Setelah mendapat dua tanda tangan
dari dosen penguji, saya pun langsung menemui Bu Yuni untuk meminta lembar
pengesahan. Lembar ini yang nantinya menjadi salah satu bukti sahnya saya
menjadi sarjana psikologi. Bu Yuni sedikit kaget dengan “prestasi” saya yang
hanya sekali revisi bersama Pak Azwar. Saya cengar-cengir saja melihat ekspresi
beliau.
Di saat Bu Yuni sedang
mempersiapkan lembar pengesahan, datanglah Pak Budi. “Ah, pucuk dicinta, ulam
tiba”, batin saya dalam hati. Kedatangan beliau membuat saya tidak perlu
repot-repot sms/telepon beliau karena dengan begitu saya bisa menanyakan
langsung kesediaan beliau untuk menandatangani lembar pengesahan. Tapi, rupanya
Bu Yuni yang malah berinisiatif menanyakan untuk saya. Pak Budi meminta saya
untuk langsung ke tempat parkiran (tongkrongan beliau) jika lembar
pengesahannya sudah selesai di-print.
Setelah kejadian baik itu, kabar
baik lainnya rupanya datang bertubi-tubi. Bu Yuni mengatakan bahwa Pak Bagus
baru saja selesai menguji, jadi saya bisa langsung meminta tanda tangan beliau.
Setelah mendapatkan tanda tangan
pengesahan dari Pak Budi dan Pak Azwar, saya langsung menghadap ke ruangan
dosen pembimbing skripsi yang sekaligus menjadi dosen pembimbing akademik saya
itu. Alhamdulillah beliau ada di ruangan. Setelah menunggu beberapa menit
karena ada yang sedang konsultasi, saya kemudian masuk menemui beliau. Tanpa
banyak bertanya, apalagi memeriksa skripsi, beliau menandatangani lembar
pengesahan skripsi tersebut. Alhamdulillah, terkumpul sudah tiga tanda tangan.
Akhirnya saya bisa yudisium hari ini.
Semua proses tersebut pada
akhirnya mengantarkan saya pada jawaban dari pertanyaan yang paling ingin saya
ketahui sejak berakhirnya sidang. Pertanyaan ini membuat saya penasaran sekaligus
tegang karena jawaban dari pertanyaan ini sangat menentukan masa depan bangsa
(halah). Pertanyaan itu adalah, berapa nilai yang saya dapat untuk skripsi
saya?
Well, pertanyaan ini menjadi
sangat penting karena nilai saya sangat pas-pasan. Sebelum pendadaran, IPK saya
cukup membuat saya nyengir ala kuda balap. IPK saya saat itu adalah 0,01 poin di
atas level sangat memuaskan. Tapi jika nilai skripsi saya adalah B atau di
bawahnya, maka cengiran itu akan menjadi kegetiran yang paling pahit karena
dengan begitu IPK saya turun 0,02 poin. Poin segitu cukup untuk membawa IPK
saya turun “kasta”.
Ah, tapi kemudian saya tepis
perasaan itu. “Udah bisa lulus aja, syukur banget”, batin saya menasihati.
Kalau dipikir-pikir, kerisauan tentang IPK itu memang bisa membuat saya kufur
nikmat mengingat fase skripsi ini ternyata tidak mudah saya lalui. Seharusnya
saya bersyukur karena pada akhirnya (dengan kasih sayang Allah) saya bisa
melalui fase ini.
Well, setelah sempat kaget dengan
huruf B yang terpampang cukup besar di lembar biodata wisuda yang diberikan mas
Arif (pegawai Tata Usaha), saya kemudian bertahmid dalam hati yang sedang
bergemuruh karena melihat transkrip nilai yang baru saja di-print oleh Bu Yuni.
Alhamdulillah.. KEMELUT.
Subhanallah wal hamdulillah wa laa
ilaaha illallah wallahu akbar.
رب أوزعني أن أشكر نعمتك التي أنعمت علي وعلى والدي
وأن أعمل صالحا ترضاه وأدخلني برحمتك في عبادك الصالحين
(Robbi aw zi’nii an asykuro ni’matakallatii an ’amta ‘alayya wa ‘alaa waa
lidayya wa an a’mala shoolihan tardhoohu wa ad khilnii birohmatika fii ‘ibaadikashshoolihin
"Ya Tuhanku, berilah aku
ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku
dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal shaleh yang Engkau
ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu
yang shaleh") (An-Naml: 19)
#pojok kamar wisma Pakdhe
0 comments:
Post a Comment