July 29, 2014

Safari Ramadhan #4 (End)


Sepuluh hari terakhir Ramadhan adalah waktu yang disunnahkan untuk i’tikaf. Saya pun sebenarnya sudah sejak lama punya niatan melaksanakan i’tikaf full 10 hari di masjid, tapi belum kesampaian juga sampai sekarang. Pada Ramadhdan kali ini alhamdulillah saya berkesempatan melaksanakan i’tikaf. Meski tidak full 10 hari di masjid, tapi i’itkaf ini sangat berkesan karena banyak mendapat pengalaman dan ilmu baru.

Setelah melanglang buana ke bumi Jogja dan Bandung, akhirnya pada malam ke-25 sampai terakhir saya bisa merasakan tarawih dan i’tikaf di kampung sendiri. Berikut adalah tempat yang sempat saya singgahi di malam-malam terakhir Ramadhan: 

25.   Masjid Baitul Ulum Universitas Terbuka (UT)
Di antara masjid-masjid yang ada di sekitar tempat tinggal saya, hanya masjid UT-lah yang tiap pelaksanaan sholat tarawihnya selalu disertai kultum dan jumlah raka’atnya hanya 11 raka’at. Masjid ini juga cenderung tidak terlalu ramai/gaduh dengan suara anak-anak karena memang tidak terletak di perumahan, makanya saya jadi lebih senang sholat tarawih di sini.

Masjid ini juga cenderung lebih nyaman karena dilengkapi dengan AC dan karpet yang tebal. Hmm, tapi saya pernah mendengar seorang ustadz mengatakan bahwa karpet masjid seharusnya tidak boleh terlalu tebal sebagai bentuk ittiba Rasul. Kan dulu masjid Nabawi cenderung sangat sederhana.

Setelah selesai sholat tarawih, saya menghampiri takmir masjid untuk izin melaksanakan i’tikaf di sini. Saya perlu menyampaikan hal ini karena di masjid ini memang tidak dilaksanakan program i’tikaf. Alhamdulillah saya diberikan izin untuk berada di dalam masjid selama i’tikaf sampai tiba waktu sahur.

Setelah pulang sebentar untuk makan dan menyiapkan “perlengkapan perang”, saya kembali lagi ke masjid UT untuk i’tikaf. Malam itu ternyata saya hanya i’tikaf seorang diri (T_T). Well, tapi tidak apa-apa, karena saya memang butuh konsentrasi untuk mengerjakan urusan kampus, hehe.

Dukanya melaksanakan i’tikaf sendirian adalah, saya menjadi begitu mudah dicurigai (-______-). Mungkin dikiranya saya mau berbuat yang aneh-aneh kali ya. Ah, hidup di kota besar memang tidak mudah.

26.   Masjid Fathullah UIN Syarif Hidayatullah
Rumah saya terletak tidak terlalu jauh dari UIN Jakarta, hanya sekitar 10-15 menit perjalanan naik motor. Kondisi itu membuat saya terpacu untuk melaksanakan safari Ramadhan ke sana, hehe. Saya pernah berdiskusi dengan salah seorang aktivis mahasiswa UIN, dia bilang masjid Fathullah itu sebenarnya bukan masjid UIN, tapi masjid biasa yang kebetulan letaknya berada di depan UIN. Masjid resmi UIN sendiri ada di dalam kampus.

Hmm..saya pernah masuk ke masjid yang di dalam kampus itu sih, tapi menurut saya ruhnya kurang terasa. Justru lebih terasa di masjid Fathullah ini. Mungkin karena masjid yang di dalam kampus itu terkesan ekslusif karena penduduk sekitar tidak bisa mengakses dan bentuk bangunannya pun tidak seperti masjid (jadi ingat masjid UIN Sunan Kalijaga, Jogja, yang anti-mainstream sehingga dinamakan Laboratorium Agama, bukan masjid, ckckck).

Btw di masjid Fathullah sholat tarawih dilaksanakan dua versi untuk mengakomodasi kebutuhan dua kubu, yaitu kubu 11 dan kubu 23, hehe. Jadi teknisnya begini, ketika sudah mencapai 8 raka’at, akan dilaksanakan sholat witir 3 raka’at bagi yang ingin melaksanakan tarawih hanya 11 raka’at. Tapi bagi yang ingin melaksanakan tarawih 23 raka’at, maka tidak perlu ikut sholat witir karena setelah witir akan dilanjutkan sholat lagi sampai 23 raka’at.

Oya, saya mengajak dua adik saya sholat di sini. Setelah itu, saya ajak mereka makan ke WS (WS menjadi salah satu obat rindu saya terhadap Jogja, hehe). Setelah tarawih dan makan selesai, saya langsung capcus ke Masjid UT dengan niat melaksanakan i’tikaf. Seperti yang sudah saya ceritakan di tulisan sebelumnya (di sini), ternyata masjid UT sudah tutup sehingga mau tidak mau saya harus i’tikaf di luar sendirian (T_T).

27.   Musholla Nurul Iman Dekat Rumah
Nah, ini dia musholla yang paling dekat dengan rumah saya. Kalau lagi mudik, saya pasti sholatnya di sini. Saya baru bisa ikut sholat di musholla ini pada malam ke-27. Seperti kebanyakan masjid atau musholla di kampung saya, musholla ini juga melaksanakan tarawih 23 raka’at, tiap 2 raka’at salam (termasuk witir, 2+1 salam) tanpa disertai kultum. Meskipun jumlah raka’atnya banyak, tapi pelaksanaan sholat tarawih di sini pasti lebih cepat selesai daripada sholat di masjid UT karena imamnya memimpin sholat dengan kecepatan penuh (full speed). Jangankan polisi tidur, polisi bangun aja dilibas, hehe.

Di malam ke-27 ini saya tidak melaksanakan i’tikaf karena selepas tarawih, saya dan adik-adik saya diundang oleh tante makan di rumahnya dan baru selesai larut malam (T_T). Yah, mudah-mudahan pahala i’tikaf terganti dengan pahala menyambung silaturahmi.

28.   Masjid Al-Mukhlisin Dekat Rumah
Masjid ini juga letaknya tidak terlalu jauh dari rumah saya, hanya sekitar 200 meter. Jadi kalau mau diurut dari rumah saya, maka urutannya adalah Musholla Nurul Iman yang letaknya di RT 03, Musholla Nurul Islam yang letaknya di RT 02, baru Masjid Al-Mukhlisin yang letaknya di RT 01, Di masjid inilah saya biasanya melaksanakan sholat Jum’at.

Sama seperti masjid lain, di masjid ini sholat tarawih juga dilaksanakan sebanyak 23 raka’at, tiap 2 raka’at salam (termasuk witir, 2+1 salam). Kadang disertai kultum, tapi tidak pasti selalu ada, seperti kemarin saat saya sholat di sana, tidak ada kultumnya.

Malam ke-28 ini juga saya tidak melaksanakan i’tikaf karena diundang rapat keluarga oleh paman (T_T). Rapat bahkan baru selesai jam 01 dini hari. Yah, mudah-mudahan pahala i’tikaf terganti dengan pahala menyambung silaturahmi.

29.   Home Sweet Home
Maksud hati ingin melepas Ramadhan dengan spesial, yaitu dengan sholat di Masjid Kubah Emas, tapi apa daya hujan turun dengan deras. Maka, jadilah saya sholat tarawih di rumah saja, berdua dengan adik saya yang paling kecil.

Karena hujan itu pula, saya tidak bisa melaksanakan i’tikaf. Jadi, saya menghabiskan malam ke-29 itu di rumah saja. Duh, semoga jika ditakdirkan bertemu dengan Ramadhan lagi, bisa semakin baik ibadahnya.
Masjid Fathullah UIN Jakarta (sumber : google.com)
Hmm…ada beberapa hikmah yang bisa saya ambil dari safari Ramadhan yang saya lakukan sebulan belakangan. Pertama, saya seringkali mendapatkan pemateri kultum yang bagus, padahal saya tidak merencanakannya sebelumnya, misalnya tausiyah dari Syaikh Palestina. Kedua, khazanah pengetahuan saya tentang semarak Ramadhan di berbagai masjid menjadi semakin bertambah. Dalam hal ini, saya benar-benar terpikat dengan semaraknya Ramadhan di Masjid Habiburahman, terutama saat i’tikaf. Luar biasa semarak. Ketiga, persatuan Indonesia, hehe.

Meski Ramadhan telah berlalu, semoga ghirah untuk beribadah tetap terbakal dalam kalbu. Aamiin..


Pondok Cabe, pagi yang dingin, 02 Syawal 1435 H
Home Sweet Home

0 comments:

Post a Comment