Sepuluh hari terakhir Ramadhan
adalah waktu yang disunnahkan untuk i’tikaf. Saya pun sebenarnya sudah sejak
lama punya niatan melaksanakan i’tikaf full 10 hari di masjid, tapi belum
kesampaian juga sampai sekarang. Pada Ramadhdan kali ini alhamdulillah saya
berkesempatan melaksanakan i’tikaf. Meski tidak full 10 hari di masjid, tapi
i’itkaf ini sangat berkesan karena banyak mendapat pengalaman dan ilmu baru.
Setelah melanglang buana ke bumi Jogja
dan Bandung, akhirnya pada malam ke-25 sampai terakhir saya bisa merasakan
tarawih dan i’tikaf di kampung sendiri. Berikut adalah tempat yang sempat saya
singgahi di malam-malam terakhir Ramadhan:
25.
Masjid Baitul Ulum
Universitas Terbuka (UT)
Di antara masjid-masjid yang ada di sekitar tempat
tinggal saya, hanya masjid UT-lah yang tiap pelaksanaan sholat tarawihnya
selalu disertai kultum dan jumlah raka’atnya hanya 11 raka’at. Masjid ini juga
cenderung tidak terlalu ramai/gaduh dengan suara anak-anak karena memang tidak
terletak di perumahan, makanya saya jadi lebih senang sholat tarawih di sini.
Masjid ini juga cenderung lebih nyaman karena
dilengkapi dengan AC dan karpet yang tebal. Hmm, tapi saya pernah mendengar
seorang ustadz mengatakan bahwa karpet masjid seharusnya tidak boleh terlalu
tebal sebagai bentuk ittiba Rasul. Kan dulu masjid Nabawi cenderung sangat
sederhana.
Setelah selesai sholat tarawih, saya menghampiri
takmir masjid untuk izin melaksanakan i’tikaf di sini. Saya perlu menyampaikan
hal ini karena di masjid ini memang tidak dilaksanakan program i’tikaf.
Alhamdulillah saya diberikan izin untuk berada di dalam masjid selama i’tikaf
sampai tiba waktu sahur.
Setelah pulang sebentar untuk makan dan menyiapkan “perlengkapan
perang”, saya kembali lagi ke masjid UT untuk i’tikaf. Malam itu ternyata saya
hanya i’tikaf seorang diri (T_T). Well, tapi tidak apa-apa, karena saya memang
butuh konsentrasi untuk mengerjakan urusan kampus, hehe.
Dukanya melaksanakan i’tikaf sendirian adalah, saya
menjadi begitu mudah dicurigai (-______-). Mungkin dikiranya saya mau berbuat
yang aneh-aneh kali ya. Ah, hidup di kota besar memang tidak mudah.
26.
Masjid Fathullah UIN Syarif
Hidayatullah
Rumah saya terletak tidak terlalu jauh dari UIN
Jakarta, hanya sekitar 10-15 menit perjalanan naik motor. Kondisi itu membuat
saya terpacu untuk melaksanakan safari Ramadhan ke sana, hehe. Saya pernah
berdiskusi dengan salah seorang aktivis mahasiswa UIN, dia bilang masjid
Fathullah itu sebenarnya bukan masjid UIN, tapi masjid biasa yang kebetulan
letaknya berada di depan UIN. Masjid resmi UIN sendiri ada di dalam kampus.
Hmm..saya pernah masuk ke masjid yang di dalam kampus
itu sih, tapi menurut saya ruhnya kurang terasa. Justru lebih terasa di masjid
Fathullah ini. Mungkin karena masjid yang di dalam kampus itu terkesan ekslusif
karena penduduk sekitar tidak bisa mengakses dan bentuk bangunannya pun tidak
seperti masjid (jadi ingat masjid UIN Sunan Kalijaga, Jogja, yang
anti-mainstream sehingga dinamakan Laboratorium Agama, bukan masjid, ckckck).
Btw di masjid Fathullah sholat tarawih dilaksanakan
dua versi untuk mengakomodasi kebutuhan dua kubu, yaitu kubu 11 dan kubu 23,
hehe. Jadi teknisnya begini, ketika sudah mencapai 8 raka’at, akan dilaksanakan
sholat witir 3 raka’at bagi yang ingin melaksanakan tarawih hanya 11 raka’at.
Tapi bagi yang ingin melaksanakan tarawih 23 raka’at, maka tidak perlu ikut
sholat witir karena setelah witir akan dilanjutkan sholat lagi sampai 23 raka’at.
Oya, saya mengajak dua adik saya sholat di sini. Setelah
itu, saya ajak mereka makan ke WS (WS menjadi salah satu obat rindu saya
terhadap Jogja, hehe). Setelah tarawih dan makan selesai, saya langsung capcus
ke Masjid UT dengan niat melaksanakan i’tikaf. Seperti yang sudah saya
ceritakan di tulisan sebelumnya (di sini), ternyata masjid UT sudah tutup sehingga mau
tidak mau saya harus i’tikaf di luar sendirian (T_T).
27.
Musholla Nurul Iman Dekat
Rumah
Nah, ini dia musholla yang paling dekat dengan rumah
saya. Kalau lagi mudik, saya pasti sholatnya di sini. Saya baru bisa ikut
sholat di musholla ini pada malam ke-27. Seperti kebanyakan masjid atau
musholla di kampung saya, musholla ini juga melaksanakan tarawih 23 raka’at,
tiap 2 raka’at salam (termasuk witir, 2+1 salam) tanpa disertai kultum.
Meskipun jumlah raka’atnya banyak, tapi pelaksanaan sholat tarawih di sini
pasti lebih cepat selesai daripada sholat di masjid UT karena imamnya memimpin
sholat dengan kecepatan penuh (full speed). Jangankan polisi tidur, polisi
bangun aja dilibas, hehe.
Di malam ke-27 ini saya tidak melaksanakan i’tikaf karena
selepas tarawih, saya dan adik-adik saya diundang oleh tante makan di rumahnya
dan baru selesai larut malam (T_T). Yah, mudah-mudahan pahala i’tikaf terganti
dengan pahala menyambung silaturahmi.
28.
Masjid Al-Mukhlisin Dekat
Rumah
Masjid ini juga letaknya tidak terlalu jauh dari rumah
saya, hanya sekitar 200 meter. Jadi kalau mau diurut dari rumah saya, maka
urutannya adalah Musholla Nurul Iman yang letaknya di RT 03, Musholla Nurul
Islam yang letaknya di RT 02, baru Masjid Al-Mukhlisin yang letaknya di RT 01, Di
masjid inilah saya biasanya melaksanakan sholat Jum’at.
Sama seperti masjid lain, di masjid ini sholat tarawih
juga dilaksanakan sebanyak 23 raka’at, tiap 2 raka’at salam (termasuk witir,
2+1 salam). Kadang disertai kultum, tapi tidak pasti selalu ada, seperti
kemarin saat saya sholat di sana, tidak ada kultumnya.
Malam ke-28 ini juga saya tidak melaksanakan i’tikaf
karena diundang rapat keluarga oleh paman (T_T). Rapat bahkan baru selesai jam
01 dini hari. Yah, mudah-mudahan pahala i’tikaf terganti dengan pahala
menyambung silaturahmi.
29.
Home Sweet Home
Maksud hati ingin melepas Ramadhan dengan spesial,
yaitu dengan sholat di Masjid Kubah Emas, tapi apa daya hujan turun dengan deras.
Maka, jadilah saya sholat tarawih di rumah saja, berdua dengan adik saya yang
paling kecil.
Karena hujan itu pula, saya tidak bisa melaksanakan i’tikaf.
Jadi, saya menghabiskan malam ke-29 itu di rumah saja. Duh, semoga jika
ditakdirkan bertemu dengan Ramadhan lagi, bisa semakin baik ibadahnya.
Hmm…ada beberapa hikmah yang bisa
saya ambil dari safari Ramadhan yang saya lakukan sebulan belakangan. Pertama,
saya seringkali mendapatkan pemateri kultum yang bagus, padahal saya tidak merencanakannya
sebelumnya, misalnya tausiyah dari Syaikh Palestina. Kedua, khazanah
pengetahuan saya tentang semarak Ramadhan di berbagai masjid menjadi semakin
bertambah. Dalam hal ini, saya benar-benar terpikat dengan semaraknya Ramadhan di
Masjid Habiburahman, terutama saat i’tikaf. Luar biasa semarak. Ketiga, persatuan
Indonesia, hehe.
Meski Ramadhan telah berlalu,
semoga ghirah untuk beribadah tetap terbakal dalam kalbu. Aamiin..
Pondok Cabe, pagi yang dingin, 02
Syawal 1435 H
Home Sweet Home
0 comments:
Post a Comment