December 27, 2012

Desember Sendu


Berdasarkan perhitungan masehi, bulan ini seharusnya menjadi bulan bahagia bagi saya karena di bulan inilah saya dilahirkan. Akan tetapi, rangkaian kejadian yang saya alami membuat Desember ini menjadi terasa begitu sendu.
***
Berakhir sudah. Setelah hampir dua semester, hubungan saya dengan dosen pembimbing skripsi (DPS, sebutlah Mr. X) saya akhirnya kandas pada hari Jumat, 21 Desember 2012. Pihak yang memutuskan memutuskan hubungan itu adalah saya sendiri, bukan dosen saya. Saya lelah, tapi bukan secara fisik, melainkan batin. Kelelahan batin itu menggelayuti karena di antara kami selalu terjadi miskomunikasi dan sudah menjadi rahasia umum bahwa jika terjadi miskomunikasi seperti itu, maka pihak yang salah adalah mahasiswa, bukan dosen. Ingat, postulat abadi yang berlaku di kampus adalah: pertama, dosen selalu benar; kedua, jika dosen salah, maka lihat lagi peraturan pertama.

Kekurangharmonisan hubungan ini sebenarnya sudah mulai tercium di semester pertama saya mengambil skripsi. Saat itu, saya sempat berkonsultasi dengan dosen pembimbing akademik (DPA) saya. Saya mengatakan ke beliau bahwa saya ingin mengganti DPS karena tidak cocok dengan DPS yang sekarang. Akan tetapi, DPA saya menyarankan agar saya mencobanya satu semester lagi, kalau masih menemui masalah, barulah saya diperkenankan menggantinya.

Kesalahan saya saat berkonsultasi dengan DPA saya waktu itu adalah alasan yang saya kemukakan sangat tidak profesional. Saya mengatakan bahwa saya tidak cocok (secara personal) dengan Mr. X. Alasan ini tentu sangat tidak diterima, apalagi jika yang mendengarkan alasan itu adalah seorang psikolog sekaligus motivator. Tapi ya sudahlah, nasi sudah menjadi bubur, saya jalani satu semester itu dengan Mr. X.

Singkat cerita, satu semester itu hampir saya lalui, tapi ternyata saya masih terkendala dengan permasalahan serupa. Berhubung saya diminta untuk segera lulus oleh bapak saya karena kondisi ekonomi keluarga yang sedang kurang baik, maka saya memutuskan untuk segera mengganti DPS sekaligus penelitian saya.

Alasan Memilih Mr. X

Mr. X sebenarnya adalah pilihan saya pribadi. Saat itu, saya yang meminta beliau menjadi DPS karena beliau sangat menguasai metode penelitian yang akan saya gunakan, yaitu metode penelitian kualitatif. Keputusan itu (menggunakan metode penelitian kualitatif dan meminta beliau menjadi DPS) sebenarnya tergolong berani (and a bit ridiculous) karena pertama, saya sendiri masih awam sekali dengan metode itu karena saya belum pernah mengambil mata kuliahnya. Kedua, metode itu cenderung kurang populer di kampus saya. Mayoritas mahasiswa, terlebih S1, lebih sering menggunakan metode penelitian kuantitatif untuk penelitian skripsi mereka.

Ketiga, kebanyakan teman kuliah saya menghindari Mr. X karena cara beliau membimbing memang tidak populis. Suara beliau yang tinggi dan keras, yang disertai mimik yang tidak bersahabat seringkali mematikan karakter mahasiswa yang sedang berhadapan dengannya. Ditambah lagi, beliau juga memiliki standar yang sangat tinggi, yang sering menyejajarkan skripsi dengan tesis.

Akan tetapi, ketiga alasan itu bukannya membuat saya ciut dan minder, tapi justru membuat saya tertantang. Ya, pada dasarnya saya memang suka dengan tantangan. Saya suka menantang diri saya sendiri dan mencoba menghadapi apa yang ditakutkan oleh orang lain dan diri saya. Maka dari itu, saya sering mengambil jalan berbeda dengan orang kebanyakan.
Sayangnya, saya tidak cukup tangguh untuk menaklukkan Mr. X, sehingga saya harus mengakhiri hubungan saya dengan beliau. Meski belum bisa ditaklukkan, tapi ada banyak hikmah yang bisa diambil dari pengalaman ini. Insyaallah.

#pojok kamar, wisma Pakdhe

0 comments:

Post a Comment