Banyak mahasiswa menganggap
skripsi sebagai momok. Hal itu
tidak saya pungkiri karena saya adalah salah satunya. Dulu saya sempat
stres waktu mengerjakan skripsi. Permasalahan dengan dosen pembimbing, urusan pribadi yang juga lagi ruwet,
ditambah kondisi
finansial yang sedang semrawut
benar-benar menekan saya. Murung, kehilangan gairah hidup, dan mulai menarik
diri dari lingkungan. Apa yang saya rasakan persis seperti gejala depresi yang
pernah saya pelajari di kampus.
Melihat kondisi yang cenderung
destruktif tersebut,
saya berusaha mencari solusi agar tidak tenggelam semakin dalam. Saya kemudian
menemukan satu kegiatan yang membuat saya gembira dan sedikit melupakan
kemurungan skripsi, yaitu main bola bareng anak-anak TPA. Ya, saya dulu pernah
mengajar TPA dan mereka sering mengajak saya main bola. Saya sendiri memang
hobi main bola, juga hobi main sama anak-anak.
Kami biasanya main bola di
lapangan Grha Sabha Pramana (GSP UGM) tiap sore, ketika tidak ada jadwal
mengaji. Jujur, ketika bermain saya benar-benar merasa gembira. Saya melupakan
kemurungan dan kesedihan saya terkait skripsi. Tetapi kegembiraan itu seketika
lenyap begitu saya kembali ke kamar kost. Lagi-lagi saya diliputi kesedihan dan
ketidakberdayaan.
Saya sendiri paham bahwa main bola
itu hanya pelarian saya dari kewajiban yang belum usai. Tetapi saya benar-benar
tidak menyangka efek psikologis dari pelarian itu sebegitu kontrasnya. Saya
seperti terjerembab ketika
berpindah dari kondisi yang menyenangkan (main bola) ke realita. Kesenangan
yang saya rasakan saat itu ternyata semu. Sangat menipu. “Permainan bola”
menipu saya dengan kesenangan dan melalaikan saya dari realita.
***
Apakah kamu pernah mengalami kondisi seperti itu?
Menghindari suatu beban dan mencari penggantinya yang lebih disukai hati. Saya
kira kita semua pernah mengalaminya dan bahkan saat ini kita sedang dihadapkan
pada momen tersebut. Perhatikan firman Allah berikut ini :
كل نفس ذآئقة الموت وإنما توفون أجوركم يوم القيامة
فمن زحزح عن النار وأدخل الجنة فقد فاز وما الحياة الدنيا إلا متاع الغرور (آل
عمران : ١٨٥)
Artinya : “Tiap-tiap yang
berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah
disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke
dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain
hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”
Allah menjadikan kehidupan dunia
ini sebagai kesenangan yang menipu. Seperti ilustrasi permainan bola yang saya
ceritakan di atas, ada saatnya kita juga akan meninggalkan kesenangan itu,
kembali ke muasal kita, yaitu tempat kita menjalani hidup yang sebenarnya.
Sebagai makhluk langit (yes, we are), kita
meyakini bahwa kehidupan yang sebenarnya adalah akhirat, bukan dunia. Dunia
tidak pantas menjadi tujuan manusia karena dalam sifatnya yang fana terkandung
benih-benih kekecewaan bagi yang mengobsesikannya. Dunia tidak lain hanyalah
tempat singgah mencari bekal untuk kehidupan akhirat yang kekal.
Masalahnya kadang (atau bahkan banyak) orang
lupa bahwa mereka akan kembali ke realita karena tertipu oleh kesenangan dunia
yang memperdaya tadi, sehingga ketika kembali ke realita (menghadap Rabb-nya) mereka
akan menemui diri mereka dalam keadaan murung seraya berkata : “ya laytani
kuntu turoba.” Seandainya aku jadi tanah saja. Na’udzubillahi min
dzalik. Semoga kita bukan bagian dari kelompok tersebut.
#Asrama 27 King Saud University
0 comments:
Post a Comment