Ramadhan telah tiba. Setiap kali
tamu agung itu datang, selalu terbayang dua wajah di benak saya. Suka dan duka.
Suka karena kebaikan yang berlimpah ada dalam bulan ini. Dan duka karena
mengenang peristiwa meninggalnya umi saya.
Well, berbeda dengan Ramadhan
tahun lalu dimana saya menghabiskan waktu satu bulan penuh di rumah, Ramadhan
tahun ini saya berkesempatan berada di Jogja (lagi).
Melewati Ramadhan di Jogja selalu
terasa spesial dan ngangeni (bikin kangen) karena di sini syi’ar Islam
benar-benar terasa. Mulai dari kajiannya, imam sholatnya, sampai takjilnya.
Bahkan ada beberapa masjid yang menjadi incaran mahasiswa karena menawarkan
menu takjil yang sangat spesial. Dan itu gratis, setiap hari!
Selain spesial karena saya berada
di Jogja, Ramadhan kali ini juga terasa spesial karena saya mencanangkan
program pribadi, yaitu Safari Ramadhan. Saya berkeliling dari masjid ke masjid
yang ada di DIY untuk sholat tarawih. Kadang juga i’tikaf sejak sebelum maghrib
sampai selesai tarawih (bahasanya agak keren “i’tikaf”, padahal nyari takjil,
wkwk). Berikut ini adalah masjid-masjid yang sudah saya kunjungi di 10 malam
kedua tarawih:
11.
Masjid Mujahidin UNY
Masjid Mujahidin adalah masjid kampusnya Universitas
Negeri Yogyakarta (UNY). Seperti maskam-maskam pada umumnya, jama’ah Masjid Mujahidin
juga didominasi oleh mahasiswa. Yang cukup menarik adalah, meskipun kampus UNY
cukup besar dan jumlah mahasiswanya banyak, tapi pada malam kesebelas saya
tarawih di sana, jama’ah yang hadir tergolong sedikit. Jama’ah putranya hanya
sekitar 3 shaf. Hmm…apa karena mahasiswa sudah pada mudik sehingga jama’ah tidak
terlalu banyak? Tidak seperti Maskam UGM yang memiliki imam seorang qori level
nasional (ciye, nyombongin kampusnya), masjid ini diimami oleh mahasiswa. Di
masjid ini, sholat dilaksanakan 11 raka’at, tiap 2 raka’at salam (kecuali
witir, 3 raka’at salam) dengan disertai kultum.
12.
Musholla As Salaam Dekat
Kost
Selama kost di Wisma Pakdhe, bisa dikatakan sebagian
besar saya melaksanakan sholat Jama’ah di Musholla As Salaam ini. Bahkan saya pernah
menjadi guru TPA di sini. Meskipun tergolong kecil, tapi saya memilih sering
sholat di sini karena pertimbangan rute yang lebih “kooperatif”. Sebenarnya ada
masjid Al Ikhlas yang juga dekat dengan kost dan lebih besar, tapi karena rute
yang harus ditempuh untuk menuju kesana agak kurang kooperatif, maka saya
jarang sholat di sana. Mengapa saya katakan tidak kooperatif? Well, karena
untuk menuju Al Ikhlas saya harus melewati rumah-rumah warga yang di sana
banyak orang-orang nongkrong (baik
wanita maupun pria) yang menampakkan auratnya.
Nah, saya baru mendatangi musholla ini pada malam
kedua belas. Saya memang sengaja menyimpan masjid yang dekat kost untuk situasi
mendesak. Seperti saat ini misalnya, saya baru saja menjadi saksi pilpres di
Ngaglik. Karena cukup lelah, sehingga saya agak enggan untuk keluar jauh-jauh,
makanya saya sholat di tempat yang dekat.
Well, seperti kebanyakan masjid lain, sholat di
musholla ini dilaksanakan 11 raka’at, tiap 2 raka’at salam (kecuali witir, 3
raka’at salam) dengan disertai kultum.
13.
Masjid Syuhada Kota Baru
Ini dia masjid cetar lainnya yang ada di Jogja, Masjid
Syuhada. Masjid ini terletak di Kota Baru, sebuah wilayah yang dulu dihuni para
penjajah Belanda. Masjid ini merupakan “cindera mata” Indonesia untuk Jogja.
Jadi, ceritanya dulu Ibukota RI kan pernah ada di Jogja, tapi kemudian
dipindahkan lagi ke Jakarta. Nah, untuk mengenang para syahid yang gugur selama
masa perang, maka didirikanlah Masjid Syuhada ini.
Saya berkesempatan sholat di masjid ini pada malam
ketiga belas. Saya bersama teman kampus saya (Rian) sudah datang sebelum
maghrib. Sayangnya tidak ada kajian sebelum berbuka di sini, tapi ada
penampilan nasyid entah dari mana, wkwk.
14.
Masjid At Taqwa Minomartani
Masjid At Taqwa Minomartani juga sebenarnya salah satu
masjid cetar di Jogja. Masjid ini lumayan besar dengan halaman yang luas.
Bahkan masjid ini diresmikan oleh Pak Soeharto. Tapi kedatangan saya ke masjid
ini sebenarnya sebuah kecelakaan. Niat awalnya sebenarnya saya ingin ke masjid
UIN, tapi berhubung hujan turun dengan derasnya, maka perjanalan saya dan teman
saya dibelokkan ke masjid ini.
Di masjid ini, sholat dilaksanakan 11 raka’at, tiap 2
raka’at salam (kecuali witir, 3 raka’at salam) dengan disertai kultum. Saat
saya hadir, pemateri kultum adalah dr. Probosuseno. Alhamdulillah dapat materi
kesehatan yang sangat bermanfaat.
15.
Rumah Galang (Mabit)
Pada malam kelima belas, saya dan teman-teman
mengunjungi rumah teman kami, Galang, yang ada di Wonosari (gile bro, safari Ramadhan
gw sampe ke Wonosari, hehe). Kami berangkat dari Jogja sekitar jam 5 sore.
Harapannya sebenarnya bisa berangkat jam 4 agar bisa sekalian berbuka di rumah
Galang, tapi karena ada beberapa yang telat sehingga baru bisa berangkat jam 5.
Akhirnya, kami berbuka di perjalanan. Walaupun demikian, kami sudah disiapkan
makanan berbuka oleh orangtua Galang di rumahnya, hehe.
Kami baru melaksanakan sholat tarawih di sepertiga
malam terakhir. Karena kami tidur larut malam, sehingga kami bangun agak telat.
Sepertinya sholat kami belum sampai 11 raka’at karena kalau disempurnakan 11
raka’at tidak akan cukup waktunya, apalagi kami belum sahur.
16.
Masjid Al Ikhlas Dekat Kost
Seperti yang sudah saya katakan di poin ke-12 di atas,
saya menyimpan masjid-masjid dekat kost untuk situasi mendesak. Nah, kali ini
saya akhirnya memakai opsi tersebut karena badan saya nge-drop akibat mabit
kemarin malam. Saat berangkat mabit itu, kondisi badan sebenarnya memang sudah
agak nge-drop. Dan keesokan harinya tambah nge-drop lagi ketika teman-teman
menceburkan saya ke pantai, padahal sedang turun hujan (pada pagi hari setelah
mabit, kami main ke pantai Indrayanti Gunung Kidul). Celakanya lagi, saya tidak
bawa pakaian ganti. Jadilah saya pulang dengan pakaian basah. Untung kami naik
mobil, sehingga tidak terlalu tersiksa oleh angin.
Nah, karena badan yang nge-drop itu, maka saya enggan
untuk keluar jauh-jauh. Jadi saya memilih sholat di Masjid Al Ikhlas. Di masjid
ini, sholat dilaksanakan 11 raka’at, tiap 2 raka’at salam (kecuali witir, 3
raka’at salam) dengan disertai kultum.
17.
SMK N 2 Pengasih
Hari Senin-Rabu, 14-16 Juli, saya dan teman-teman
lembaga JAN diberikan amanah untuk membersamai pesantren Ramadhan di SMKN 2
Pengasih, Kulon Progo. Otomatis, tarawih malam ketujuh belas dan kedelapan
belas pun saya lalui di sana.
Pada malam ke-17, saya yang berkesempatan menjadi imam
tarawih. Sholat dilaksanakan 11 raka’at, tiap 2 raka’at salam (termasuk witir,
2 raka’at salam dan 1 raka’at salam) tidak disertai kultum karena para peserta
telah mendapatkan materi seharian penuh.
Pada malam ke-18, saya menjadi pengawas para peserta
sehingga saya tidak sempat sholat tarawih berjama’ah, melainkan sholat tarawih
sendiri. Oya, total pesertanya banyak banget, kalau ditotal mungkin lebih dari 600
orang, padahal panitianya cuma sedikit.
18.
Idem
19.
Masjid Nurul Islam Jalan
Kaliurang
Pada malam ke-19 saya tarawih di Masjid Nurul Islam
Jalan Kaliurang km 5,5. Di masjid ini, sholat dilaksanakan 11 raka’at, tiap 2
raka’at salam (kecuali witir, 3 raka’at salam) dengan disertai kultum. Pada
saat itu, kultum diisi oleh Mas Awan Abdullah, yang dulu pernah menjadi peserta
kontes da’i di salah satu TV swasta.
20.
Masjid Kampus UGM (Maskam)
Malam ke-20 saya kembali lagi ke Maskam. Saya sengaja
ke sini karena besok lusa saya akan meninggalkan Jogja (mudik) sehingga sepertinya
ini menjadi kesempatan terakhir saya sholat di Maskam untuk Ramadhan tahun ini.
Sebenarnya saya berharap bisa diimami oleh imam yang biasa, yang qori nasional
itu lho (halah), tapi ternyata saat itu imamnya bukan beliau.
Pemateri kultum malam itu adalah salah satu ustadz
favorit saya, yaitu Ust. Ridwan Hamidi, Lc. Materi yang dibawakan sesuai dengan
momennya, yaitu malam Lailatul Qadr’. Beruntung sekali saya bisa datang ke
Maskam malam itu karena saya jadi lebih terpantik untuk mencari si Laila
(halah).
(bersambung)
#Wisma Pakdhe
0 comments:
Post a Comment