April 23, 2013

Kemelut #1

Beberapa hari ke belakang saya benar-benar merasakan kemelut. Bayangan tidak bisa mengikuti wisuda bulan Mei terus menghantui karena sampai hari Jumat (19/04/13), saya belum mendapatkan satu pun tanda tangan dosen sebagai tanda disahkannya skripsi saya. Padahal, hari terakhir pengumpulan tanda tangan itu adalah hari Senin (22/04/13).

Jumat kemarin, saya rencananya mau bertemu dengan Pak Azwar untuk memberikan revisi skripsi, tapi kemudian batal. Beliau pergi ke Bali dan baru balik hari Minggu. Padahal, kata salah seorang teman yang diuji juga oleh beliau, dia harus revisi sampai tiga kali sebelum mendapat tanda tangan Pak Azwar. Kalau waktu sekali revisi diasumsikan satu hari, berarti waktu yang dibutuhkan untuk mendapat pengesahan dari beliau kurang lebih butuh tiga hari! Jelas ini tidak cukup!
Sumber: 123rf.com

Saya pun mengadukan nasib saya ke Bu Yuni (urusan skripsi). Beliau menjawab, “Yaudah, dicoba aja dulu hari Senin, mudah-mudahan langsung dapat tanda tangan”. Jawaban ini membuat hati saya sedikit tersiram.
Sabtunya, saya mengajak Imron untuk menemani saya ke kediaman Pak Budi untuk menyerahkan revisi skripsi. Sebelumnya, saya telah bertemu dengan beliau pada hari Kamis (18/04/2013), tapi saya masih disuruh merevisi. Seolah memahami kondisi saya yang sedang terdesak, beliau mempersilahkan saya untuk datang ke rumahnya pada hari Sabtu atau Minggu.

Rumah beliau terletak di Jalan Wonosari. Alhamdulillah, tidak sulit mencarinya. Dengan sekali bertanya kepada Ibu-ibu di angkringan, saya langsung bisa menemui rumahnya.

Singkat cerita, saya sampai di rumahnya dan dipersilahkan masuk. Pak Budi kemudian memeriksa skripsi saya lagi. Saya benar-benar deg-degan. Takut jika kejadian hari Kamis teulang lagi. FYI, Kamis kemarin, beliau sebenarnya sudah hampir menandatangani skripsi saya. Pulpen beliau sudah menempel di atas kertas. Hati saya sudah sumringah. Tapi sebelum beliau tanda tangan, beliau bertanya, “Sudah diperbaiki toh ini?”. “Sudah, Pak”, mantap sekali saya menjawabnya.

Entah angin apa yang berhembus saat itu, beliau bukannya langsung tanda tangan, tapi justru memeriksa skripsi saya lagi. Membaliknya lembar demi lembar dan menahan pandangannya agak lama di Bab 1. Saya mulai cemas, kemudian lemas setelah mendengar komentar pembukanya. “Lha ini masih begini...bla-bla-bla”. Tanpa saya lanjutkan komentarnya, rasanya kita semua sudah mengerti bahwa masih ada yang salah dalam skripsi saya. Pulpen yang sudah menempel di lembar tanda tangan pun akhirnya dicabut kembali. Fyuuhh…

Di kesempatan kedua itu, beliau membaca lagi dengan cukup seksama. Membalik lembar demi lembar dan menahan pandangannya lagi di Bab 1. Beberapa menit berlalu, tapi belum juga ada komentar dari beliau, sampai akhirnya beliau bertanya dengan pertanyaan yang paling saya ingin dengar, “Mana halaman tanda tangannya?”. Ah… Keukenhoof (festival bunga Tulip di Belanda) rasanya pindah ke hati saya. Beliau mencukupkan pemeriksaannya hanya sampai Bab 1, setelah itu langsung menandatanganinya. Sip… Satu tanda tangan telah didapat.

Setelah itu, saya hanya bisa menunggu sampai hari Senin tiba karena dosen lainnya (Pak Azwar) baru bisa ditemui hari Senin. Hikmahnya, saya bisa memberikan waktu saya untuk Indung yang qodarullah di akhir pekan kemarin menginap di kost saya. Dia ingin mengikuti kajian Syaikh Abdurrozaq di Maskam.

0 comments:

Post a Comment