Setelah bergelut dengan skripsi dan antek-anteknya selama beberapa hari terakhir (hari?), pergelutan yang selanjutnya
akan saya hadapi adalah dengan Dikti dan UGM. Saya ingin mengikuti program
beasiswa BPP-DN (Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri) dari Dikti *Dikti,
you rocks me!*
Well, sebenarnya saya
belum sempat bilang ke orangtua saya tentang hal ini karena memang belum ada
momen yang tepat. FYI, dari kalangan keluarga besar sendiri, mereka sebenarnya prefer
saya bekerja daripada kuliah lagi. Bahkan dulu, waktu saya bilang ke Bu’de
bahwa saya mendaftar beasiswa di Arab Saudi, beliau dengan tegas melarang. “Gak
usah jauh-jauh, kerja aja di sini”, komentarnya waktu itu. Tapi menurut saya,
hal ini terjadi lebih karena pemahaman yang belum tersampaikan, bukan karena
mereka tidak suka.
By the way, jurusan yang
beruntung saya pilih adalah jurusan Manajemen Penanganan Bencana (MPB) di UGM. UGM
lagi? Yap, saya sudah kadung jatuh cinta dengan Jogja dan UGM-nya. Terus
kenapa gak milih Psikologi? Kan sudah saya sampaikan dulu, Psikologi itu
tidak termasuk bidang yang didanai. Kalau meminjam istilah Dikti, Psikologi itu
bukan (atau belum?) bidang yang strategis, makanya tidak termasuk hitungan
mereka. Puk..puk..ya psikologi*
Akan tetapi bagi saya, hal itu
bukan masalah besar karena pada dasarnya saya senang dengan dunia pendidikan
(sebenernya gw mau bilang, gw seneng belajar, tapi kayaknya keliatan bo’ong
banget). Saya tertarik dengan sains dan bersedia kuliah lagi (belajar) di
bidang apa saja, asal tidak terlalu jomplang. Misalnya, belajar teknik nuklir,
itu kan jomplang banget.
Saya sendiri tertarik dengan MPB
karena melihat potensi bencana di Indonesia yang sangat besar, sedangkan
penanganannya masih amburadul (bukan berarti gw ngarepin bencana lho). Saya
berharap dengan mendalami bidang ini, saya bisa melalui sisa umur saya dengan
penuh kebermanfaatan. *prok…prok…prok…*
Kemarin, saya sempat building
rapot, bertanya kepada Mbak Kiki (Psikologi 2007) yang kini kuliah di
jurusan tersebut. Menurut dia, MPB itu sangat berbeda dengan Psikologi. Di MPB,
dia lebih banyak belajar tentang Geografi daripada ilmu-ilmu sosial. Katanya,
di semester pertama dia hanya mendapatkan satu matakuliah sosial. Pun di
semester kedua, hanya mendapatkan matakuliah Sosiologi Bencana untuk bidang sosial,
sisanya adalah ilmu eksakta.
Di sisi lain, manajemen kampusnya
pun masih belum rapi karena jurusan ini (ternyata) baru dibuka 2 tahun lalu
(Mbak Kiki sendiri adalah angkatan kedua). Maka dari itu, dia sering menemukan
permasalahan dalam hal-hal teknis perkuliahan. Selain itu, dosen yang mengampu
perkuliahan pun “dicomot” dari berbagai fakultas yang ada di UGM, yang kemudian
menyebabkan terjadinya keambiguan visi, katanya. Overall, dia
menyarankan saya untuk berpikir dua kali jika ingin mengambil jurusan ini. (Kalo
orang psikologi ngomong gini, artinya dia gak menyarankan saya mengambil
jurusan ini, hehe).
Well, I assumed what
Mbak Kiki said is one of clues from Allah before I take another step. Saya
masih harus mengumpulkan clue-clue yang lain sampai akhirnya nanti saya
benar-benar mantap melangkahkan kaki untuk menapaki jalan hidup ini. *wedew*.
Sambil menunggu clue-clue tersebut, mari sejenak kita rayakan kelulusan
kita, haha. *PS manah PS*
*Gara-gara belakangan ini temen-temen
gw sering ngomong “puk..puk..”, gw jadi ketularan deh. Lagi nge-hits di
jejaring sosial kali ya?
#pojok Tawangsari
0 comments:
Post a Comment