Pendapat para ulama tentang makna qalbu
terfragmentasi menjadi dua. Pertama, qalbu diterjemahkan sebagai jantung, yaitu
organ manusia yang berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh. Penafsiran ini
tentu tidak keliru mengingat fungsi vital jantung bagi tubuh manusia senafas
dengan peran qalbu seperti yang digambarkan Rasulullah dalam haditsnya.
Pada dunia kedokteran jantung
bahkan dijadikan rujukan status hidup dan matinya seseorang. Berhentinya detak jantung adalah dalil bagi
dokter untuk memvonis bahwa pasien telah mati klinis. Jika ada alat rekam
denyut jantung yang dipasang di tubuh pasien, maka monitor akan menampilkan kurva
yang datar dan tidak lagi berdetak.
Akan tetapi selain makna jasad, di sisi lain ada juga yang memaknai
qalbu sebagai hati (bukan liver dalam istilah kedokteran). Kalau pada tafsiran
pertama terkandung unsur perangkat keras (hardware), maka unsur
perangkat lunak (software) melekat pada tafsiran kedua ini.
Qalbu yang dimaknai sebagai hati
merupakan wadah bagi beragam
sifat (trait), perasaan (affect), perilaku (behavior), dan
keyakinan (belief) manusia,
yang mana kesemuanya itu merupakan konstruk psikologi modern. Laksana raja,
qalbu berkuasa untuk mengatur semua perubahan kondisi (state) tersebut. Maka tidak heran dalam
hidupnya manusia akan menghadapi tukar guling senang dan sedih, tenang dan gelisah, sayang dan jengkel, bahkan
beriman dan kafir.
Apa Sebab Inkonsistensi Qalbu?
Ambivalensi qalbu dalam kehidupan
manusia menaruh kesan inkonsisten. Padahal jika boleh memilih, manusia akan
selalu memilih kesenangan sebagaimana teori Pleasure Principle yang diargumentasikan
oleh Sigmund Freud, seorang pencetus aliran psikoanalisis.
Pada hakikatnya qalbu memang memiliki sifat
natural untuk selalu aktif berbolak-balik. Dinamai sebagai qalbu karena memang
dia seakar dengan kata mutaqallib yang bermakna selalu berubah atau
tidak stabil. Merujuk pada sifat ini pula, Rasulullah saw mengajarkan doa
kepada kita:
يَا
مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
Terjemah dari doa tersebut kurang lebih adalah:
Wahai Dzat yang membolak-balik hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu.
Dalam doa tersebut kita meminta kepada Allah
untuk menetapkan hati kita hanya pada agama-Nya. Kata perintah (fi’il amr)
yang digunakan Rasulullah saw adalah tsabit yang kemudian diterjemahkan
menjadi tetapkanlah.
Tsabit sendiri berasal dari kata tsabat yang
berarti kestabilan. Dalam paradigma ilmu nafs, tsabat lebih
dikenal sebagai reliabilitas atau keajegan. Suatu alat ukur misalnya, dapat dikatakan
reliabel (ajeg) jika terdapat hasil pengukuran yang relatif konsisten dari satu
pengukuruan ke pengukuran berikutnya.
Sebagai contoh, saya memiliki satu alat timbang.
Hari pertama saya menimbang berat badan saya 60 kg. Lalu dengan mengontrol
variabel lain, pada hari kedua, ketiga, dan keempat saya timbang lagi berat
badan saya dan hasilnya berturut-turut adalah 59 kg, 60 kg, dan 59,5 kg. Dengan
hasil ini maka saya dapat menyimpulkan bahwa alat timbang tersebut reliabel
karena menunjukkan hasil pengukuran yang relatif konsisten dari waktu ke waktu.
Akan tetapi, reliabilitas saja rupanya tidak
cukup karena itu tidak menjamin validitas. Artinya, sesuatu yang konsisten
belum tentu benar. Dalam contoh di atas misalnya, walaupun memiliki konsistensi
yang baik, tapi rupanya alat timbang itu gagal memenuhi standar validitas
karena berat badan saya sesungguhnya adalah 70 kg, sebagai contoh. Maka ada
selisih sekitar 10 kg di setiap pengukuran yang dilakukan.
Di dunia ini ada begitu banyak orang yang
konsisten dalam mengoperasionalkan sifat (trait), perasaan (affect),
perilaku (behavior), dan keyakinan (belief) mereka. Akan tetapi, banyak yang tidak
menyadari bahwa sesungguhnya mereka konsisten pada hal yang salah. Atau mungkin
mereka sengaja untuk konsisten
dalam kesalahan.
Dengan memahami ini, kita akan menyadari betapa
pentingnya meminta konsistensi di atas qalbu yang selalu bergolak. Dan doa yang Rasulullah
ajarkan begitu jelas dan presisi karena tidak hanya meminta konsistensi, tapi
juga menempatkan konsistensi itu pada tempat yang haq, yaitu di atas agama
Allah.
#Asrama 27 Mahasiswa KSU
halo kak. saya tertarik pemahaman2 ttg psikologi islam. boleh kenalan dan berdiskusi?
ReplyDelete