Tulisan saya yang pernah dimuat di Kompas, 21 Mei 2010 tentang kasus penangkapan Susno Duaji.
Suara nyanyian Susno
mungkin begitu paraunya, sehingga membuat telinga Polri kesakitan mendengarnya.
Ruang khusus pun mereka siapkan untuk Susno, agar suara nyanyiannya tidak
terdengar lagi sampai ke luar atau bahkan membuatnya tidak bernyanyi sama sekali.
Ruang itu bernama penjara.
Dalam ilmu Psikologi, dikenal
istilah classical conditioning (pengkondisian klasik), yaitu sebuah
upaya pembentukan perilaku melalui stimulus yang terkondisikan. Contoh
sederhananya, orang yang semula tidak takut berjalan melewati kuburan pada
malam hari, setelah diperlihatkan film-film horor tentang hantu kuburan, maka
ia menjadi takut. Upaya pembentukan perilaku dengan cara pengkondisian seperti
ini terbukti cukup ampuh dalam beberapa kasus. Bisa jadi, Polri pun, (entah
disengaja atau tidak), telah melakukan pengkondisian klasik atas penahanan
Susno baru-baru ini.
Tindakan Polri yang
menggelandang Susno saat ia sedang berkobar-kobarnya membongkar praktik
kejahatan di tubuh Polri, menyiratkan pesan bahwa orang yang “macam-macam”
dengan institusi penegak hukum tersebut akan celaka, dalam kasus ini dipenjara.
Sehingga, masyarakat (terutama rakyat kecil) yang sebelumnya minder, semakin dibuat ketakutan
berurusan dengan mereka.
Susno Duadji (sumber : tribunnews.com) |
Dalam konteks yang lebih luas,
penangkapan ini juga menyebabkan masyarakat ketakutan membongkar praktik
kejahatan di institusi-institusi lainnya, karena ancaman pemenjaraan tersebut. Alhasil, kita semakin skeptis dengan upaya
penegakan hukum di negeri ini. Bagaimana hukum mau ditegakkan, sedangkan orang
yang menyuarakan kebenaran saja dipenjarakan?
Sikap lain yang juga muncul
akibat “penangakaran” ini adalah perasaan tertipu atas jargon Polri yang berbunyi
“melindungi dan melayani masyarakat”. Jangankan melindungi dan melayani
masyarakat, stafnya sendiri pun belum mampu dilindungi dan dilayani. Atau
mungkin penangkapan ini merupakan salah satu bentuk perlindungan Polri atas
ancaman pembunuhan Susno Duadji? Mungkin Polri takut “staf terbaiknya” itu
benar-benar dibunuh jika dibiarkan berkeliaran di luar, sehingga mereka perlu
“mengamankannya”.
Memang, penangkapan Susno yang
dituduh menerima suap Rp 500 juta dalam kasus penangkaran ikan arwana PT Salmah
Arawana Lestari bisa dibenarkan (selama tuduhan-tuduhan tersebut dapat
dibuktikan). Tetapi, apakah juga dapat dibenarkan jika penangkapan ini pada
akhirnya menutup kotak pandora yang telah terbuka? Menurut hemat penulis, memberikan
kesempatan kepada Susno untuk bernyanyi lebih lama adalah lebih bijak daripada
terburu-buru menangkapnya. Dengan begitu, sangat mungkin Polri akan mendapatkan
tangkapan yang lebih banyak dan lebih besar. Tapi apa boleh buat, telinga Polri
sudah kadung dibuat merah olehnya dan pengkondisian terlanjur terlaksana.
Meski begitu, seberapapun
efektifnya pembentukan perilaku melalui pengkondisian ini, tetap akan ada fase
dimana masyarakat akan kebal terhadap berbagai ancaman, baik itu
pemenjaraan, pembunuhan, pengucilan, maupun ancaman lainnya, sehingga tidak
akan menghalangi mereka untuk menyuarakan kebenaran di depan publik. Fase itu
disebut extinction. Tidak bisa diperkirakan kapan waktu terjadinya fase
ini, tetapi kemunculannya merupakan keniscayaan. Kita tunggu saja.
0 comments:
Post a Comment