Sebelum berangkat ke Saudi, Abang* saya berpesan seperti ini:
“Selamat hijrah, Jar. Bab Niat
(Hadits) Arbain diulang-ulang. Abang minta maaf kalau ada salah, belum tau
kapan bisa ketemu lagi. Tidak perlu diingat-ingat Indonesia karena semua itu
sama saja. Selamat jalan. Semoga usia berkah”
Membaca pesan itu membuat saya mbrebes
mili karena pertama, saya lagi-lagi harus berpisah dengan orang-orang yang
saya cintai, termasuk beliau, dan saya tidak tau kapan bisa bertemu lagi dengan
mereka. Kedua, ketika jiwa ini sudah sangat menyatu dengan Jogja, saya harus
meninggalkan kenyamanan itu. Beralih ke negeri lain dan beradaptasi lagi dengan
lingkungan yang baru. Yah, inilah hidup. Harus dijalani meski berat.
Tapi bukan permasalahan berat-ringat
hidup yang ingin saya bahas dalam tulisan ini. Saya ingin mengulas nasihat Abang
saya untuk mengulang-ulang Hadits Arbain pada Bab Niat. Berikut saya tampilkan
haditsnya:
عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن
الخطاب رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول " إنما
الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما نوى ,
فمن
كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله , ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها
و امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه " متفق عليه
Dari Amirul Mukminin
Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu 'anhu, ia berkata : “Aku mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung
niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa
yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan
Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu karena kesenangan dunia atau karena
seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang
ditujunya”. (HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits)
Abang saya meminta saya untuk selalu
mengingat apa tujuan utama saya berhijrah. Untuk Allah dan Rasul-Nya, untuk dunia,
atau untuk wanita? Mengingat saya dan beliau sepemikiran, maka sudah pasti
maksud beliau adalah agar saya selalu ingat bahwa tujuan utama hijrah ini
adalah untuk Allah dan Rasul-Nya.
Beliau paham betul bahwa di tanah hijrah akan ada banyak godaan yang dapat menggelincirkan niat karena beliau sendiri anak perantauan. Dan pemahaman beliau memang tidak keliru. Saya mendapati tanah hijrah ini banyak sekali godaan, terutama dalam bentuk materi. Disini seolah-olah pintu dunia dibuka lebar. Kesempatan yang luas itu tidak jarang pada akhirnya mengubah orientasi seseorang dari yang semula ingin belajar, berubah menjadi pencari dinar.
Perubahan orientasi itu memang
tidak berlangsung serta merta. Meski ada juga yang begitu, tapi umumnya
perubahan itu berlangsung perlahan. Senyap sekali. Awal mulanya mungkin hanya
coba-coba. Atau tergiur melihat nominal. Atau bisa jadi karena saat itu memang sedang
didesak kebutuhan. Tapi alasan-alasan yang mulanya remeh itu perlahan mendominasi.
Menggeser apa yang menjadi pokok. Menumbangkan apa yang menjadi dasar. Hingga
pada akhirnya kita tidak sadar bahwa kita sudah jauh dari niat semula, yaitu menuntut
ilmu. Kalau ditarik garis lurus dari titik awal kita berpijak, mungkin sudah
terjadi penyimpangan sekian puluh derajat.
Yah, bukan maksud saya merecoki
mereka yang sudah terjun ke sana. Semua orang memiliki kebutuhan masing-masing
untuk dipenuhi dan saya tidak tau apa saja kebutuhan tersebut. Selama itu
halal, sah-sah saja bagi mereka untuk melakukan pekerjaan itu. Saya hanya sedang
mengingat-ingat apa yang dinasihatkan Abang saya ke saya. Agar saya selalu
meniatkan hijrah ini hanya untuk Allah dan Rasul-Nya. Dan semoga pemeliharaan
niat ini mengantarkan saya pada apa yang Allah janjikan.
*bukan Abang kandung
#Asrama 27
0 comments:
Post a Comment