April 24, 2013

Kemelut #3 (End)

Setelah mendapat dua tanda tangan dari dosen penguji, saya pun langsung menemui Bu Yuni untuk meminta lembar pengesahan. Lembar ini yang nantinya menjadi salah satu bukti sahnya saya menjadi sarjana psikologi. Bu Yuni sedikit kaget dengan “prestasi” saya yang hanya sekali revisi bersama Pak Azwar. Saya cengar-cengir saja melihat ekspresi beliau.

Di saat Bu Yuni sedang mempersiapkan lembar pengesahan, datanglah Pak Budi. “Ah, pucuk dicinta, ulam tiba”, batin saya dalam hati. Kedatangan beliau membuat saya tidak perlu repot-repot sms/telepon beliau karena dengan begitu saya bisa menanyakan langsung kesediaan beliau untuk menandatangani lembar pengesahan. Tapi, rupanya Bu Yuni yang malah berinisiatif menanyakan untuk saya. Pak Budi meminta saya untuk langsung ke tempat parkiran (tongkrongan beliau) jika lembar pengesahannya sudah selesai di-print.

Setelah kejadian baik itu, kabar baik lainnya rupanya datang bertubi-tubi. Bu Yuni mengatakan bahwa Pak Bagus baru saja selesai menguji, jadi saya bisa langsung meminta tanda tangan beliau.

Setelah mendapatkan tanda tangan pengesahan dari Pak Budi dan Pak Azwar, saya langsung menghadap ke ruangan dosen pembimbing skripsi yang sekaligus menjadi dosen pembimbing akademik saya itu. Alhamdulillah beliau ada di ruangan. Setelah menunggu beberapa menit karena ada yang sedang konsultasi, saya kemudian masuk menemui beliau. Tanpa banyak bertanya, apalagi memeriksa skripsi, beliau menandatangani lembar pengesahan skripsi tersebut. Alhamdulillah, terkumpul sudah tiga tanda tangan. Akhirnya saya bisa yudisium hari ini.
Sumber: wisegeek.com

Semua proses tersebut pada akhirnya mengantarkan saya pada jawaban dari pertanyaan yang paling ingin saya ketahui sejak berakhirnya sidang. Pertanyaan ini membuat saya penasaran sekaligus tegang karena jawaban dari pertanyaan ini sangat menentukan masa depan bangsa (halah). Pertanyaan itu adalah, berapa nilai yang saya dapat untuk skripsi saya?

Well, pertanyaan ini menjadi sangat penting karena nilai saya sangat pas-pasan. Sebelum pendadaran, IPK saya cukup membuat saya nyengir ala kuda balap. IPK saya saat itu adalah 0,01 poin di atas level sangat memuaskan. Tapi jika nilai skripsi saya adalah B atau di bawahnya, maka cengiran itu akan menjadi kegetiran yang paling pahit karena dengan begitu IPK saya turun 0,02 poin. Poin segitu cukup untuk membawa IPK saya turun “kasta”.

Ah, tapi kemudian saya tepis perasaan itu. “Udah bisa lulus aja, syukur banget”, batin saya menasihati. Kalau dipikir-pikir, kerisauan tentang IPK itu memang bisa membuat saya kufur nikmat mengingat fase skripsi ini ternyata tidak mudah saya lalui. Seharusnya saya bersyukur karena pada akhirnya (dengan kasih sayang Allah) saya bisa melalui fase ini.

Well, setelah sempat kaget dengan huruf B yang terpampang cukup besar di lembar biodata wisuda yang diberikan mas Arif (pegawai Tata Usaha), saya kemudian bertahmid dalam hati yang sedang bergemuruh karena melihat transkrip nilai yang baru saja di-print oleh Bu Yuni. Alhamdulillah.. KEMELUT.
Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaaha illallah wallahu akbar.

رب أوزعني أن أشكر نعمتك التي أنعمت علي وعلى والدي وأن أعمل صالحا ترضاه وأدخلني برحمتك في عبادك الصالحين

(Robbi aw zi’nii an asykuro ni’matakallatii an ’amta ‘alayya wa ‘alaa waa lidayya wa an a’mala shoolihan tardhoohu wa ad khilnii birohmatika fii ‘ibaadikashshoolihin

"Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal shaleh yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh") (An-Naml: 19)

#pojok kamar wisma Pakdhe

0 comments:

Post a Comment