Zaman sekarang traveling sepertinya bukan lagi barang mewah. Kondisi ekonomi
yang semakin baik, kemudahan akses (transportasi, tiket, informasi), dan
keberagaman tempat wisata membuat traveler tak sungkan mengeluarkan uangnya.
Kecenderungan itu semakin diperkuat berkat peran media sosial. Banyak orang
berlomba mengunggah foto-fotonya yang sedang berlibur di berbagai tempat wisata
demi mendapat “like” orang lain.
Di satu sisi, traveling baik bagi pertumbuhan pariwisata karena dapat memberikan
dampak positif bagi para pelakunya. Kantong-kantong wisata adalah ladang yang
subur bagi perekonomian masyarakat. Tidak hanya bagi masyarakat sekitar, tapi
juga bagi masyarakat daerah lain yang ikut bermain di bisnis wisata tersebut.
Seperti bisnis cindera mata yang seringkali dipasok oleh produsen luar daerah.
Akan tetapi di sisi lain traveling juga membuat seseorang menjadi boros.
Bahkan sebuah survei dari Rumah123 memprediksi 95% kaum milenial terancam jadi
'gelandangan' di 2020 karena ketidakmampuan membeli properti akibat gaya hidup
boros, salah satunya hobi traveling (berita disini). Kalau sudah seperti ini,
rasanya kecintaan pada traveling harus dipikir ulang. Kita tentu tidak mau
menjadi gelandangan karena menuruti nafsu yang tidak ada habisnya.
Bahkan kalau mau dicermati lebih jauh, sebenarnya keharusan membatasi hobi
traveling bukan perkara hitung-hitungan materi semata, tapi juga ada alasan teologis
dibaliknya. Sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu Qayim Al-Jauziyah dalam kitabnya
Zaadul Ma’ad berikut ini:
كانت أسفاره صلى الله عليه وسلم دائرةً بين أربعة
أسفار: سفره لهجرته، وسفره للجهاد وهو أكثرها، وسفره للعمرة، وسفره للحج.
(Safarnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam meliputi empat perkara: untuk hijrah, untuk jihad dan ini yang
paling banyak, untuk umroh serta untuk haji).
Ini menarik. Dalam penjelasan ini kita dapat melihat bagaimana Rasulullah
sangat hati-hati memanfaatkan waktunya. Sehingga safarnya pun tidak dilakukan kecuali
untuk ibadah, bukan untuk urusan yang remeh temeh seperti menghilangkan penat,
mencari suasana baru atau sekedar mengusir kebosanan.
Sebagai umat yang mengaku mencintai Rasulullah, maka sudah sepantasnya
kita mengikuti sunnah-sunnah beliau. Memang ini berat. Saya pribadi, sebagai
orang yang suka traveling, sangat sulit jika diminta untuk tidak bepergian
kecuali untuk empat hal di atas. Akan tetapi saya rasa hal itu dapat dimulai
dengan mengurangi nafsu untuk traveling (yang cenderung mengarah kepada
pemborosan). Jikapun sudah kebelet ingin traveling, sebisa mungkin perjalanan
itu diniatkan untuk ibadah dan tidak bepergian ke tempat-tempat maksiat. Allahu
‘alam.
#Riyadh
المرجع:
الجوزية،
ابن قيم. (٢٠١٤). زاد المعاد في هدي خير العباد. دمشق: مؤسسة الرسالة ناشرون.
0 comments:
Post a Comment