July 18, 2014

Safari Ramadhan #2


Ramadhan telah tiba. Setiap kali tamu agung itu datang, selalu terbayang dua wajah di benak saya. Suka dan duka. Suka karena kebaikan yang berlimpah ada dalam bulan ini. Dan duka karena mengenang peristiwa meninggalnya umi saya.

Well, berbeda dengan Ramadhan tahun lalu dimana saya menghabiskan waktu satu bulan penuh di rumah, Ramadhan tahun ini saya berkesempatan berada di Jogja (lagi).

Melewati Ramadhan di Jogja selalu terasa spesial dan ngangeni (bikin kangen) karena di sini syi’ar Islam benar-benar terasa. Mulai dari kajiannya, imam sholatnya, sampai takjilnya. Bahkan ada beberapa masjid yang menjadi incaran mahasiswa karena menawarkan menu takjil yang sangat spesial. Dan itu gratis, setiap hari!

Selain spesial karena saya berada di Jogja, Ramadhan kali ini juga terasa spesial karena saya mencanangkan program pribadi, yaitu Safari Ramadhan. Saya berkeliling dari masjid ke masjid yang ada di DIY untuk sholat tarawih. Kadang juga i’tikaf sejak sebelum maghrib sampai selesai tarawih (bahasanya agak keren “i’tikaf”, padahal nyari takjil, wkwk). Berikut ini adalah masjid-masjid yang sudah saya kunjungi di 10 malam kedua tarawih:

11.   Masjid Mujahidin UNY
Masjid Mujahidin adalah masjid kampusnya Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Seperti maskam-maskam pada umumnya, jama’ah Masjid Mujahidin juga didominasi oleh mahasiswa. Yang cukup menarik adalah, meskipun kampus UNY cukup besar dan jumlah mahasiswanya banyak, tapi pada malam kesebelas saya tarawih di sana, jama’ah yang hadir tergolong sedikit. Jama’ah putranya hanya sekitar 3 shaf. Hmm…apa karena mahasiswa sudah pada mudik sehingga jama’ah tidak terlalu banyak? Tidak seperti Maskam UGM yang memiliki imam seorang qori level nasional (ciye, nyombongin kampusnya), masjid ini diimami oleh mahasiswa. Di masjid ini, sholat dilaksanakan 11 raka’at, tiap 2 raka’at salam (kecuali witir, 3 raka’at salam) dengan disertai kultum.

12.   Musholla As Salaam Dekat Kost
Selama kost di Wisma Pakdhe, bisa dikatakan sebagian besar saya melaksanakan sholat Jama’ah di Musholla As Salaam ini. Bahkan saya pernah menjadi guru TPA di sini. Meskipun tergolong kecil, tapi saya memilih sering sholat di sini karena pertimbangan rute yang lebih “kooperatif”. Sebenarnya ada masjid Al Ikhlas yang juga dekat dengan kost dan lebih besar, tapi karena rute yang harus ditempuh untuk menuju kesana agak kurang kooperatif, maka saya jarang sholat di sana. Mengapa saya katakan tidak kooperatif? Well, karena untuk menuju Al Ikhlas saya harus melewati rumah-rumah warga yang di sana banyak orang-orang nongkrong  (baik wanita maupun pria) yang menampakkan auratnya.
Nah, saya baru mendatangi musholla ini pada malam kedua belas. Saya memang sengaja menyimpan masjid yang dekat kost untuk situasi mendesak. Seperti saat ini misalnya, saya baru saja menjadi saksi pilpres di Ngaglik. Karena cukup lelah, sehingga saya agak enggan untuk keluar jauh-jauh, makanya saya sholat di tempat yang dekat.
Well, seperti kebanyakan masjid lain, sholat di musholla ini dilaksanakan 11 raka’at, tiap 2 raka’at salam (kecuali witir, 3 raka’at salam) dengan disertai kultum.

13.   Masjid Syuhada Kota Baru
Ini dia masjid cetar lainnya yang ada di Jogja, Masjid Syuhada. Masjid ini terletak di Kota Baru, sebuah wilayah yang dulu dihuni para penjajah Belanda. Masjid ini merupakan “cindera mata” Indonesia untuk Jogja. Jadi, ceritanya dulu Ibukota RI kan pernah ada di Jogja, tapi kemudian dipindahkan lagi ke Jakarta. Nah, untuk mengenang para syahid yang gugur selama masa perang, maka didirikanlah Masjid Syuhada ini.
Saya berkesempatan sholat di masjid ini pada malam ketiga belas. Saya bersama teman kampus saya (Rian) sudah datang sebelum maghrib. Sayangnya tidak ada kajian sebelum berbuka di sini, tapi ada penampilan nasyid entah dari mana, wkwk.

14.   Masjid At Taqwa Minomartani
Masjid At Taqwa Minomartani juga sebenarnya salah satu masjid cetar di Jogja. Masjid ini lumayan besar dengan halaman yang luas. Bahkan masjid ini diresmikan oleh Pak Soeharto. Tapi kedatangan saya ke masjid ini sebenarnya sebuah kecelakaan. Niat awalnya sebenarnya saya ingin ke masjid UIN, tapi berhubung hujan turun dengan derasnya, maka perjanalan saya dan teman saya dibelokkan ke masjid ini.
Di masjid ini, sholat dilaksanakan 11 raka’at, tiap 2 raka’at salam (kecuali witir, 3 raka’at salam) dengan disertai kultum. Saat saya hadir, pemateri kultum adalah dr. Probosuseno. Alhamdulillah dapat materi kesehatan yang sangat bermanfaat.

15.   Rumah Galang (Mabit)
Pada malam kelima belas, saya dan teman-teman mengunjungi rumah teman kami, Galang, yang ada di Wonosari (gile bro, safari Ramadhan gw sampe ke Wonosari, hehe). Kami berangkat dari Jogja sekitar jam 5 sore. Harapannya sebenarnya bisa berangkat jam 4 agar bisa sekalian berbuka di rumah Galang, tapi karena ada beberapa yang telat sehingga baru bisa berangkat jam 5. Akhirnya, kami berbuka di perjalanan. Walaupun demikian, kami sudah disiapkan makanan berbuka oleh orangtua Galang di rumahnya, hehe.
Kami baru melaksanakan sholat tarawih di sepertiga malam terakhir. Karena kami tidur larut malam, sehingga kami bangun agak telat. Sepertinya sholat kami belum sampai 11 raka’at karena kalau disempurnakan 11 raka’at tidak akan cukup waktunya, apalagi kami belum sahur.

16.   Masjid Al Ikhlas Dekat Kost
Seperti yang sudah saya katakan di poin ke-12 di atas, saya menyimpan masjid-masjid dekat kost untuk situasi mendesak. Nah, kali ini saya akhirnya memakai opsi tersebut karena badan saya nge-drop akibat mabit kemarin malam. Saat berangkat mabit itu, kondisi badan sebenarnya memang sudah agak nge-drop. Dan keesokan harinya tambah nge-drop lagi ketika teman-teman menceburkan saya ke pantai, padahal sedang turun hujan (pada pagi hari setelah mabit, kami main ke pantai Indrayanti Gunung Kidul). Celakanya lagi, saya tidak bawa pakaian ganti. Jadilah saya pulang dengan pakaian basah. Untung kami naik mobil, sehingga tidak terlalu tersiksa oleh angin.
Nah, karena badan yang nge-drop itu, maka saya enggan untuk keluar jauh-jauh. Jadi saya memilih sholat di Masjid Al Ikhlas. Di masjid ini, sholat dilaksanakan 11 raka’at, tiap 2 raka’at salam (kecuali witir, 3 raka’at salam) dengan disertai kultum.

17.   SMK N 2 Pengasih
Hari Senin-Rabu, 14-16 Juli, saya dan teman-teman lembaga JAN diberikan amanah untuk membersamai pesantren Ramadhan di SMKN 2 Pengasih, Kulon Progo. Otomatis, tarawih malam ketujuh belas dan kedelapan belas pun saya lalui di sana.
Pada malam ke-17, saya yang berkesempatan menjadi imam tarawih. Sholat dilaksanakan 11 raka’at, tiap 2 raka’at salam (termasuk witir, 2 raka’at salam dan 1 raka’at salam) tidak disertai kultum karena para peserta telah mendapatkan materi seharian penuh.
Pada malam ke-18, saya menjadi pengawas para peserta sehingga saya tidak sempat sholat tarawih berjama’ah, melainkan sholat tarawih sendiri. Oya, total pesertanya banyak banget, kalau ditotal mungkin lebih dari 600 orang, padahal panitianya cuma sedikit.

18.   Idem

19.   Masjid Nurul Islam Jalan Kaliurang
Pada malam ke-19 saya tarawih di Masjid Nurul Islam Jalan Kaliurang km 5,5. Di masjid ini, sholat dilaksanakan 11 raka’at, tiap 2 raka’at salam (kecuali witir, 3 raka’at salam) dengan disertai kultum. Pada saat itu, kultum diisi oleh Mas Awan Abdullah, yang dulu pernah menjadi peserta kontes da’i di salah satu TV swasta.
Masjid Kampus UGM (sumber : republika.co.id)

20.   Masjid Kampus UGM (Maskam)
Malam ke-20 saya kembali lagi ke Maskam. Saya sengaja ke sini karena besok lusa saya akan meninggalkan Jogja (mudik) sehingga sepertinya ini menjadi kesempatan terakhir saya sholat di Maskam untuk Ramadhan tahun ini. Sebenarnya saya berharap bisa diimami oleh imam yang biasa, yang qori nasional itu lho (halah), tapi ternyata saat itu imamnya bukan beliau.
Pemateri kultum malam itu adalah salah satu ustadz favorit saya, yaitu Ust. Ridwan Hamidi, Lc. Materi yang dibawakan sesuai dengan momennya, yaitu malam Lailatul Qadr’. Beruntung sekali saya bisa datang ke Maskam malam itu karena saya jadi lebih terpantik untuk mencari si Laila (halah).

(bersambung)

#Wisma Pakdhe

0 comments:

Post a Comment