July 12, 2014

Safari Ramadhan #1


Ramadhan telah tiba. Setiap kali tamu agung itu datang, selalu terbayang dua wajah di benak saya. Suka dan duka. Suka karena kebaikan yang berlimpah ada dalam bulan ini. Dan duka karena mengenang peristiwa meninggalnya umi saya.

Well, berbeda dengan Ramadhan tahun lalu dimana saya menghabiskan waktu satu bulan penuh di rumah, Ramadhan tahun ini saya berkesempatan berada di Jogja (lagi).

Melewati Ramadhan di Jogja selalu terasa spesial dan ngangeni (bikin kangen) karena di sini syi’ar Islam benar-benar terasa. Mulai dari kajiannya, imam sholatnya, sampai takjilnya. Bahkan ada beberapa masjid yang menjadi incaran mahasiswa karena menawarkan menu takjil yang sangat spesial. Dan itu gratis, setiap hari!

Selain spesial karena saya berada di Jogja, Ramadhan kali ini juga terasa spesial karena saya mencanangkan program pribadi, yaitu Safari Ramadhan. Saya berkeliling dari masjid ke masjid yang ada di DIY untuk sholat tarawih. Kadang juga i’tikaf sejak sebelum maghrib sampai selesai tarawih (bahasanya agak keren “i’tikaf”, padahal nyari takjil, wkwk). Berikut ini adalah masjid-masjid yang sudah saya kunjungi di 10 malam pertama tarawih:

1.       Masjid Krapyak
Malam pertama tarawih saya lewati di Masjid Krapyak. Sebenarnya ini bukan inisiasi saya. Saya hanya diajak teman kampus yang pernah nyantri di sana. Di masjid ini, sholat tarawih dikerjakan 23 raka’at, tiap 2 raka’at salam. Spesialnya, bacaan tarawih di sini adalah 2 juz. Jadi, hari ke-15 (semestinya) sudah khatam (rock). Meski surat yang dibaca sangat panjang, tapi durasi tarawihnya terbilang singkat, dimulai jam 19.30 dan berakhir jam 20.30 (tanpa kultum). Kenapa bisa secepat itu? Ya karena bacaannya yang waz-wuz…

2.       Masjid At Taqwa Swakarya
Masjid ini adalah masjid yang dekat dengan kosan saya. Tempat saya mengajar TPA dulu. Saya memilih masjid ini sebagai tempat tarawih di malam kedua karena alasan kepraktisan saja, hehe, karena besoknya ada UAS dari dua dosen. Makanya perlu persiapan lebih. Di masjid ini, sholat dilaksanakan 11 raka’at, tiap 2 raka’at salam (kecuali witir, 3 raka’at salam) dengan disertai kultum.

3.       Masjid Balai Kota Jogja
Malam ketiga saya lalui di Masjid Balai Kota Jogja. Tidak diniatkan sebenarnya, hanya karena kebetulan lewat saja. Jadi pas sorenya, saya dan teman-teman buka bersama di salah satu rumah teman kami yang dekat dengan masjid tersebut. Sebenarnya di masjid ini sholat tarawih biasa dilaksanakan 11 raka’at, tapi karena pada malam itu imam yang memimpin sholat adalah imam “cabutan” dan beliau belum tahu berapa raka’at biasanya sholat tarawih dilaksanakan, maka akhirnya ada kesalahpahaman. Jadi, ketika imam sudah salam pada raka’at ke-12 dan mau berdiri untuk melaksanakan raka’at 13-14, beliau diingatkan oleh jama’ah yang ada di belakangnya. Akhirnya tidak jadi dilanjutkan sholat tarawih, melainkan langsung sholat witir. Jadi jumlahnya 13 raka’at, wkwkwk. Padahal suara imamnya bagus lho, mirip dengan suara imam di Nurul Ashri. Oya, di sini juga ada kultumnya.

4.       Kost
Malam keempat saya sholat tarawih di kosan karena besok deadline proposal tesis, padahal saya belum mengerjakan sama sekali. Maka dari itu, biar cepat dan efisien, maka saya sholat sendiri di kost, hehe. Sholat saya laksanakan 11 raka’at, tiap 2 raka’at salam. Tentu gak pake kultum -___-

5.       Masjid Pogung Raya (MPR)
MPR adalah salah satu masjid yang syi’arnya sangat terasa. Proyek dakwah dilakukan oleh teman-teman salafi. Pada malam kelima ini, saya berkesempatan sholat di sini. Sholat dilaksanakan 11 raka’at, tiap 2 raka’at salam (kecuali witir, 3 raka’at salam) dengan disertai kultum. Jama’ah yang datang banyak karena masjidnya juga cukup besar.

6.       Masjid Jogokariyan
Nah, ini dia salah satu masjid terbaik di Jogja versi saya. Selain syi’arnya yang sangat kencang berhembus (wusss), masjid ini juga memiliki manajemen yang sangat baik. Walau masjidnya tidak terlalu besar, tapi cita rasa dakwahnya benar-benar terasa. Bayangkan, pada hari biasa saja, jama’ah sholat zuhur di masjid ini bisa penuh dan itu bukan penuh karena diisi mahasiswa, melainkan karena warga kampungnya sendiri. Kebayang gimana pas Ramadhan? Salut deh.
Saya datang ke masjid ini bersama teman kost. Kami sudah datang sejak sore untuk mengikut kajian mencari takjilan. Jalan Jogokariyan benar-benar penuh sesak oleh orang yang berjualan dan mencari menu berbuka. Kondisinya seperti Sunday Morning (Sunmor) di UGM, tapi beda orientasi. Kami stay di masjid sejak sore sampai selesai tarawih.
Atas kehendak Allah, pada malam itu, sholat isya, kultum, dan tarawih dipimpin oleh imam dari Palestina. Masih muda sebenarnya, baru 22 tahun, tapi wajahnya sudah menunjukkan usia di atas 30 tahun (no offense). Satu malam itu menyelesaikan satu juz, yaitu juz 30. Sholat baru rampung sekitar pukul 21.10. Lumayan lama karena beliau membaca tidak terlalu cepat. Yang menjadi shock therapy adalah ketika sholat isya, beliau membaca An-Naba dan An-Nazi’at. Benar-benar menjadi ujian dari pengajian Ust. Syathori.

7.       Masjid Kampus UGM (Maskam)
Enam malam berkeliling Jogja, kampus sendiri malah belum didatangi. Maklum lah, di awal-awal, Maskam biasanya selalu padat merayap, makanya saya agak menghindari, hehe. Walau sebenarnya pembicara kultum di malam-malam awal tokcer sangad, sekelas Prof Pratikno (Rektor UGM), Amien Rais, dan Mahfud MD. Di malam ke-7 ini, pembicaranya adalah Prof. Jawahir Tontowi, dosen di UGM juga kayaknya, saya gak begitu kenal. Well, di Maskam sholat dilaksanakan 11 raka’at, tiap 2 raka’at salam (kecuali witir, 3 raka’at salam). Yang bikin kangen dari Maskam adalah lantainya yang sejuk, imamnya yang merupakan qori nasional, dan muadzinnya yang suaranya cetar membahana, baik kualitas maupun kuantitasnya. Mantap dah UGM, hehe.

8.       Masjid Nurul Ashri Deresan
Masjid Nurash juga menjadi salah satu masjid yang syi’arnya sangat terasa. Salah satu faktornya adalah karena donaturnya yang sangat royal dan loyal. Masjid ini sering sekali didatangi da’i-da’i kondang seperti Yusuf Mansur, Habiburahman, Aa Gym, Syeikh Ali Jabber, Teh Ninih (Aa Gym), dan lainnya. Nah, pada malam saya tarawih di sana, yang menjadi imam sholat isya, pembicara kultum, dan imam tarawih adalah seorang syeikh dari Palestina. Selain sholat dan kultum, saat itu juga diputar film tentang Palestina. Semangat dan kepedihan Gaza benar-benar terasa kala itu.

9.       Masjid Gede Kauman
Masjid Kauman adalah salah satu masjid bersejarah di DIY. Kalau kamu pernah melihat film Sang Pencerah (film tentang K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah), maka kamu pasti tahu masjid ini. Bangunan masjidnya masih sangat klasik, baik bentuk maupun bahan penyusunnya. Tiang-tiangnya adalah kayu jati gelondongan yang sudah berusia ratusan tahun. Benar-benar terasa Jogja-nya. Di sini, sholat dilaksanakan 11 raka’at, tiap 2 raka’at salam (kecuali witir, 3 raka’at salam) dengan disertai kultum.
Saya ke sini bersama teman-teman KKN saya yang laki-laki. Kami sudah datang sejak sore untuk mengikuti kajian mencari takjilan. Hidangan takjilannya benar-benar spesial, nasi sop kambing bro, hehe.
Masjid Gede Kauman (sumber : paketwisatajogja.co.id)

10.   Masjid Al-Mu’min depan Waroeng Steak (WS) Jalan Kaliurang
Nah, ini juga menjadi masjid yang saya kunjungi karena insidental. Sorenya saya buka bersama teman yang kontrakannya dekat situ. Karena waktunya yang sudah mepet, maka kami kemudian tarawih di sana. Tidak seperti masjid-masjid lain yang penuh sesak oleh jama’ah, masjid ini memiliki jama’ah yang sangat sedikit, hanya sekitar belasan jama’ah laki-laki (saya gak tau jama’ah perempuannya berapa, tapi kayaknya sedikit juga atau malah tidak ada). Berbanding terbalik sekali dengan tempat di sebelahnya, yaitu WS. Di WS, ramai sekali orang berkunjung, sedangkan masjid sepi, padahal jaraknya Cuma terpaut 3 meter. Benar-benar anomali.

(bersambung)

#Wisma Pakdhe

0 comments:

Post a Comment