January 20, 2016

Menghadirkan Lisan, Hati, dan Perbuatan dalam Istighfar


Sudah menjadi kewajiban bagi manusia untuk senantiasa ber-istighfar kepada Allah Ta’ala atas segala kemaksiatan yang telah dilakukan. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam sendiri ber-istighfar 100 kali dalam sehari, padahal beliau telah dijamin masuk surga. Maka seharusnya manusia biasa seperti kita lebih banyak lagi memohon ampun.

Istighfar sendiri berasal dari kata maghfirah. Dalam bahasa Arab maghfirah sering diartikan sebagai “ampunan”, tapi kata aslinya berasal dari kata mighfar, yang berarti “menutupi sesuatu”. Mighfar berarti seperti helm. Jika seorang pengendara motor memakai helm, maka dia tidak akan dikenali oleh orang lain. Setelah helmnya dibuka, barulah ia dapat dikenali. Itulah arti dari kata mighfar, yaitu untuk menutupi.
Ketika kita memohon maghfirah kepada Allah, maka pada hakikatnya kita meminta-Nya agar menutupi dosa-dosa kita. Dosa manusia memang tidak bisa di-indera ketika mereka masih hidup di dunia, tapi ketika tiba hari penghitungan, kelak mereka akan segera sadar bahwa dosa-dosa mereka teramat sangat buruk, busuk, bau, hina, dan menjijikan. Maka pada hari itu kita tidak mau melihatnya dan kita juga tidak mau orang lain melihatnya. Hanya dengan maghfirah-Nya lah segala aib tersebut dapat tertutupi.

Kata istighfar memiliki tiga makna. Makna yang pertama adalah “meminta ampunan”. Orang yang sedang melafadzkan kalimat istighfar maka berarti ia sedang meminta ampunan dari Allah. Sama seperti orang yang melafadz istath’ama yang berarti dia sedang “meminta makan”. Atau yang lebih sering kita dengar, istisqo, yang berarti meminta air (hujan).

Adapun makna yang kedua dari kata istighfar adalah “menginginkan ampunan” Kalau makna yang pertama adalah perkara lisan, yaitu dengan melafadzkannya, maka makna yang kedua adalah perkara hati, yaitu dengan menghadirkan keinginan yang kuat di dalam hati agar diampuni oleh Allah.

Kadang seseorang meminta ampunan, tapi dari sikapnya, perhatiannya, dan tindak-tanduknya nampak jelas bahwa ia tidak menginginkan ampunan. Kita sering melihat orang melafadz istighfar, tapi di saat yang sama dia senyam-senyum untuk sesuatu yang tidak jelas. Tidak jarang kita juga menyaksikan orang melantunkan istighfar, tapi pandangannya beredar kemana-mana yang menandakan dia sedang sibuk memikirkan hal lain (psikologi mode: on). Lisannya komat-kamit, tapi hatinya entah sedang tamasya kemana. Maka kita tidak seharusnya ber-istighfar sampai kita sadar dan mengingat akan kelakuan buruk yang telah kita lakukan.

Makna ketiga dari kata istighfar adalah “mencoba untuk diampuni”. Maksudnya, selain meminta ampunan dan menginginkan ampunan, kita juga harus melakukan sesuatu agar diampuni. Artinya, ada usaha yang dilibatkan dalam istighfar. Jika kita memohon dan menginginkan ampunan karena telah berkata kotor, maka usaha kita agar mendapat ampunan adalah dengan mengganti kata-kata kotor dengan kata-kata baik. Jika kita meminta ampunan kepada Allah karena telah merampas hak tetangga, maka mengganti hak mereka adalah usaha kita untuk mendapat ampunan tersebut. Dan seterusnya.

Jadi ketika seseorang ber-istighfar, maka sejatinya ada tiga hal yang terlibat, yaitu lisan, hati, dan perbuatan. Jika salah satu dari ketiga komponen tersebut tidak dilibatkan, maka sebenarnya dia tidak sedang sungguh-sungguh meminta ampunan. Apa yang ia lafadzkan hanyalah legalitas formal atau kebiasaan berulang yang mungkin bahkan tidak disadarinya.

Hal tersebut sama seperti orang yang mengatakan istath’ama (meminta makan). Sekiranya dia benar-benar merasa lapar, maka selain meminta dan menginginkan makanan, dia juga akan berjuang untuk mendapatkan makanan, entah dengan memasak atau pergi ke restoran. Begitu juga ketika orang benar-benar merasa berdosa, maka “jihad”nya akan mengiringi lisan dan hatinya dalam meminta ampunan. Tidak hadirnya “jihad” dalam istighfar adalah pertanda dia merasa tidak berdosa dan tidak serius membutuhkan ampunan.

Disarikan dari kajian Ustadz Nouman Ali Khan (dengan beberapa perubahan).

#Asrama 27, King Saud University

0 comments:

Post a Comment