Belakangan ini saya sedang hobi
ke perpus. Bukan karena rajin, tetapi lebih karena ingin menghindari udara
dingin di kamar. Kebetulan di kampus saya ada perpustakaan besar dan homy,
King Salman Central Library namanya. Terdiri dari enam lantai yang tiap lantainya
kurang lebih setara dengan ukuran lapangan bola. Gak heran kalau menurut
pengakuannya, perpustakaan ini adalah yang terbesar di Timur Tengah.
Akan tetapi saya bukan sedang
ingin membicarakan perpus itu. Ada hal yang menurut saya lebih menarik untuk
dituliskan, yaitu tentang perilaku seorang pengunjung perpus yang seringkali
saya temui. Maklumlah, mahasiswa psikologi, matanya lebih tergoda mengamati
gerak gerik manusia.
Si pengunjung ini, sebutlah
namanya Mahmud, seringkali mencari posisi yang kurang lebih sama dengan tempat
saya. Yah, hanya beda dua atau tiga meja saja kira-kira. Padahal ada banyak
sekali sudut di perpus yang bisa dijadikan tempat mangkal. Masa iya
sih dari “enam lapangan bola”, gak ada satu sudutpun yang menarik?
Saya sendiri lebih tertarik di
sudut itu karena di sana tidak banyak orang. Walaupun ada banyak meja, tapi
biasanya cuma saya dan Mahmud yang mangkal. Kadang ada orang lain juga, tetapi
mereka umumnya cuma pengunjung singgahan. Tidak seperti saya dan Mahmud yang
meng-kavling tempat dalam waktu yang
lama.
Saya pribadi sebenarnya tidak
masalah kalau Mahmud mau duduk di sudut itu. Ya iyalah, emangnya itu perpus
punya nenek moyang gue, bisa ngatur seenaknya? Tapi masalahnya ada satu
perilakunya yang bikin saya sungkan. Mahmud begitu baik, saking baiknya setiap
kali datang dia pasti memberi saya snack pengganjal perut macam Snickers atau
Kit Kat. Yah, sebagai manusia yang mengalir di tubuhnya darah NKRI (baca:
Indonesia banget), saya jadi gak enak hati dong. Masa saya disumbang
terus, emangnya saya masjid?
Kalau sungkan, kenapa gak cari
tempat lain aja?
Itulah dia. Saya malas
mengeksplorasi sudut lain karena di sudut ini saya sering dapat rejeki
sudah terlanjur pewe. Jujur. Kalian taulah gimana rasanya kalau buang
air di tempat lain selain di rumah, kurang nyaman kan? Nah begitulah kira-kira,
sudut ini sudah seperti rumah bagi saya, tapi bukan untuk buang air, melainkan
untuk mencari kehangatan.
Sebagai orang Indonesia yang
menghayati sila kelima, awalnya saya berpikir tidak adil rasanya kalau tidak membalas
perbuatannya. Tapi setelah saya renungkan lagi, sila kelima kan berbunyi:
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, sedangkan Mahmud orang Saudi.
Jadi, gak usahlah saya balas perbuatannya.
#Ditulis di Perpus Pusat Malik
Salman
0 comments:
Post a Comment