Setelah beberapa pekan larut
dalam kebimbangan, alhamdulillah hari ini saya sudah bisa melangkah lebih pasti
untuk merajut masa depan. Pengumuman dari Dikti tentang penerima beasiswa
BPP-DN telah keluar dan alhamdulillah saya menjadi salah satu penerimanya. Allahu
akbar!
Meski kepastian beasiswa telah
didapat, keraguan masih saja muncul dalam pikiran saya saat itu. Apa benar
mengambil beasiswa ini adalah pilihan yang tepat? Apakah tidak lebih baik jika
saya bekerja saja? Dua pertanyaan tersebut memenuhi pikiran saya beberapa hari
lalu.
Well, dulu keraguan ini muncul
karena masalah ekonomi. Saat itu, keinginan saya untuk bekerja muncul karena
ingin membantu orangtua, terutama dalam hal ekonomi. Belakangan keraguan itu
terjawab dengan kepastian besarnya beasiswa yang insyaallah didapat. Meski belum
bisa menafkahi satu keluarga, tapi insyaallah dari beasiswa itu saya masih bisa
meringankan beban orangtua.
Setelah keraguan dalam bentuk
ekonomi terjawab, datang lagi keraguan dalam bentuk lain yang lebih sulit
diselesaikan, yaitu keraguan dalam hal batin. Saya ragu meninggalkan keluarga,
terutama adik terkecil saya, Fahri (7 tahun). Keberadaan saya di rumah satu
setengah bulan terakhir membuat saya semakin menyadari bahwa Fahri kekurangan
asupan psikologis. Oleh karena itu, saya berpikir mungkin lebih baik jika saya
bekerja di Jakarta
agar saya bisa mendampingi Fahri.
Akan tetapi, saya mencoba untuk
berpikir lebih rasional. Kalaupun saya bekerja di Jakarta , lebih banyak mana antara waktu yang
dihabiskan di jalanan dan di kantor dengan waktu untuk keluarga? Tentu jalanan
dan kantor akan jauh lebih menyita waktu saya. Belum lagi lelah dan penat yang
mungkin menumpuk di akhir pekan, sehingga walaupun saya memiliki 2 hari libur dalam
sepekan, tapi belum tentu dapat dimanfaatkan untuk keluarga.
“Tapi setidaknya kamu memiliki
waktu bersama keluarga”, batin saya memprovokasi. Ya, benar, bekerja di Jakarta , walau sesibuk
apapun, setidaknya saya masih punya kesempatan untuk berinteraksi secara
langsung dengan keluarga sedangkan kuliah tidak bisa sama sekali, kecuali jika
libur semester. Ah, benar-benar dua pilihan yang sangat dilematis. Meski berat,
tapi saya harus memilih salah satu dan dengan menyebut nama Allah, saya telah
memilih kuliah sebagai jalan hidup saya ke depannya.
Ya Allah, kuatkan!
#pojok kamar wisma Pakdhe
0 comments:
Post a Comment