Kalau hari keempat sangat
berkesan karena kekonyolannya, maka hari keenam sampai kedelapan bagi saya
berkesan karena kualitas content-nya. Bisa dibilang ekspedisi saya ke
Sinai merupakan petualangan yang paling berkelas selama saya di Mesir. Selama
tiga hari dua malam itu saya disuguhkan pengalaman yang menakjubkan. Sebuah pengalaman
yang bisa dibilang komplit karena memuaskan saya dari segi badaniyah maupun
ruhiyah.
Pada hari keenam sampai kedelapan
itu saya ikut rombongan teman-teman Malaysia ke Sinai dan Dahab. Sebenarnya
keikutsertaan saya itu semata untung-untungan karena saya mendaftar di
detik-detik terakhir keberangkatan. Bahkan sebenarnya Sinai tidak masuk dalam list
itinerary saya. Yah, walaupun saya tau Sinai sangat recommended
untuk dikunjungi, tapi saya juga paham bahwa untuk kesana tidak mudah. Makanya
ketika menyusun itinerary, saya prioritaskan Alexandria yang cenderung
lebih gampang diakses.
Akan tetapi rencana berubah malam
sebelum keberangkatan ke Alexandria. Saat itu Zaki memberi tahu saya bahwa ada
rombongan kawan-kawan Selangor yang berangkat ke Sinai. Demi mendengar kabar
tersebut, telinga saya langsung berdiri walau anggota tubuh lain sudah tidak
bisa diajak kompromi akibat sakit dan lelah berkuda (masih aja diomongin itu
kuda). Zaki akhirnya langsung mengontak panitianya dan menanyakan apakah
saya bisa ikut atau tidak. Segala puji bagi Allah, ada seat yang masih available
dan saya boleh ikut. Sinai I’m coming!!!
Biaya perjalanan ke Sinai 420 EGP
per orang (setara Rp 294 ribu, kurs 1 EGP = Rp 700). Menurut saya biaya segitu
termasuk murah karena sudah include transportasi, makan, hotel, snack,
serta retribusi tempat wisata. Apalagi dalam perjalanan itu juga ada guide dari
panitia yang menjelaskan tempat-tempat yang kami kunjungi. Yah, meski dengan
bahasa Melayu, tapi masih lebih baik lah daripada bahasa ‘amiyah Mesir
:p
Kami dijadwalkan berangkat ke
Sinai dari asrama mahasiswa Selangor di Hay Asyir pukul tiga dini hari. Kalau
dilihat waktunya, jam segitu masih pagi buta.
Kalau tidak dilihat pun masih tetap pagi buta. Ya namanya juga jam tiga
dini hari. Mereka beralasan dengan berangkat sepagi itu kita akan dapat
mengunjungi lebih banyak situs. Baiklah Malaysia, kini Indonesia menurut
saja apa katamu.
Mengingat jarak kontrakan kami di
Bab Al-Futuh cukup jauh dari Hay Asyir, serta menimbang keamanan dan
keselamatan, maka kami menginap di sekretariat Keluarga Mahasiswa alumni
Madrasah Aliyahnya Zaki di Hay Asyir. Oya, Zaki sendiri tidak ikut ke Sinai karena
dia mau pulang ke Indonesia minggu depan. Jadi ada beberapa hal yang harus
dipersiapkan. Alhasil, saya berangkat ke Sinai sendirian.
Mengingat tingkat kriminalitas di
Hay Asyir saat itu sedang tinggi, maka Zaki dan temannya di sekre dengan baik
hati mendampingi saya ke asrama Selangor dini hari itu. Saya melihat mereka
saat itu membekali diri dengan “senjata” yang lumayan ekstrem. Mendapati hal
demikian, saya jadi paham bahwa kriminalitas di sini tidak bisa dianggap remeh.
Teman saya yang biasanya ramah, waktu itu membawa pisau dan temannya yang lain
membawa tongkat besi (seperti linggis). Adapun saya hanya membawa pensil 2B,
selayaknya orang akan menghadapi ujian.
Daerah Hay Asyir memang cenderung
gelap. Kegelapan itu sering dimanfaatkan oleh orang-orang jahat untuk berbuat kriminal.
Yang bikin serem, pelaku kriminal itu tidak segan-segan melukai korbannya. Yang
dilukai tentu saja bukan hati, melainkan fisik. Kamu harus catat itu. Bahkan
Zaki bilang jam 22.00 tadi ada mahasiswa Indonesia yang dirampok di tengah
jalan. Untung perampoknya bisa ditangkap dan mahasiswanya selamat.
Alhamdulillah perjalanan kami ke
asrama Selangor juga diberi keselamatan. Ketika kami tiba, para peserta rihlah
sudah mulai memasuki bis. Setelah lapor ke panitia dan membayar administrasinya
dengan uang yang bukan Ringgit, juga bukan Rupiah, saya pun masuk ke dalam bis
dan dua teman saya kembali ke sekretariat. Tinggallah saya diantara kawanan
Malaysia. Indonesia dirubung Malaysia saudara-saudara. Tidakkah kalian takut
kalau saya nanti diklaim sebagai warga negara mereka?
Saat itu saya duduk sendiri di
kursi. Ya iyalah, masa pangku-pangkuan. Maksud saya, meski ada dua
kursi, tapi cuma saya yang menempati. Duduk sendirian ini ada positif dan
negatifnya. Positifnya space untuk kita jadi lebih luas. Negatifnya space
untuk orang lain jadi lebih sempit, wkwk. Saya mengira mungkin mereka segan
duduk di sebelah saya karena mungkin saat itu cuma saya yang mereka tidak
kenal. Makhluk antah berantah dari Riyadh yang menyelinap dalam ikatan keluarga
mahasiswa Selangor. Hidup Selangor!!!
Hari pertama ekspedisi Sinai
dihabiskan untuk mengunjungi Terusan Suez, camp pertahanan Israel, mata air
Nabi Musa, Maqom Nabi Sholih dan Nabi Harun, Golden Calf dan Wadi Arba’in.
Berikut penjabarannya.
Terusan Suez
Terusan Suez sebenarnya salah satu destinasi yang ada
dalam itinerary saya. Saya ingin sekali datang ke tempat ini karena nama
terusan ini sering sekali muncul di buku pelajaran sekolah. Saya bahkan masih
ingat nama arsiteknya, yaitu Ferdinand de Lesseps, karena dulu dia pernah
keluar di ujian SD. Di Google Maps saya lihat jarak Terusan Suez dari Kairo
tidak terlalu jauh. Bisa ditempuh dalam dua jam dengan mengendarai mobil. Tapi
saat itu rasanya lebih dari tiga jam kami baru sampai di sana. Ternyata jauh
juga.
Well, sebenarnya kami tidak secara saklek
singgah di sana. Kami hanya melewati terowongannya saja (biasa disebut
terowongan Ahmad Hamdi). Terowongan ini dibangun tepat di bawah Terusan Suez
dan merupakan penghubung antara Benua Afrika (Mesir) dan Asia (Semenanjung
Sinai). Jadi ketika melintasi terowongan itu, kita sama saja sedang berada di
bawah Suez dan sedang menyeberang ke Benua Asia. (Catatan : Semenanjung Sinai
dulunya masuk dalam wilayah Israel, sebelum akhirnya direbut oleh Mesir).
Ketika saya tanya salah seorang panitia, mengapa kita tidak mampir ke Terusan
Suez, dia bilang tempat itu tertutup untuk umum karena merupakan pelabuhan yang
sangat penting. Jadi tidak sembarang orang bisa masuk ke sana. Betul betul
betul.
![]() |
Terusan Suez (sumber : Google) |
Camp Pertahanan Israel
Kami tiba di camp ini pukul tujuh pagi. Jam segitu
sebenarnya sangat nikmat untuk ngopi, apalagi udara saat itu juga sangat
dingin, tapi mengapa saat itu saya tidak ngopi ya? Oh iya, kan saya lagi plesir.
By the way camp ini dulunya dipakai tentara Israel untuk mempertahankan
Semenanjung Sinai dari serbuan musuh. Katanya sih aman, tapi saya yakin tempat
itu tidak aman dari serbuan nyamuk.
Entah di tahun berapa (silahkan buka Google) Mesir berhasil
merebut camp tersebut. Sekarang camp ini jadi destinasi wisata. Meski jadi
tempat rekreasi, tempat ini bukanlah tempat yang lazim karena banyak tentara
yang berjaga. Pemandu kami di camp tersebut juga seorang tentara. Sebenarnya
ada banyak hal yang diterangkan beliau, tapi karena bahasa yang dipakai adalah ‘amiyah,
mungkin hanya 10% saja yang saya pahami. Beruntung ada guide dari
Selangor yang membantu kami menerjemahkannya. Hidup Selangor!
![]() |
Camp pertahanan Israel (sumber : dokumentasi pribadi) |
Mata Air Nabi Musa
Selesai menelusuri camp Israel, bis kami bergerak
menuju ‘Uyun Musa (Mata Air Nabi Musa). Asal kamu tau, bis itu tidak bergerak
sendiri, melainkan ada supir yang mengendarai, yaitu orang Mesir asli. Tidak
perlu saya beri tau namanya siapa, karena saya juga tidak tau. Jarak dari camp
Israel menuju ‘Uyun Musa tidak terlalu jauh. Hanya dalam waktu kurang dari 20
menit kami sudah sampai di sana. Lokasi Uyun Musa berbatasan langsung dengan Terusan
Suez.
Ingatkah kamu tentang kisah ‘Uyun Musa? Bagus kalau
ingat. Ini saya tuliskan ayatnya di bawah.
وإذ استسقى موسى
لقومه فقلنا اضرب بعصاك الحجر فانفجرت منه اثنتا عشرة عينا قد علم كل أناس مشربهم كلوا
واشربوا من رزق الله ولا تعثوا في الأرض مفسدين
“Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk
kaumnya, lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu".
Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah
mengetahui tempat minumnya (masing-masing) Makan dan minumlah rezeki (yang
diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat
kerusakan.” (Q.S Al-Baqarah : 60)
Ya, jadi situs ini diyakini sebagai tempat dimana Nabi
Musa memukulkan tongkatnya untuk memberi minum kaumnya. Ada dua belas titik
mata air, tapi saat itu yang dapat kami temui hanya beberapa saja. Sebenarnya
ada dua pendapat yang berlainan tentang lokasi ‘Uyun Musa. Pendapat pertama mengatakan
lokasinya di sini. Sedangkan pendapat kedua bilang ‘Uyun Musa ada di Wadi Arba'in.
Entah yang mana yang benar.
![]() |
'Uyun Musa (mata air Nabi Musa) (sumber : dokumentasi pribadi) |
Maqam Nabi Shalih
Beranjak dari ‘Uyun Musa, kami menuju ke Maqam Nabi
Shalih. Maqam ini, dan situs-situs yang kami kunjungi setelahnya berada di kota
Saint Catherine, masih di Semenanjung Sinai juga. Jadi, Sinai itu merupakan
nama provinsi yang terbagi menjadi dua, yaitu Provinsi Sinai Utara dan Provinsi
Sinai Selatan. Situs-situs yang kami kunjungi semuanya berada di Sinai Selatan.
![]() |
Maqam Nabi Shalih (bangunan di belakang warna putih) (sumber : dokumentasi pribadi) |
By the way masih ingatkah kamu dengan kisah
Nabi Shalih? Beliau adalah salah satu dari empat nabi yang berasal dari bangsa Arab.
Ketiga nabi lainnya adalah Nabi Syu’aib, Nabi Hud, dan Nabi Muhammad. Nabi
Shalih terkenal dengan kisah untanya. Unta yang keluar dari batu itu merupakan
muukjizat Nabi Shalih yang didustakan oleh kaumnya sehingga mereka diazab oleh
Allah. Kota Nabi Shalih diyakini berada di Mada’in Shalih yang letaknya berada
di utara Madinah, Arab Saudi.
![]() |
Makam yang katanya adalah Nabi Shalih, allahua'lam (sumber : dokumentasi pribadi) |
Banyak orang meyakini bahwa Maqam Nabi Shalih ini
adalah tempat dimakamkannya Nabi Shalih, tapi saya sendiri meragukan. Karena
maqam (مقام) dalam Bahasa Arab artinya tempat berdiri, bukan makam.
Sama seperti Maqam Ibrahim yang ada di Ka’bah. Para ulama sepakat bahwa itu bukanlah
tempat dimakamkannya Nabi Ibrahim, melainkan tempat berdirinya beliau ketika
membangun Ka’bah. Akan tetapi Maqam Nabi Shalih yang kami kunjungi itu bentuknya
memang pemakaman. Ada banyak sekali makam di sana. Di antara makam-makam itu,
ada satu makam yang terjaga dan dibangun bangunan di atasnya. Di tempat itulah
diyakini Nabi Shalih dimakamkan. Menurut kisah, Nabi Shalih dan orang-orang
yang beriman memang hijrah ke tempat lain sebelum kaumnya ditimpa azab.
Mungkinkah beliau hijrah sampai ke Sinai lalu wafat di situ? Wallahua’lam.
![]() |
Pemakaman di sekitar Maqam Nabi Shalih (sumber : dokumentasi pribadi) |
Maqam Nabi Harun dan Golden
Calf
Lokasi maqam Nabi Harun tidak terlalu jauh dari Maqam
Nabi Shalih. Mungkin sekitar sepuluh menit bis kami sudah sampai di lokasi ini.
Sebagaimana saya ragu tentang pemakaman Nabi Shalih, saya juga menyangsikan bahwa
situs yang kami kunjungi setelahnya adalah tempat dikebumikannya Nabi Harun.
Karena lagi-lagi kata yang tertulis di papan penunjuk adalah maqam (مقام). Kalau yang dimaksud maqam di sini adalah tempat tinggal,
mungkin itu lebih masuk akal. Karena daerah ini memang wilayah dakwahnya Nabi
Musa, yang menjadi partner dakwah Nabi Harun.
Akan tetapi,
lagi-lagi saya melihat banyak makam di daerah ini. Sehingga seolah-olah daerah
itu memang khusus pemakaman. Seperti halnya Nabi Shalih yang diperbagus makamnya,
di situs ini juga ada makam yang diyakini sebagai makam Nabi Harun, yang
diperbagus bentuknya.
Masih di
lokasi yang sama, di sana terdapat Golden Calf, yaitu patung anak sapi yang dibuat
oleh Samiri untuk disembah oleh Bani Israil. Anehnya, situs yang disebut Golden
Calf ini wujudnya tidak seperti yang saya bayangkan. Patung tersebut terbuat
dari salah satu bagian gunung yang dipahat menyerupai sapi. Tidak seperti patung
yang lazim kita lihat zaman sekarang. Wallahua’lam apakah itu memang
patung yang dibuat Samiri atau bukan. Tapi kalau melihat posisinya yang berada
di ketinggian rasanya jadi masuk akal kalau patung ini adalah sesembahan karena
dengan posisi itu, patung tersebut jadi sangat strategis untuk disembah.
![]() |
Golden Calf, patung sapi yang diyakini buatan Samiri (sumber : dokumentasi pribadi) |
Wadi Arba’in
Wadi dalam Bahasa Arab berarti lembah. Situs ini
diyakini sebagai tempat disesatkannya Bani Israil selama 40 tahun karena keengganannya
menuruti perintah Allah untuk masuk ke Bumi Palestina. Selama kurun waktu
tersebut, mereka berputar-putar di lembah ini tanpa tahu jalan keluar. Di sini
pula terdapat ‘Uyun Musa versi kedua seperti yang saya singgung di atas. Kalau
dilihat dari bentuknya, ‘Uyun Musa versi kedua inilah yang paling masuk akal
karena bentuknya yang terbuat dari batu yang bercelah-celah. Sangat mirip
dengan deskripsi Al-Qur’an.
![]() |
12 mata air Nabi Musa (sumber : dokumentasi pribadi) |
Untuk sampai ke lokasi ‘Uyun Musa dibutuhkan waktu
kurang lebih 45 menit berjalan kaki menyusuri lembah dari tempat parkir bis. Cukup
jauh memang. Tapi saya rasa sangat senilai dengan pemandangan yang kami dapati
selama di perjalanan. Dalam perjalanan menyusuri lembah itu, sepanjang mata
memandang hanya terlihat gunung batu kecoklatan dipadu dengan langit biru yang bersih
benderang tanpa awan. Sangat indah!
![]() |
Jalan menuju Wadi 'Arbain (sumber : dokumentasi pribadi) |
Adapun Wadi Arba'in letaknya lebih jauh lagi dari ‘Uyun
Musa. Kata guide, kami masih harus berjalan 30 menit lagi untuk sampai
ke sana. Mengingat saat itu senja sudah tiba, maka kami langsung balik kanan
menuju bis. Kasian banget Si Senja ditinggal balik. Toh guide bilang Wadi Arba'in
sama saja seperti lembah-lembah yang kami lalui dalam perjalanan.
![]() |
Jalan menuju Wadi 'Arbain (sumber : dokumentasi pribadi) |
Setelah menjamak takhir sholat
zuhur dan ashar di masjid terdekat, kami langsung menuju hotel untuk check in.
Tiba di hotel bertepatan dengan adzan maghrib. Kami masih memiliki waktu
sekitar enam jam untuk istirahat sebelum agenda utama dilaksanakan, yaitu
mendaki Sinai. Yes!
#Asrama Mahasiswa KSU
0 comments:
Post a Comment