Di awal-awal perkuliahan, seorang
dosen memberi tahu kami (mahasiswa) bahwa prodi Manajemen Bencana memiliki
banyak proyek riset. Mendengar hal itu, saya benar-benar sumringah. Bukan
karena kata “proyek” nya (yang biasanya identik dengan uang), tapi karena kata
“riset” nya.
Sejak S1 saya memang sudah
menyenangi riset, tapi sayangnya saya kesulitan menemukan wadah yang dapat
menampung hasrat tersebut sehingga aktivitas riset itu sendiri jarang saya
lakukan. Sebenarnya ada lembaga yang mewadahi riset mahasiswa, tapi lembaga itu
terkesan sangat eksklusif. Mendekatinya saja saya sungkan, apalagi bergabung di
dalamnya.
Di jenjang S1, tercatat ada dua
aktivitas riset yang saya lakukan, yaitu riset PKM (Program Kreativitas
Mahasiswa) dan skripsi. Di riset PKM, saya menjadi project leader nya.
Meski tema PKM yang diusung bukan murni tema saya, tapi karena saya yang
mengumpulkan mereka, maka saya lah yang ditunjuk menjadi team leader
nya. Sedangkan di riset skripsi, tema yang saya ambil murni dari gagasan saya
karena saya memang sangat tertarik dengan tema tersebut. Temanya adalah tentang
pendidikan masyarakat Betawi.
Nah, di program pascasarjana ini
pintu untuk melakukan riset kembali terbuka. Akan tetapi, seperti gula yang
selalu dirubung semut, riset pun demikian. Mahasiswa “berebut” untuk ambil
bagian dalam riset. Saya tidak tahu motif di belakangnya apa, yang jelas saya
sangat menyayangkan jika motif itu adalah motif ekonomi.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa
banyak mahasiswa yang ingin ikut riset dosen karena ingin mendapat pemasukan
tambahan. Sehingga orientasi yang diusung bukan pada keilmuan, melainkan pada
kesejahteraan pribadi. Menurut saya, hal itu merupakan suatu kecacatan akademis
bagi akademisi yang bersangkutan.
Bagi saya, sudah merupakan
sunnatullah bahwa setiap pekerjaan yang kita senangi dan sungguh-sungguh kita
lakukan, pasti akan mendatangkan “efek samping”. Efek samping yang dimaksud
bisa bermacam-macam bentuknya, bisa uang, jabatan, dan networking.
Sehingga orang yang sungguh-sungguh dan mencintai pekerjaannya tidak akan risau
dengan efek samping karena hal itu akan turut mengiringi beserta kerja-kerja
yang kita lakukan.
Jika seorang akademisi melakukan
riset karena motif ekonomi, maka sangat mungkin dia tidak total melakukan
risetnya jika motif ekonomi yang dicari itu tidak terpenuhi atau tidak sesuai
dengan harapannya. Sehingga hal itu berpengaruh pada hasil riset, yang juga
berpengaruh kepada kemasalahatan hidup orang banyak. Kalau sudah begini,
bukankah itu adalah bentuk kejahatan?
Saya menyenangi riset bukan
karena efek sampingnya yang menggiurkan. Efek samping tetaplah efek samping,
bukan efek utama. Saya senang riset karena disitulah passion saya. Di
situlah kepuasan hidup saya terbingkai.
*dengan catatan, pekerjaan yang
dilakukan adalah halal.
#sepertinya saya sedang on fire.
Dalam satu minggu, sudah ada lima artikel yang ditulis. Tiga artikel di blog,
dua lainnya artikel “ilmiah” (rock).
#wisma Pakdhe
0 comments:
Post a Comment