April 30, 2013

Tohokan Progo

Minggu kemarin (28/04/13) saya pergi ke stasiun Lempuyangan untuk membeli tiket kereta api Progo. Rencananya saya akan pulang hari Rabu, dan akan berada di Jakarta selama kurang lebih 2 minggu, terus balik lagi ke Jogja sebelum tanggal 15 Mei untuk mengikuti tes Acept (Toefl-nya UGM). Kepulangan saya ini bukan karena ingin liburan atau hal-hal mendesak, tapi karena saya memang sudah tidak punya uang lagi, haha. *gak ideologis banget*

Di Lempuyangan saya rencananya beli dua tiket, yaitu tiket Jogja-Jakarta dan Jakarta-Jogja, agar nanti tidak perlu repot-repot lagi untuk membeli tiket di Jakarta. Sebenarnya saya agak pesimis bisa mendapatkan tiket hari Rabu (H-3), karena berdasarkan pengalaman, sejak PT KAI membenahi sistemnya untuk meminimalisir praktik percaloan, saya sering kehabisan tiket kecuali untuk keberangkatan H-7 ke atas. Jadi, kalau saya mau pulang hari Rabu, minimal Rabu sebelumnya seharusnya saya sudah ke stasiun untuk memesan tiket.
Sumber: hargatiket.web.id

Akan tetapi, pada hari itu saya beruntung, berdasarkan informasi yang saya lihat di layar, tiket untuk keberangkatan hari Rabu masih tersedia banyak. Dengan kuda-kuda mantap, saya pun antri di loket pemesanan *halah, antri aja pake kuda-kuda*. Setibanya giliran saya memesan, saya kaget ketika mbak-mbak petugas loket mengatakan bahwa tiket Progo sekarang naik menjadi 90 ribu. Jadi, jika saya ingin membeli dua, maka saya harus membayar 180 ribu^.

*hening sesaat*

Sungguh saya terkesima melihat mbak-mbak tersebut *halah*, maksud saya, saya terkesima mendengar ucapan si mbak. Bukan karena suaranya yang merdu, tapi karena isi (content) ucapannya yang sangat menohok telinga. Bagaimana tidak menohok, lha tiket Progo yang biasanya saya beli hanya 35 ribu kini naik 2,5 kali lipat menjadi 90 ribu!!! Ini merupakan tohokan keras bagi Progonisme (penumpang setia Progo).

Tohokan itu membuat saya bingung, jadi beli atau tidak? Setelah berpikir sejenak, akhirnya saya putuskan untuk membeli satu tiket Jogja-Jakarta karena menurut saya, dengan kenaikan harga tiket itu, akan lebih efisien jika saya naik bis untuk pemberangkatan Jakarta-Jogja daripada naik kereta. Toh, harganya tidak jauh berbeda. Alasan lainnya, pada saat itupun saya hanya membawa uang 120 ribu, jadi tidak cukup untuk membeli dua tiket. *ini sebenernya alasan terkuatnya* =))

Dalam perjalanan pulang dari stasiun ke kostan, saya berpikir keras *lebay* untuk menimbang kejadian ini. Dari pemikiran selama 15 menit itu, saya menyimpulkan: saya harus membatalkan rencana pulang ke Jakarta dan mengembalikan tiket! Lah???

Begini, secara matematis, perhitungannya seperti ini: Ongkos pulang pergi Jogja-Jakarta kurang lebih 250 ribu. Sedangkan saya di Jakarta hanya sekitar 12 hari. Jika dalam satu hari pengeluaran saya di Jogja (untuk makan, dsb) adalah 15 ribu, maka dalam 12 hari total pengeluaran bersih saya adalah 180 ribu. Ditambah tetek bengek, maksimal 240 ribu. Artinya, kalau dihitung secara kasar *yang ngitung petinju*, saya justru merugi. Ini tentu tidak sejalan dengan visi saya pulang ke rumah, yaitu untuk penghematan. :p

Baiklah, saya akan tukarkan tiket ini esoknya saja karena di struk tiket diterangkan bahwa pembatalan tiket bisa diajukan sampai 30 menit sebelum keberangkatan (dan akan dikenakan biaya 25%).

Esoknya, saya pergi lagi ke stasiun dengan nawaitu “membatalkan tiket”. Setelah antri sejenak, tibalah giliran saya. “Mbak, saya mau membatalkan tiket”, terang saya kepada mbak-mbak petugas loket. “Uang pembatalannya baru bisa diambil 30 hari setelah pengajuan, mas, dan akan dikenakan biaya pembatalan 25% dari harga tiket”, jawab mbaknya, datar.

Aaaakkkk!!! Lagi-lagi saya tertohok! Dipotong 25% aja udah nohok, apalagi ditambah penundaan 30 hari!!! Saya tidak tau kalau waktu pengembalian uang sampai selama itu karena di struk tiket pun tidak ada keterangannya. Seperti mengerti keadaan saya yang sedang tertohok, si mbak langsung mengambilkan formulir pengajuan pembatalan dan menyerahkannya kepada saya. Saya pun mundur teratur dari loket.

Di stasiun, saya berpikir sejenak, apakah jadi dibatalkan atau tidak? Banyak hal yang saya harus saya pertimbangkan, dari A sampai ke A lagi. Setelah sekian menit berpikir dan  masih kebingungan, akhirnya saya memutuskan untuk pulang dulu ke kostan. Toh, masih ada waktu dua hari untuk membatalkan.

Di perjalanan pulang dari stasiun ke kostan (naik motor), lagi-lagi saya berpikir keras *bagi para pengendara pemula, sebaiknya kelakuan saya ini jangan ditiru karena sangat beresiko. Hal ini akan mengganggu konsentrasi anda*. Saya gunakan analisis deduktif untuk menyikapi kejadian ini. Jika saya tetap tinggal di Jogja, maka saya beresiko kehabisan uang dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Padahal, saya sendiri belum tau kapan orangtua akan mengirimi saya uang lagi. Akan tetapi, jika saya pulang, maka itu akan mengkhianati visi saya. :p

Well, renungan 15 menit itu akhirnya mengantarkan saya pada kesimpulan: saya akan pulang ke Jakarta! Bismillah. Jakarta, tunggu saya tanggal 02 Mei. *gak penting*

Oya, ada informasi tambahan nih, jadwal kereta sekarang banyak yang berubah. Progo yang biasanya berangkat jam 16.50 dan sampai di Jakarta jam 3-an (subuh), sekarang berangkatnya jam 15.30 dan sudah tiba di Jakarta jam 23.49!!! (gak kira-kira nih KAI, masa gw dilepas di Senen tengah malem gitu). Selain itu, Progo juga sekarang pakai AC. Tapi kayaknya gak cuma Progo deh, semua kereta ekonomi kayaknya sekarang ber-AC. Perubahan ini terjadi mulai 01 April 2013.

Sedikit komentar tentang “perbaikan” yang selalu dilakukan PT KAI, saya pribadi sebenarnya menyambut baik “perbaikan-perbaikan” ini. Semua pembenahan itu membuat mereka terlihat semakin profesional. Tapi, apa mereka gak kasihan sama wong cilik yang biasa bolak-balik Jogja-Jakarta naik kereta ekonomi? Hmm… buat wong cilik, semoga cepet jadi wong gede ya!

^pantes dulu gw denger sayup-sayup berita di tv bahwa ada massa yang berdemo di Lempuyangan menolak kenaikan harga tiket. Ternyata ini dia toh masalahnya *kayaknya gw mulai jadi apatis nih*

#pojok Tawangsari

0 comments:

Post a Comment