August 15, 2018

Tenang dengan Ujian

Seorang guru yang sangat saya kagumi keshalihannya sering berkata : “Beruntunglah orang-orang yang didera kesempitan, karena dengan kesempitan itu akan didatangkan kelapangan bagi mereka, dihapuskan dosa-dosanya, dan dinaikkan derajatnya.”

Sejujurnya setiap menghadiri majelis beliau, saya seringkali bingung. Disaat kebanyakan orang menginginkan hidup yang tenang, stabil dan penuh kenikmatan, beliau seolah-olah menunjukkan hal yang sebaliknya. Saya tidak sedang mengatakan beliau orang yang berharap diuji, karena hal itu seolah-olah sedang menantang Allah. Tetapi dari gaya bicara, ekspresi, dan gestur tubuh beliau, saya yakin betul bahwa beliau sudah sangat mengakrabi ujian. Sehingga ujian yang datang bukan lagi disabari, tapi disyukuri karena beliau sangat memahami bagaimana efek baik ujian tersebut bagi dirinya. 
Ilustrasi tenang (sumber : mozaik.inilah.com)

Saya yang dulu “rutin” mendapat ujian, kadang jengkel mendengar nasihat beliau. “Ustadz kan tidak berada di posisi saya, tidak tau apa yang saya rasakan” begitu kira-kira hati memprotes. Jangankan mensyukuri ujian, menyabarinya saja saya belum mampu. Alih-alih berlapang hati dengan ujian, saya begitu menginginkan kehidupan yang tenang tanpa gejolak. Damai tanpa guncangan. 

Akan tetapi anehnya, justru di tengah gejolak ujian tersebut-lah saya menemukan ketenangan. Dalam kondisi terguncang itulah saya merasakan kedamaian. Sehingga saya bisa merasakan kondisi jiwa yang sangat tenang seperti yang pernah saya tuliskan sebelumnya (lihat disini). 

Lain halnya ketika kehidupan ini berjalan stabil tanpa adanya turbulensi. Stabilitas itu justru kadang membuat kita terlena. Sehingga kadang kita lupa bahwa kita semakin dekat dengan akhir perjalanan (kematian). Hal inilah yang sama-sama kita takutkan sebagai Hamba Allah. 

Kita tentu berharap dapat menjadi hamba yang senantiasa dekat dengan Allah meski tanpa diperantarai ujian dan kesulitan hidup. Akan tetapi faktanya memang sangat sulit bagi manusia biasa untuk melakukannya. Hidup yang tenang, apalagi disertai limpahan nikmat, lebih sering menjerumuskan manusia pada dua hal, kalau tidak lalai, ya stagnan imannya. 

Saya bukan sedang berharap diuji dan tidak mengajak anda untuk mengharapkan ujian dari Allah. Bukan begitu etikanya. Saya hanya mengingatkan, sebagaimana guru saya selalu mengingatkan di tiap majelisnya, bahwa ujian hidup yang datang sudah selayaknya disyukuri, minimal disabari. Karena begitu banyak kebaikan yang Allah selipkan dibalik ujian tersebut seandainya kita mau bersabar dan bersyukur. 

#Selagi piket di hotel 122 – Syisyah
#Mekkah Al-Mukarromah

Related Posts:

  • Nikah Muda? Tidak Untuk Aktivis Dengan sangat terpaksa saya harus mengatakan bahwa saya sangat risih ketika mendengar mahasiswa S1, terutama mahasiswa tahun pertama-kedua, membicarakan hal pernikahan. Apalagi yang membicarakan adalah antara ikhwan dengan … Read More
  • Siapa Memperdaya Siapa?“I don’t hate Moslem, I hate Islam” (Geert Wilders) Masih ingat dengan Geert Wilders? Ya, dialah politisi Belanda yang mencuat namanya karena Fitna yang ia sebarkan. Seperti yang tertulis di kalimat pembuka di atas, Wilders… Read More
  • Antara Menjaga Izzah dan Berbasa-basi Satu pelajaran dari guru saya yang sangat melekat sampai sekarang adalah tentang menjaga izzah. Izzah secara sederhana berarti kemuliaan. Menjaga izzah berarti menjaga kemuliaan diri. Diri bisa mulia dengan menjaganya dari … Read More
  • Ada yang Salah Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4 … Read More
  • Kenpa Sih, Hobi Banget Doa di Facebook? Buat yang sering berdoa di facebook, ada baiknya dipikir ulang sebelum update status doa-doa puitisnya, benerkah kita mau berdoa kepada Allah? Jangan-jangan keinginan untuk dikagumi temen-temen bahwa kita jago dalam menyusun… Read More

0 comments:

Post a Comment