Saya baru saja membaca (ulang)
buku Ustadz Fauzil Adhim yang berjudul “Mencari Ketenangan di Tengah Kesibukan”.
Dalam buku tersebut, ada tulisan yang berjudul “Insya Allah”. Tulisan itu
berisi kisah tentang Rasulullah Saw yang ditegur Allah Swt akibat berjanji
tanpa mengucapkan Insya Allah. Kisahnya
sangat menyentuh. Berikut saya akan ringkaskan ceritanya di sini.
Suatu ketika dua orang utusan
kafir Quraisy datang ke Yastrib, kota yang kemudian berganti nama menjadi
Madinah, untuk mendatangi pemuka kaum Yahudi. Kepada pemuka kaum Yahudi, mereka
bertanya, “Kalian punya kitab Taurat. Kami datang kemari agar kalian memberi
tahu kami suatu hal tentang orang ini.” Mereka melakukan hal itu sebagai upaya
perlawanan terhadap pesatnya dakwah Rasulullah Saw di Mekah.
Pemuka kaum Yahudi berkata, “Tanyailah
ia tiga hal, jika ia bisa menjawabnya, berarti ia benar soerang nabi yang
diutus Allah. Jika tidak, berarti ia adalah seorang pembohong dan terserah apa
tindakan kalian kepadanya.”
Singkat cerita, dipanggillah
Rasulullah oleh Abu Lahab dan langsung dicecar pertanyaan dari orang Yahudi
tadi, “Muhammad, ceritakanlah kepada kami para pemuda yang hidup pada masa
lampau, yang kisah mereka sangat menakjubkan.”
Rasulullah Saw memandangi mereka
sambil bertanya, “Adakah pertanyaan yang lain?”
“Ceritakan pula kisah seorang
pria yang telah menjelajahi Bumi dari barat hingga timur. Lalu jelaskan pula
tentang ruh. Apakah ruh itu?” kata orang-orang Quraisy itu.
Rasulullah Saw kemudian memberi
menjawab, “Aku akan beri kalian jawabannya besok.”
Kaum Quraisy pun bubar. Selama 15
hari Rasulullah Saw menunggu wahyu, namun Jibril tidak juga datang. Rasulullah
sangat sedih dan murung. Di saat yang sama, Abu Lahab dan istrinya, Ummu Jamil
binti Harb, bersorak gembira. Wanita ini segera mendatangi rumah-rumah Bani
Hasyim sambil berkata, “Muhammad menunggu-nunggu syaitannya. Ia ditinggalkan
tuhannya. Sekarang mereka tahu, Muhammad tidak punya tuhan.”
Ketika suatu saat ia bertemu
Rasulullah Saw, dengan sinis ia berkata, “Syaitanmu sekarang telah
meninggalkanmu, ya?”
Pertanyaan itu membuat hati
Rasulullah Saw terguncang. Sementara para penduduk Mekah saling berbisik, “Muhammad
berjanji kepada kita untuk memberi jawabannya besok, tapi sampai sekarang telah
15 hari lewat dan ia tidak memberi jawabannya.”
Kesedihan Rasulullah Saw kian
mendekati puncaknya. Ada perasaan tertekan yang amat berat. Melihat itu,
Khadijah radhiyallahu ‘anha berkata,
“Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu.”
Akhirnya Jibril datang juga.
Rasulullah Saw bersabda kepadanya, “Jibril, engkau tidak datang-datang hingga
aku berprasangka buruk.”
Jibril berkata:
“Dan tidaklah kami (Jibril)
turun kecuali dengan petunjuk Tuhanmu. Kepunyaan-Nyalah apa-apa yang ada di
hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita dan apa-apa yang ada di antara
keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa.” (Q.S. Maryam [19]: 64)
Selanjutnya Jibril berkata:
“Dan jangan sekali-kali kamu
mengatakan terhadap sesuatu, ‘Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi,
kecuali (dengan menyebut) Insya Allah’. Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu
lupa….” (Q.S. al-Kahfi [18]: 23-24)
***
Masya Allah… mata saya sembap
membaca kisah ini. Kalau dilihat dari kontennya, hikmah utama dari kisah ini
sebenarnya adalah tentang keharusan untuk mengucap Insya Allah jika ingin berjanji
untuk mengerjakan sesuatu, tapi ketika membaca kisah ini saya lebih menyoroti
hal lain, yaitu tentang tekanan yang dihadapi Rasulullah ketika menunggu wahyu
untuk menjawab pertanyaan kafir Quraisy tadi. Saya tidak mampu membayangkan
betapa besar tekanan yang dihadapi Rasulullah Saw ketika itu. Di saat beliau sudah
berjanji akan memberikan jawabannya besok, tapi kemudian Allah Swt menahan
jawabannya hingga lebih dari 15 hari yang kemudian menjadi hikmah bagi beliau
dan umatnya.
Artinya, ada masa selama 15 hari
yang penuh tekanan. Olokan, intimidasi, sinisme, menjadi menu yang tidak
terelakan. Dan itu beliau hadapi sendiri! Walaupun ada istri beliau, Khadijah radhiyallahu
‘anha, yang selalu setia mendampingi dan menyemangati, tapi secara teknis
hanya Rasulullah Saw yang mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari kafir
Quraisy.
Ini benar-benar menjadi pelajaran
berharga buat saya. Bahwa Rasulullah Saw yang begitu mulia, baik, dan imannya
nomor wahid saja masih diperlakukan dengan begitu buruk oleh orang lain. Tapi
beliau ajeg, istiqomah dengan keimanannya. Tidak jatuh oleh cacian. Tidak
membalas perlakuan buruk dengan keburukan. Kan bisa kita simak kisah di atas,
ketika Rasulullah ditanyai dengan sinis oleh istrinya Abu Lahab, beliau tidak
membalasnya. Ah, saya mah tidak bisa membayangkan kalau saya yang diperlakukan
seperti itu. Mental saya mah masih gampang jatuh kalau berhadapan dengan
cacian, intimidasi, dan sinisme.
Wahai kamu yang merasa sendiri
menghadapi semua ujian hidup, ingatlah bahwa Rasulmu pun terlahir dalam keadaan
yatim. Enam tahun setelah itu Sang Bunda pun turut meninggalkannya. Para kerabat
beliau juga banyak yang memusuhinya ketika risalah telah datang. Kurang
tertekan apalagi beliau? Kurang hancur gimana lagi hati beliau? Tapi beliau
tidak merasa sendiri dan sepi karena beliau punya Allah. Dzat Yang Maha Dekat,
bahkan lebih dekat dari urat leher. Maka sudahilah keluh kesahmu bahwa kau
hanya sendirian menghadapi semua ini. Kau punya Allah. Maka janganlah kau
berputus asa dari rahmatnya.
قَالَ
إِنَّمَآ أَشْكُوا۟ بَثِّى وَحُزْنِىٓ إِلَى ٱللَّهِ
“Dia (Yakub) berkata,
"Hanya kepada Alloh aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku…” (Q.S.
Yusuf [12]: 86)
#Wisma Pakdhe
0 comments:
Post a Comment