Malam ini saya sedang tafakur.
Merenungi betapa sempurnanya skenario Allah hari ini untuk saya. Sampai malu
rasanya diri ini karena lebih sering berkhianat daripada mensyukuri nikmat-Nya.
Hari ini adalah hari ketujuh saya
berada di Kediri. Tadi siang alhamdulillah saya telah selesai mengambil data di
sekolah kedua dari tiga sekolah yang dijadikan sampel penelitian. Pengambilan
data kira-kira selesai jam 14.00 WIB. Setelah itu saya langsung pulang. Di
tengah jalan, tepatnya di daerah kota sampai pintu masuk Pare, hujan turun
dengan lebatnya disertai angin yang tak kalah kencangnya berhembus. Buruknya
drainase (saya tidak menyangka drainasenya akan seburuk ini, mungkin lebih
buruk dari Jakarta) disertai intensitas hujan yang tinggi membuat jalan di
Kediri kebanjiran. Di beberapa titik, tinggi muka air sampai hampir selutut
orang dewasa. Padahal itu di tengah jalan raya. Motor saya pun hampir mogok
tadi. Tapi saya tidak hentikan perjalanan untuk menunggu hujan reda karena
jempol kaki saya mulai tidak bersahabat.
Ya, seminggu ini jempol kaki saya
membengkak karena “malpraktek” dalam memotong kuku. Mulanya bengkaknya kecil
dan saya kira akan hilang dengan sendirinya seperti yang sudah-sudah. Tapi
rupanya sampai hari ini bengkaknya tidak mengecil, melainkan justru membesar
disertai dengan nanah di pinggirnya. Dan mulai hari ini juga, bengkak itu
semakin terasa efeknya. Jempol kaki kanan saya semakin terasa nyeri. Di
perjalanan dari kota ke Pare tadipun saya melepas sepatu saya karena sudah
tidak tahan dengan nyerinya. Jadi saya pulang nyeker. Untung hujan, jadi
rasanya agak dimaklumi oleh orang-orang. Beda kalau tidak hujan, pasti orang
banyak yang bertanya-tanya mengapa saya nyeker. Itu sih menurut saya.
Ketika sampai di kost, saya tanya
ke Muis (salah satu penghuni kost), RS terdekat untuk berobat karena nyeri
jempol ini sudah mulai mengganggu. Muis tahu lokasinya dan bersedia mengantar.
Beberapa detik sebelum berangkat, Pak Taufik (Bapak yang punya kost) pulang.
Qodarullah kata Muis Bapak kost ini bekerja di RSUD Kediri yang jaraknya kurang
dari 1km dari kost. Setelah ngobrol sebentar dan memberi tahu tentang kondisi
saya, Pak Taufik malah bersedia mengantar saya ke RSUD.
Berhubung poli bedah sudah tutup,
saya dibawa ke IGD. Di sana saya diperiksa oleh salah satu dokter yang berjaga.
Name tag di baju Sang Dokter tertulis dr. Houdini. Hmm… namanya seperti nama
pesulap. Sang Dokter bertanya kronologi kejadiannya. Saya ceritakan ke beliau
bahwa hal ini memang cukup sering terjadi. Biasanya bengkak akan mengecil
sendiri dan nanah akan menghilang bersama dengan kulit yang mengelupas. Saya
cerita begitu dengan harapan kuku saya tidak dicabut karena ngeri juga kalau
harus dicabut, hehe. Dokter kemudian mengatakan bahwa saya akan diberi obat
dulu, nanti kalau obatnya tidak ampuh, mau gak mau harus dicabut kukunya.
Di sela-sela obrolan itu, datang
seorang petugas medis (entah jabatan fungsionalnya apa) turut melihat jempol
kaki saya. Kemudian beliau menyarankan agar dikeluarkan saja dahulu nanahnya
agar tidak terlalu nyeri karena yang membuat nyut-nyutan itu nanah yang tidak
bisa keluar. Kemudian saya perkuat pendapat petugas medis itu dengan mengulang
cerita yang sama seperti sebelumnya. Harapannya masih sama, agar tidak dicabut
kukunya, hehe. Akhirnya dokter menyetujui untuk membuang nanahnya dulu.
*kayaknya baru kali ini dokter bisa dinego*
Singkat cerita, pembedahan
sederhanapun dimulai. Petugas medis yang tadi memberi saran ternyata bertindak
sebagai pembedah. Saya sudah agak paranoid karena saya diminta telentang dan
tidak boleh melihat. Sementara itu kaki kanan saya diwadahi nampan yang
berfungsi untuk menampung nanah yang keluar. Sebenarnya saya yakin ini tidak
akan terlalu sakit karena jempol kaki kanan saya paling-paling hanya dirobek
sedikit untuk mengeluarkan nanahnya. Tapi karena sudah kadung paranoid, saya
meminta untuk diberi penghilang rasa sakit sebelum dilakukan pembedahan.
Petugas medis kemudian menyemprotkan spray ke kaki kanan saya. Sepertinya ini
adalah spray yang sama yang dipakai para petugas medis untuk pemain bola yang
cidera di tengah pertandingan. Kaki saya terasa sangat dingin dan agak mati
rasa. Saat itulah petugas medis beraksi.
Beliau dengan entengnya
memencet-mencet bagian yang bengkak untuk mengeluarkan semua nanah yang ada.
Rasanya? Hmm.. saya harap kamu tidak mengalami hal yang sama seperti yang saya
alami. Setelah nanah dikeluarkan, beliau kemudian membersihkan jempol kaki saya
di tempat yang disayat tadi dengan berbagai macam cairan. Kamu mengerti sendiri
lah ya bagaimana cara membersihkannya, tentu sesuai dengan prosedur standar
petugas medis. Tidak seperti kita yang lemah gemulai kalau membersihkan luka
kita sendiri. Jempol kaki saya kemudian diperban dan tidak diperkenankan
terkena air dulu. Saya juga diberikan dua macam obat, entah obat apa itu.
Buah karya petugas medis RSUD Kediri |
Kedua, les TOEFL sore ini
diliburkan. Oya, saya lupa memberi tau bahwa saya akhirnya ikut program TOEFL
Preparation di Pare ini setiap Senin-Jumat pukul 16.00-17.30. Dengan
diliburkannya les TOEFL, saya jadi ada waktu untuk ke RS. Saya tidak yakin
kalau les tidak diliburkan, saya akan ke RS. Biasanya saya lebih mendahulukan
lesnya dulu.
Ketiga, Allah menskenariokan saya
untuk tinggal di tempat yang pemiliknya bekerja di RS. Dengan begitu, saya jadi
lebih mudah mendapatkan akses ke RS untuk berobat. Keempat, Allah menghadirkan
Pak Taufik sesaat sebelum saya berangkat ke RS bersama Muis. Sehingga saya
akhirnya dibersamai oleh beliau ke RS. Masya Allah, ini benar-benar
kemahasempurnaan rencana Allah.
Semoga sakit ini menjadi
penggugur dosa-dosa saya.
#Pare – Kediri
0 comments:
Post a Comment