May 9, 2015

Antara Memakmurkan atau Dimakmurkan Masjid


Saya sedang berada di Kediri untuk keperluan penelitian tesis. Saya berangkat dari Jogja hari Kamis (07/05/15) pukul 05.30 WIB dengan menggunakan sepeda motor. Sendiri!!! Kemudian sampai di gerbang Kediri (perbatasan Nganjuk) sekitar pukul 11.15 WIB. Tiba di daerah kota sekitar pukul 12.00. Well, tapi di sini saya bukan ingin membicarakan perjalanan saya, melainkan hal lain. Semoga di kesempatan berikutnya saya bisa menuliskan pengalaman touring sendirian itu agar bisa dikenang. Hehe.

Dalam tulisan ini, saya ingin menceritakan tentang fenomena yang saya anggap aneh. Jadi, sehari setelah sampai di Kediri, yaitu hari Jumat, saya mengurus perizinan pengambilan data ke Badan Kesbangpolinmas. Siangnya, saya memutuskan untuk sholat Jumat di Masjid An-Nur, Masjid Agung yang ada di Kecamatan Pare. Seperti kebanyakan Masjid Agung, jamaah sholat Jumat di Masjid An-Nur juga sangat banyak. Untung masjidnya besar, mungkin 2x lebih besar dari Maskam UGM yang memiliki daya tampung lebih dari 2000 jamaah.

Masjid An-Nur Pare (Sumber: Google)
Waktu itu saya datang agak telat karena sempat tersesat (atau mungkin tepatnya disesatkan oleh GPS?). Khotib sudah naik mimbar, saya baru tiba. Jadi, tidak mungkin saya mengharap unta pada jumatan kali itu (ngerti kan maksud saya?).

Setelah Jumatan selesai, saya memutuskan untuk tetap berada di masjid hingga Ashar karena beberapa alasan. Singkat cerita, tibalah waktu Ashar. Karena wudhu saya belum batal, maka setelah adzan saya langsung sholat rawatib. Kekagetan pertama saya adalah, begitu saya selesai sholat rawatib, muadzin langsung iqomat. What? Cepat sekali, padahal saya berniat tilawah Qur’an. Jeda antara adzan dengan iqomat di masjid sebesar itu menurut saya tergolong sangat cepat, bahkan mungkin lebih cepat daripada musholla kecil dekat kost saya.

Kekagetan saya kemudian berlanjut ketika melihat jumlah jamaah yang hadir ketika sholat sudah dimulai. Hanya 4 orang!!! Plus 1 imam (dan sepertinya ada 1 jamaah putri di sebelah kanan). Masya Allah… Saya benar-benar geleng-geleng kepala menyaksikan hal ini. Masjid segede gaban dan terletak di tengah kota gitu jamaah Asharnya cuma 4 orang? Ini serius? Well, ketika salam saya memang melihat ada jamaah masbuk, sehingga totalnya 8 orang. Tapi tetap saja jumlah segitu masih tidak sebanding dengan megahnya bangunan masjid. Bahkan Musholla dekat kost saya yang kecil mungil saja bisa lebih dari 10 orang jamaah sholat Asharnya. Pertanyaan saya adalah, kemana ribuan jamaah yang tadi sholat Jumat?

Oya, sebelum sholat dimulai saya melihat ada tiga orang remaja yang ngobrol-ngobrol di selasar masjid. Saya perhatikan sudah cukup lama mereka ada di situ, mungkin sudah satu jam. Nah, ketika salam, saya melihat ketiga remaja tadi masih ngobrol-ngobrol di masjid. Ini membuat kekagetan saya bertamabah-tambah, menjadi tiga. Masya Allah… Hal ini benar-benar tidak bisa diterima oleh akal sehat saya. Bagaimana mungkin, orang yang sudah ada di masjid, mendengar dengan jelas adzan dan iqomat, tapi tidak ikut melaksanakan sholat berjamaah? Edan!!! Saya garuk-garuk kepala memikirkan hal ini. Bagi saya ini tidak logis. Sangat sangat tidak logis.

Saya jadi bertanya-tanya, mengapa masjid dibangun sebesar ini kalau belum bisa dimakmurkan secara maksimal? Padahal perintah untuk memakmurkan masjid datang langsung dari Allah:
“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian…” (At-Taubah (09) : 18)

Kalau begini keadaannya, rasa-rasanya bukan masyarakat yang memakmurkan masjid, tapi masjid lah yang dijadikan simbol kemakmuran masyarakat, sekaligus juga simbol kebanggaan. Duh, semoga kejadian yang saya alami itu cuma insidental yah. Artinya, itu terjadi hanya saat itu saja. Mudah-mudahan biasanya masjid itu ramai dengan orang yang mau beribadah.

#Pare – Kediri

1 comment:

  1. Benar...seperti itulah ironisnya masjid besar An Nuur Pare yg bangunannya saja yg megah tapi sayang sekali saat ini menuju apa yg umum di masa sekarang...masjid yg menjauhkan umatnya dari masjid..masjid yg hanya didatangi saat selesai adzan sholat jamaah dan selepasnya menjadi seperti kuburan tak boleh dimanfaatkan oleh umat bahkan mengusir umat yg sekedar menumpang berteduh sehabis perjalanan jauh, selesai sholat dan bicara muamalah di dekat ruang takmir. Sementara mungkin orang yg merasa sbg pengurus masjid tak merasa bersalah merokok di masjid. Sungguh masjid besar pare ini hanya jadi bangunan besar yg tak sanggup menjadi sarana pendekatan umat untuk masjid dan jika para pengurus masjid masih merasa seperti pejabat maka suatu saat nanti tak akan ada suara anak kecil yg ceria menemani ortunya yg mengenalkannya untuk sholat jamaah dan mencintai masjid atau jangan2 bahkan orang mengaji di sekitar ruang takmir pun akan disuruh pergi. Sungguh nasib masjid dan umatnya yg menggenaskan...masjid yg berlomba kemegahan dan tinggi bangunan tp tak bisa memberi manfaat lebih selain hanya sbg tempat sholat dan tempat aktivitas mereka yg katanya termasuk pengurus masjid. Masjid yg ekslusif ini begitu malang karena pengurusnya tak peduli/tak tahu sejarah ttg masjid masa Rasul dan tak bisa mengelola masjid dengan bijaksana. Sungguh beda dengan para pengurus masjid Jogokariyan Jogya..apalagi dibanding masa Rasulullah.
    Masjid besar An Nuur Pare hanyalah sebuah masjid untuk sholat yg kemegahannya menjadi beban umat dan membuat umat tak dekat dengan masjid atau bisa jadi benci berdekat dengan masjid. Sungguh dakwah masjid yg telah gagal dilakukan oleh pengurusnya yg seolah merasa menjadi pemilik masjid.
    Semoga masukan ini menjadi pertimbangan agar masjid besar Pare Kediri berbenah dan tidak menjadi seperti kantor perusahaan milik pribadi alias ekslusif yg mengusir umat yg berhak utk berteduh di masjid setelah sholat. Semoga ironi masjid megah tapi seperti kuburan akan berakhir. Masukan ini juga terbuka bagi masjid2 lain utk meninjau kembali sejarah masjid di masa Rasul agar berbenah diri menjadi pusat aktivitas umat Islam yg dicintai umatnya. Sekaligus meninjau kembali bagaimana seharusnya dana utk menggaji para pengurusnya.

    Tembusan:
    duniamasjid@islamic-center.or.id

    ReplyDelete