Jumat yang lalu (06/08/13) saya
sempat berbincang-bincang dengan Mas Niko, orang yang sering menjadi MC sholat
Jum’at di Masjid Kampus (Maskam) UGM. Saya diajak oleh Imron, teman KKN saya.
Dulu Imron pernah nge-kost di tempat beliau, makanya Imron mengenalnya.
Kami sempat membicarakan beberapa
hal tentang Maskam dan saya mendapat beberapa fakta menarik tentang salah satu
masjid favorit saya tersebut. Berikut fakta-faktanya:
Fakta pertama, bangunan utama
Maskam ternyata baru selesai dibangun tahun 1999. Hal ini cukup mengagetkan
mengingat UGM sebagai kampus telah berdiri sejak tahun 1949. Kalau begitu, selama hampir setengah abad
berarti UGM tidak memiliki Maskam resmi dong? Ya, meskipun dulu pasti ada
masjid sebagai tempat ibadah, tapi bukannya aneh kalau Maskam resmi baru
dibangun tahun 1999?
Fakta kedua, meskipun bangungan
resmi sudah selesai dibangun tahun 1999, tapi rupanya Maskam sempat
terbengkalai sampai tahun 2002 karena belum memiliki takmir masjid. Kemudian
pihak kampus meminta anak-anak JS (Jama’ah Sholahudin-Rohis nya UGM) untuk
memindahkan sekretariat mereka yang awalnya di Gelanggang Mahasiswa ke Maskam
agar sekalian bisa mengurus Maskam. Akhirnya anak-anak JS-lah yang mengurus
Maskam sampai akhirnya kepengurusan masjid diambil alih oleh takmir yang
terbentuk tahun 2002.
Fakta ketiga sekaligus fakta yang
paling cetar dan mencengangkan adalah, Maskam ternyata bukan milik UGM,
saudara-saudara!!! Eng..ing..eng..
Jadi begini, Maskam itu dibangun
pada masa kepemimpinan Bapak rektor Ichlasul Amal, tapi bukan menggunakan dana
dari UGM. Apakah pembangunannya menggunakan dana swadaya atau dari kantong
Bapak Ichlasul Amal sendiri, saya masih agak miss di sini. Nah, setelah
Maskam berdiri, kemudian dibentuklah Yayasan Masjid Kampus UGM yang diketuai
oleh Bapak Ichlasul Amal sendiri.
Konsekuensi logis dari semua itu,
Maskam yang takmirnya berhaluan Muhammadiyah (fakta lainnya), tak bisa
di-intervensi untuk mengikuti pemerintah, misalnya dalam hal penentuan awal
puasa, karena Maskam memang bukan milik pemerintah (UGM). Oleh karena itu,
rektor UGM juga tidak memiliki wewenang untuk meminta Maskam mengikuti
pemerintah.
Dengan begitu, tanda tanya yang
selama ini berputar di kepala saya tentang masjid yang tiap jum’atannya “berpenghasilan”
13 juta-an ini sudah terjawab. Dulu saya bertanya-tanya, mengapa Maskam sering
melakukan puasa lebih dulu dari pemerintah, padahal UGM kan kampus negeri,
sudah sewajarnya mengikuti ulil amri. Tapi lain cerita kalau begini
faktanya.
Kurang lebih, itulah beberapa
informasi yang saya dapati tentang Maskam UGM. Info-info tersebut disampaikan
oleh Mas Niko yang sudah tinggal di perumahan dosen (jarak rumahnya kurang
lebih 20 m dari Maskam) sejak Maskam baru dibangun. Semoga tidak ada info yang
keliru atau salah dengar.
Wallahu a’lam bishawab.
#wisma Pakdhe
0 comments:
Post a Comment