March 25, 2015

Analisis Resiliensi Ditinjau Dari Optimisme dan Faktor Demografi Pada Remaja Penyintas Bencana (Proposal Tesis)


Pendahuluan
Seperti yang kita ketahui bahwa Gunung Kelud baru saja erupsi Februari 2014 lalu. Dalam erupsi kejadian tersebut, banyak kerugian yang diderita oleh masyarakat, baik itu kerugian materi maupun non materi. Kerugian materi diantaranya adalah rusaknya ribuan rumah, sarana prasarana, lahan pertanian, dan terganggunya pariwisata. 

Selain kerugian materi, Koentjoro (2005) mengatakan bahwa setiap kejadian bencana alam dapat menimbulkan gangguan psikologis berupa kecemasan, stres, dan trauma bagi para korbannya. Tidak hanya orang dewasa, Ronan & Johnston (2005) mengatakan bahwa remaja merupakan kelompok yang berisiko tinggi terhadap bencana.  Watson (2003) mengatakan bahwa remaja memenuhi kriteria sebagai kelompok yang “terganggu berat” akibat bencana, sedangkan orang dewasa hanya 32% dan 7% dari kelompok relawan.

Salah satu kecamatan yang paling banyak menderita kerugian pada erupsi Kelud lalu adalah Kec. Puncu. Satu-satunya SMA yang ada di Puncu bahkan rusak berat yang menyebabkan remaja kehilangan aktivitas harian dan ketidakpastian masa depan. Mereka membutuhkan pola adaptasi yang baik untuk bisa segera kembali hidup normal seperti sebelum terjadi bencana.

Penelitian ini dilakukan di SMA N 1 Puncu yang terletak di Desa Asmorobangun, Kec Puncu, Kab Kediri

Kejadian bencana menyebabkan remaja menghadapi beberapa stressor, yaitu rasa takut, rasa bosan, rasa tidak pasti dan gangguan psikologis. Gangguan psikologis yang dapat muncul diantaranya kecemasan, stres, dan trauma. Oleh karena itu, remaja membutuhkan pola adapatasi yang baik, yaitu resiliensi. Resiliensi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya optimisme dan faktor demografi.

Tujuan penelitian ini ada empat, yaitu
1.      Menganalisis tingkat resiliensi remaja penyintas di Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri pasca erupsi Kelud
2.      Menganalisis tingkat optimisme remaja penyintas di Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri pasca erupsi Kelud
3.      Mengungkap faktor demografi yang paling berpengaruh terhadap tinggi atau rendahnya resiliensi remaja penyintas di Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri pasca erupsi Kelud
4.      Menganalisis hubungan antara resiliensi dengan optimisme dan faktor demografi pada remaja penyintas di Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri pasca erupsi Kelud

Landasan Teori
Luthar, dkk (2000) mendefinisikan resiliensi sebagai suatu adaptasi positif terhadap kesengsaraan atau situasi yang mengancam. Connor & Davidson menyatakan bahwa resiliensi terdiri atas 5 aspek, yaitu kompetensi diri, toleransi pada pengaruh negatif, menghadapi perubahan dengan penerimaan yang positif, kontrol diri (pengendalian diri untuk mencapai tujuan), dan pengaruh spiritual.
Herman, dkk (2011) menyebutkan bahwa resiliensi dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu faktor personal (kepribadian), faktor biologis, dan faktor sistem lingkungan, yang terdiri dari mikrosistem (keluarga dan teman) dan makrosistem (komunitas, sekolah, dsb).

Seligman (2008) mendefinisikan optimisme sebagai keyakinan individu bahwa kejadian buruk atau kegagalan yang menimpa hanya bersifat sementara, tidak akan memengaruhi semua aktivitas, dan bukan mutlak disebabkan oleh kesalahan diri.

Optimisme terdiri dari tiga aspek (Seligman, 2008), yaitu permanence, pervasive, personalization.
Kemudian beberapa penelitian menyatakan bahwa resiliensi berkorelasi dengan faktor demografi. Barends (2004) mengungkapkan bahwa faktor usia, jenis kelamin, ras, dan pendapatan berhubungan erat dengan tinggi rendahnya resiliensi individu.

Dari pemaparan masalah dan landasan teori yang tadi sudah dijelaskan, peneliti menyusun hipotesis, yaitu terdapat hubungan positif antara tingkat resiliensi dengan optimisme dan faktor demografi pada remaja.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei. Variabel dependennya adalah resiliensi dan variabel independennya adalah optimisme dan faktor demografi. Faktor demografi terdiri atas empat, yaitu jenis kelamin, struktur keluarga, tingkat pendapatan keluarga, dan jumlah saudara kandung.

Tujuan pertama dari penelitian ini adalah menganalisis resiliensi remaja penyintas bencana. Variabel utamanya adalah resiliensi. Data resiliensi remaja dikumpulkan dengan menggunakan instrumen pengukuran berupa skala resiliensi dari Connor dan Davidson (2003).

Tujuan kedua adalah menganalisis tingkat optimisme remaja penyintas bencana. Variabel utamanya adalah optimisme. Data optimisme remaja dikumpulkan dengan menggunakan instrumen pengukuran berupa skala optimisme yang disusun berdasarkan teori Seligman (2008).

Tujuan ketiga adalah mengungkap faktor demografi yang paling berpengaruh terhadap tingkat resiliensi remaja. Variabel utamanya adalah faktor demografi. Data faktor demografi dikumpulkan dengan menggunakan isian identitas diri.

Tujuan keempat adalah menganalisis hubungan antara resiliensi dengan optimisme dan faktor demografi pada remaja. Ada tiga variabel, yaitu resiliensi sebagai variabel dependen, serta optimisme dan faktor demografi sebagai variabel independen. Data dikumpulkan dari instrumen pengukuran berupa skala resiliensi, optimisme, dan faktor demografi.

Dalam penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan teknik random sampling dimana jumlah sampelnya ditentukan dengan menggunakan rumus Isaac & Micahel.

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh remaja berusia 15-18 tahun yang ada di SMAN 1 Puncu, yaitu sebanyak 570 siswa. Berdasarkan rumus Isaac & Micheal, jumlah siswa yang menjadi sampel penelitian adalah 61 siswa. Karena di SMAN 1 Puncu ada 15 rombongan belajar, maka di setiap rombel akan diambil 5 siswa untuk menjadi sampel. Pengambilan sampel di tiap kelas dilakukan dengan menggunakan undian nomor urut absen.

Data dianalisis dengan beberapa tahapan, yaitu yang pertama adalah skoring, kategorisasi, kemudian uji analisis regresi berganda.

Variabel resiliensi memiliki 4 alternatif respon yang menggambarkan keadaan diri remaja, yaitu STS, TS, S, dan SS. Skoring bergerak dari angka 1 sampai 4 dimana STS memiliki skor = 1, TS = 2, S = 3, dan SS = 4. Variabel optimisme juga memiliki 4 alternatif respon dimana aitem-aitemnya terbagi menjadi aitem favorable dan aitem unfavorable. Untuk aitem favorable, nilai dari masing-masing respon adalah STS=1, TS=2, S=3, dan SS=4, sedangkan untuk aitem unfavorable, nilainya adalah STS=4, TS=3, S=2, dan SS=1.

Setelah diskoring, langkah selanjutnya adalah melakukan kategorisasi sebagai langkah pemberian makna (interpretasi) terhadap skor mentah yang didapat dari skala penelitian. Skor total dikategorisasi berdasar model distribusi normal menjadi tiga, yaitu rendah, sedang, dan tinggi sesuai dengan rumus dari Azwar (2004).

Selanjutnya dilakukan uji analisis berganda. Sebelum dilakukan uji analisis berganda, dilakukan uji asumsi, berupa uji normalitas, uji linieritas, dan uji multikolinieritas. Uji normalitas untuk mengetahui apakah apa penyimpangan frekuensi hasil penelitian dari frekuensi hipotetik. Selanjutnya dilakukan uji linieritas untuk mengetahui linier atau tidaknya hubungan antar variabel. Lalu dilakukan uji multikolinieritas untuk mengetahui apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.


#Gedung Sekolah Pascasarjana Lt. 4

0 comments:

Post a Comment