December 26, 2018

Nak, Tahukah Kamu?

Nak, tahukah kamu, di saat ibumu mengandungmu, ayah tidak ada di sampingnya. Sendirian dia lalui fase-fase sulit. Ibumu sering bercerita tentang keluhan-keluhannya. Tentang muntah, begah, lelah, sulit tidur, rusuk sakit, dan keluhan lain yang mungkin tidak sempat diutarakan.

Mendengar itu semua sebenarnya ayah tidak tega. Ingin rasanya segera pulang menemui ibumu. Walaupun hal itu belum tentu dapat menghilangkan keluhannya, tapi setidaknya ayah bisa hadir membersamai ibumu melalui fase-fase sulit itu.

Tetapi sayangnya jarak yang memisahkan ayah dan ibumu bukan hanya sepelemparan batu, melainkan ribuan kilometer jauhnya. Harus melalui padang gurun hingga bentangan samudra yang luas. Kami memang sedang menjalani episode yang disebut LDR oleh anak muda. Kami pun tidak mau seperti ini, tapi takdir menggiring kami untuk melalui episode ini. Pada saatnya episode ini berakhir, Insya Allah kita dapat berkumpul bersama.

(sumber: bisnis.com)
Pada akhirnya Nak, ayah hanya bisa mendengar curahan hati ibumu. Menghiburnya melalui kata. Memanjakannya lewat canda. Dan membersamainya dengan doa. Pinta ayah: semoga kamu dan ibumu selalu dalam lindungan-Nya.

Nak, tahukah kamu, ibumu itu seorang petarung. Dia bertarung menyelesaikan segala urusannya sendiri. Entah itu urusan kontrol kehamilan, kontrakan, bahkan pindahan. Di saat ibu-ibu lain ditemani suaminya untuk kontrol kehamilan, ibumu tidak. Ketika ibu-ibu lain dibersamai suaminya mencari kontrakan, ibumu tidak. Hebatnya lagi, urusan-urusan itu dikerjakannya tanpa mengeluh. Memang tangguh sekali ibumu. Ayah jadi tidak sabar untuk melihat bagaimana tangguhnya anak-anak yang dilahirkan olehnya.

Tetapi Nak, ketangguhanmu harus selalu kau selimuti dengan iman karena tanpa iman tangguhmu akan menyengsarakan orang lain. Musa dan Fir’aun sama-sama tangguh, tapi berbeda dalam pemanfaatannya. Fir’aun menggunakan ketangguhannya untuk mendzholimi, sedangkan Musa untuk melawan kedzholiman itu. Dua-duanya abadi dan dikenang dalam peradaban manusia, tapi dengan martabat yang berbeda.

Kembali ke ibumu, pesan ayah: jangan kamu menyusahkan ibumu. Dia sudah sangat kepayahan mengandungmu. Jangan kau buat dia payah lagi karena perangaimu. Bahagiakan dia dengan akhlakmu yang indah. Mungkin itu sebaik-baik balasan.

*Tulisan di atas adalah contoh surat seorang bapak kepada anaknya.
Note: saya belum punya anak

#Asrama 27 Mahasiswa KSU

0 comments:

Post a Comment