Minggu kemarin (28/04/13) saya
pergi ke stasiun Lempuyangan untuk membeli tiket kereta api Progo. Rencananya
saya akan pulang hari Rabu, dan akan berada di Jakarta selama kurang lebih 2
minggu, terus balik lagi ke Jogja sebelum tanggal 15 Mei untuk mengikuti tes
Acept (Toefl-nya UGM). Kepulangan saya ini bukan karena ingin liburan atau
hal-hal mendesak, tapi karena saya memang sudah tidak punya uang lagi, haha.
*gak ideologis banget*
Di Lempuyangan saya rencananya
beli dua tiket, yaitu tiket Jogja-Jakarta dan Jakarta-Jogja, agar nanti tidak
perlu repot-repot lagi untuk membeli tiket di Jakarta. Sebenarnya saya agak
pesimis bisa mendapatkan tiket hari Rabu (H-3), karena berdasarkan pengalaman,
sejak PT KAI membenahi sistemnya untuk meminimalisir praktik percaloan, saya
sering kehabisan tiket kecuali untuk keberangkatan H-7 ke atas. Jadi, kalau
saya mau pulang hari Rabu, minimal Rabu sebelumnya seharusnya saya sudah ke
stasiun untuk memesan tiket.
Akan tetapi, pada hari itu saya
beruntung, berdasarkan informasi yang saya lihat di layar, tiket untuk
keberangkatan hari Rabu masih tersedia banyak. Dengan kuda-kuda mantap, saya
pun antri di loket pemesanan *halah, antri aja pake kuda-kuda*. Setibanya
giliran saya memesan, saya kaget ketika mbak-mbak petugas loket mengatakan
bahwa tiket Progo sekarang naik menjadi 90 ribu. Jadi, jika saya ingin membeli
dua, maka saya harus membayar 180 ribu^.
*hening sesaat*
Sungguh saya terkesima melihat
mbak-mbak tersebut *halah*, maksud saya, saya terkesima mendengar ucapan si
mbak. Bukan karena suaranya yang merdu, tapi karena isi (content)
ucapannya yang sangat menohok telinga. Bagaimana tidak menohok, lha tiket Progo
yang biasanya saya beli hanya 35 ribu kini naik 2,5 kali lipat menjadi 90
ribu!!! Ini merupakan tohokan keras bagi Progonisme (penumpang setia Progo).
Tohokan itu membuat saya bingung,
jadi beli atau tidak? Setelah berpikir sejenak, akhirnya saya putuskan untuk
membeli satu tiket Jogja-Jakarta karena menurut saya, dengan kenaikan harga
tiket itu, akan lebih efisien jika saya naik bis untuk pemberangkatan
Jakarta-Jogja daripada naik kereta. Toh, harganya tidak jauh berbeda. Alasan
lainnya, pada saat itupun saya hanya membawa uang 120 ribu, jadi tidak cukup
untuk membeli dua tiket. *ini sebenernya alasan terkuatnya* =))
Dalam perjalanan pulang dari
stasiun ke kostan, saya berpikir keras *lebay* untuk menimbang kejadian ini. Dari
pemikiran selama 15 menit itu, saya menyimpulkan: saya harus membatalkan rencana
pulang ke Jakarta dan mengembalikan tiket! Lah???
Begini, secara matematis,
perhitungannya seperti ini: Ongkos pulang pergi Jogja-Jakarta kurang lebih 250
ribu. Sedangkan saya di Jakarta hanya sekitar 12 hari. Jika dalam satu hari
pengeluaran saya di Jogja (untuk makan, dsb) adalah 15 ribu, maka dalam 12 hari
total pengeluaran bersih saya adalah 180 ribu. Ditambah tetek bengek, maksimal
240 ribu. Artinya, kalau dihitung secara kasar *yang ngitung petinju*, saya
justru merugi. Ini tentu tidak sejalan dengan visi saya pulang ke rumah, yaitu
untuk penghematan. :p
Baiklah, saya akan tukarkan tiket
ini esoknya saja karena di struk tiket diterangkan bahwa pembatalan tiket bisa
diajukan sampai 30 menit sebelum keberangkatan (dan akan dikenakan biaya 25%).
Esoknya, saya pergi lagi ke
stasiun dengan nawaitu “membatalkan tiket”. Setelah antri sejenak,
tibalah giliran saya. “Mbak, saya mau membatalkan tiket”, terang saya kepada
mbak-mbak petugas loket. “Uang pembatalannya baru bisa diambil 30 hari setelah
pengajuan, mas, dan akan dikenakan biaya pembatalan 25% dari harga tiket”,
jawab mbaknya, datar.
Aaaakkkk!!! Lagi-lagi saya
tertohok! Dipotong 25% aja udah nohok, apalagi ditambah penundaan 30 hari!!! Saya
tidak tau kalau waktu pengembalian uang sampai selama itu karena di struk tiket
pun tidak ada keterangannya. Seperti mengerti keadaan saya yang sedang
tertohok, si mbak langsung mengambilkan formulir pengajuan pembatalan dan
menyerahkannya kepada saya. Saya pun mundur teratur dari loket.
Di stasiun, saya berpikir
sejenak, apakah jadi dibatalkan atau tidak? Banyak hal yang saya harus saya
pertimbangkan, dari A sampai ke A lagi. Setelah sekian menit berpikir dan masih kebingungan, akhirnya saya memutuskan
untuk pulang dulu ke kostan. Toh, masih ada waktu dua hari untuk membatalkan.
Di perjalanan pulang dari stasiun
ke kostan (naik motor), lagi-lagi saya berpikir keras *bagi para pengendara
pemula, sebaiknya kelakuan saya ini jangan ditiru karena sangat beresiko. Hal
ini akan mengganggu konsentrasi anda*. Saya gunakan analisis deduktif untuk
menyikapi kejadian ini. Jika saya tetap tinggal di Jogja, maka saya beresiko
kehabisan uang dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Padahal, saya sendiri
belum tau kapan orangtua akan mengirimi saya uang lagi. Akan tetapi, jika saya
pulang, maka itu akan mengkhianati visi saya. :p
Well, renungan 15 menit itu
akhirnya mengantarkan saya pada kesimpulan: saya akan pulang ke Jakarta!
Bismillah. Jakarta, tunggu saya tanggal 02 Mei. *gak penting*
Oya, ada informasi tambahan nih,
jadwal kereta sekarang banyak yang berubah. Progo yang biasanya berangkat jam 16.50
dan sampai di Jakarta jam 3-an (subuh), sekarang berangkatnya jam 15.30 dan
sudah tiba di Jakarta jam 23.49!!! (gak kira-kira nih KAI, masa gw dilepas di
Senen tengah malem gitu). Selain itu, Progo juga sekarang pakai AC. Tapi
kayaknya gak cuma Progo deh, semua kereta ekonomi kayaknya sekarang ber-AC.
Perubahan ini terjadi mulai 01 April 2013.
Sedikit komentar tentang
“perbaikan” yang selalu dilakukan PT KAI, saya pribadi sebenarnya menyambut
baik “perbaikan-perbaikan” ini. Semua pembenahan itu membuat mereka terlihat
semakin profesional. Tapi, apa mereka gak kasihan sama wong cilik yang
biasa bolak-balik Jogja-Jakarta naik kereta ekonomi? Hmm… buat wong cilik,
semoga cepet jadi wong gede ya!
^pantes dulu gw denger
sayup-sayup berita di tv bahwa ada massa yang berdemo di Lempuyangan menolak
kenaikan harga tiket. Ternyata ini dia toh masalahnya *kayaknya gw mulai jadi
apatis nih*
#pojok Tawangsari
0 comments:
Post a Comment