagaimana sikap Rasulullah saw terhadap hal2 semacam ini (kebiasaan/hobi)?

Hmm…saya penasaran. Saya harus banyak belajar.

0 comments:

Post a Comment