Ramadhan telah tiba. Setiap kali
tamu agung itu datang, selalu terbayang dua wajah di benak saya. Suka dan duka.
Suka karena kebaikan yang berlimpah ada dalam bulan ini. Dan duka karena
mengenang peristiwa meninggalnya umi saya.
Well, berbeda dengan Ramadhan tahun
lalu dimana saya menghabiskan waktu satu bulan penuh di rumah, Ramadhan tahun
ini saya berkesempatan berada di Jogja (lagi).
Melewati Ramadhan di Jogja selalu
terasa spesial dan ngangeni (bikin kangen) karena di sini syi’ar Islam
benar-benar terasa. Mulai dari kajiannya, imam sholatnya, sampai takjilnya.
Bahkan ada beberapa masjid yang menjadi incaran mahasiswa karena menawarkan
menu takjil yang sangat spesial. Dan itu gratis, setiap hari!
Selain spesial karena saya berada
di Jogja, Ramadhan kali ini juga terasa spesial karena saya mencanangkan
program pribadi, yaitu Safari Ramadhan. Saya berkeliling dari masjid ke masjid yang
ada di DIY untuk sholat tarawih. Kadang juga i’tikaf sejak sebelum maghrib
sampai selesai tarawih (bahasanya agak keren “i’tikaf”, padahal nyari takjil,
wkwk). Berikut ini adalah masjid-masjid yang sudah saya kunjungi di 10 malam
pertama tarawih:
1.
Masjid Krapyak
Malam pertama tarawih saya lewati di Masjid Krapyak.
Sebenarnya ini bukan inisiasi saya. Saya hanya diajak teman kampus yang pernah
nyantri di sana. Di masjid ini, sholat tarawih dikerjakan 23 raka’at, tiap 2
raka’at salam. Spesialnya, bacaan tarawih di sini adalah 2 juz. Jadi, hari ke-15
(semestinya) sudah khatam (rock). Meski surat yang dibaca sangat panjang, tapi
durasi tarawihnya terbilang singkat, dimulai jam 19.30 dan berakhir jam 20.30 (tanpa
kultum). Kenapa bisa secepat itu? Ya karena bacaannya yang waz-wuz…
2.
Masjid At Taqwa Swakarya
Masjid ini adalah masjid yang dekat dengan kosan saya.
Tempat saya mengajar TPA dulu. Saya memilih masjid ini sebagai tempat tarawih di
malam kedua karena alasan kepraktisan saja, hehe, karena besoknya ada UAS dari
dua dosen. Makanya perlu persiapan lebih. Di masjid ini, sholat dilaksanakan 11
raka’at, tiap 2 raka’at salam (kecuali witir, 3 raka’at salam) dengan disertai
kultum.
3.
Masjid Balai Kota Jogja
Malam ketiga saya lalui di Masjid Balai Kota Jogja.
Tidak diniatkan sebenarnya, hanya karena kebetulan lewat saja. Jadi pas sorenya,
saya dan teman-teman buka bersama di salah satu rumah teman kami yang dekat
dengan masjid tersebut. Sebenarnya di masjid ini sholat tarawih biasa dilaksanakan
11 raka’at, tapi karena pada malam itu imam yang memimpin sholat adalah imam “cabutan”
dan beliau belum tahu berapa raka’at biasanya sholat tarawih dilaksanakan, maka
akhirnya ada kesalahpahaman. Jadi, ketika imam sudah salam pada raka’at ke-12 dan
mau berdiri untuk melaksanakan raka’at 13-14, beliau diingatkan oleh jama’ah
yang ada di belakangnya. Akhirnya tidak jadi dilanjutkan sholat tarawih,
melainkan langsung sholat witir. Jadi jumlahnya 13 raka’at, wkwkwk. Padahal
suara imamnya bagus lho, mirip dengan suara imam di Nurul Ashri. Oya, di sini
juga ada kultumnya.
4.
Kost
Malam keempat saya sholat tarawih di kosan karena besok
deadline proposal tesis, padahal saya belum mengerjakan sama sekali. Maka dari
itu, biar cepat dan efisien, maka saya sholat sendiri di kost, hehe. Sholat
saya laksanakan 11 raka’at, tiap 2 raka’at salam. Tentu gak pake kultum -___-
5.
Masjid Pogung Raya (MPR)
MPR adalah salah satu masjid yang syi’arnya sangat
terasa. Proyek dakwah dilakukan oleh teman-teman salafi. Pada malam kelima ini,
saya berkesempatan sholat di sini. Sholat dilaksanakan 11 raka’at, tiap 2 raka’at
salam (kecuali witir, 3 raka’at salam) dengan disertai kultum. Jama’ah yang
datang banyak karena masjidnya juga cukup besar.
6.
Masjid Jogokariyan
Nah, ini dia salah satu masjid terbaik di Jogja versi
saya. Selain syi’arnya yang sangat kencang berhembus (wusss), masjid ini juga memiliki
manajemen yang sangat baik. Walau masjidnya tidak terlalu besar, tapi cita rasa
dakwahnya benar-benar terasa. Bayangkan, pada hari biasa saja, jama’ah sholat zuhur
di masjid ini bisa penuh dan itu bukan penuh karena diisi mahasiswa, melainkan
karena warga kampungnya sendiri. Kebayang gimana pas Ramadhan? Salut deh.
Saya datang ke masjid ini bersama teman kost. Kami
sudah datang sejak sore untuk mengikut kajian mencari takjilan. Jalan
Jogokariyan benar-benar penuh sesak oleh orang yang berjualan dan mencari menu
berbuka. Kondisinya seperti Sunday Morning (Sunmor) di UGM, tapi beda
orientasi. Kami stay di masjid sejak sore sampai selesai tarawih.
Atas kehendak Allah, pada malam itu, sholat isya, kultum,
dan tarawih dipimpin oleh imam dari Palestina. Masih muda sebenarnya, baru 22
tahun, tapi wajahnya sudah menunjukkan usia di atas 30 tahun (no offense). Satu
malam itu menyelesaikan satu juz, yaitu juz 30. Sholat baru rampung sekitar
pukul 21.10. Lumayan lama karena beliau membaca tidak terlalu cepat. Yang
menjadi shock therapy adalah ketika sholat isya, beliau membaca An-Naba dan
An-Nazi’at. Benar-benar menjadi ujian dari pengajian Ust. Syathori.
7.
Masjid Kampus UGM (Maskam)
Enam malam berkeliling Jogja, kampus sendiri malah
belum didatangi. Maklum lah, di awal-awal, Maskam biasanya selalu padat
merayap, makanya saya agak menghindari, hehe. Walau sebenarnya pembicara kultum
di malam-malam awal tokcer sangad, sekelas Prof Pratikno (Rektor UGM), Amien
Rais, dan Mahfud MD. Di malam ke-7 ini, pembicaranya adalah Prof. Jawahir
Tontowi, dosen di UGM juga kayaknya, saya gak begitu kenal. Well, di Maskam
sholat dilaksanakan 11 raka’at, tiap 2 raka’at salam (kecuali witir, 3 raka’at
salam). Yang bikin kangen dari Maskam adalah lantainya yang sejuk, imamnya yang
merupakan qori nasional, dan muadzinnya yang suaranya cetar membahana, baik
kualitas maupun kuantitasnya. Mantap dah UGM, hehe.
8.
Masjid Nurul Ashri Deresan
Masjid Nurash juga menjadi salah satu masjid yang syi’arnya
sangat terasa. Salah satu faktornya adalah karena donaturnya yang sangat royal
dan loyal. Masjid ini sering sekali didatangi da’i-da’i kondang seperti Yusuf
Mansur, Habiburahman, Aa Gym, Syeikh Ali Jabber, Teh Ninih (Aa Gym), dan
lainnya. Nah, pada malam saya tarawih di sana, yang menjadi imam sholat isya,
pembicara kultum, dan imam tarawih adalah seorang syeikh dari Palestina. Selain
sholat dan kultum, saat itu juga diputar film tentang Palestina. Semangat dan
kepedihan Gaza benar-benar terasa kala itu.
9.
Masjid Gede Kauman
Masjid Kauman adalah salah satu masjid bersejarah di
DIY. Kalau kamu pernah melihat film Sang Pencerah (film tentang K.H. Ahmad
Dahlan, pendiri Muhammadiyah), maka kamu pasti tahu masjid ini. Bangunan
masjidnya masih sangat klasik, baik bentuk maupun bahan penyusunnya. Tiang-tiangnya
adalah kayu jati gelondongan yang sudah berusia ratusan tahun. Benar-benar
terasa Jogja-nya. Di sini, sholat dilaksanakan 11 raka’at, tiap 2 raka’at salam
(kecuali witir, 3 raka’at salam) dengan disertai kultum.
Saya ke sini bersama teman-teman KKN saya yang
laki-laki. Kami sudah datang sejak sore untuk mengikuti kajian mencari
takjilan. Hidangan takjilannya benar-benar spesial, nasi sop kambing bro, hehe.
10.
Masjid Al-Mu’min depan Waroeng
Steak (WS) Jalan Kaliurang
Nah, ini juga menjadi masjid yang saya kunjungi karena
insidental. Sorenya saya buka bersama teman yang kontrakannya dekat situ.
Karena waktunya yang sudah mepet, maka kami kemudian tarawih di sana. Tidak
seperti masjid-masjid lain yang penuh sesak oleh jama’ah, masjid ini memiliki
jama’ah yang sangat sedikit, hanya sekitar belasan jama’ah laki-laki (saya gak
tau jama’ah perempuannya berapa, tapi kayaknya sedikit juga atau malah tidak
ada). Berbanding terbalik sekali dengan tempat di sebelahnya, yaitu WS. Di WS,
ramai sekali orang berkunjung, sedangkan masjid sepi, padahal jaraknya Cuma terpaut
3 meter. Benar-benar anomali.
(bersambung)
#Wisma Pakdhe
0 comments:
Post a Comment