Entah
saya yang terlalu naïf atau memang modus-modus kecurangan dalam dunia pendidikan
ini yang sudah terorgnisir dengan rapi? Selama ini saya menaruh respect yang
tinggi terhadap PTN karena ketatnya ujian masuk ke sana, tapi respect itu mulai
menguap karena kualitas (mental) mahasiswanya yang keropos
***
Beberapa bulan yang lalu, saya
meminta beberapa teman untuk membantu mencarikan subjek untuk penelitian saya.
Subjek yang saya butuhkan itu memang agak sulit dicari karena banyak kriteria
“tidak lazim” yang harus terpenuhi. Oleh karena itu, saya meminta bantuan
mereka.
Singkat cerita, setelah
beberapa waktu berlalu, saya tanyakan lagi perkembangannya kepada teman-teman
saya itu. Mereka mengatakan bahwa mereka tidak mendapatkan subjek yang sesuai
dengan kriteria.
Well, sebenarnya saya agak
kecewa dengan jawaban itu karena sudah lama sekali saya mencari, tapi belum
juga mendapatkannya. Akan tetapi, bagi saya kekecewaan itu tidak seberapa
dibanding dengan kekecewaan mendengar saran mereka.
Memangnya apa yang mereka sarankan
sampai begitu mengecewakan?
Sebagian besar dari mereka dengan
ringan menyarankan agar saya memalsukan saja data penelitiannya. Toh, dosen saya tidak tahu!
Hmm… Meski batin menolak, tapi
izinkan saya memikirkan sisi positifnya dulu dari saran tersebut. Sisi positif
yang dapat saya ambil adalah, saya mengetahui bahwa perhatian mereka begitu
besar terhadap saya sehingga mereka tidak mau melihat saya sulit. Sudah! Itu
saja! (Yes, I know that it was the worst conclusion)
Oke, kita tinggalkan sisi
positif dan masuk ke fase kecewa.
Ada beberapa hal yang membuat
saya sangat kecewa dengan saran tersebut. Pertama, hampir semua teman yang saya
tanya adalah mahasiswa dan beberapa dari mereka kuliah di PTN (Perguruan Tinggi
Negeri). Dengan kapabilitas mereka sebagai mahasiswa (lebih-lebih kuliah di
PTN), bagaimana mungkin mereka bisa berpikir selicik itu? (Dalam ilmu
psikologi, pola pikir seperti ini disebut dengan “berpikir heuristik”).
Mereka tega menumbangkan
pilar-pilar penelitian demi tujuan pribadi. Padahal, penelitian yang mereka
kerjakan sangat mungkin dijadikan acuan oleh peneliti lain. Bayangkan bagaimana
efek dari kecurangan ini bagi masa depan kehidupan manusia, terlebih bagi dunia
penelitian dan pendidikan?
Inilah akibat dari salah kaprah
dalam memahami pendidikan. Pendidikan yang dianggap sebagai komoditas (barang
dagangan) akan sangat rentan menghasilkan mental yang keropos, ingin cepat
meraih gelar agar uang yang dikeluarkan untuk biaya pendidikan segera
tergantikan.
Bukan saya menyalahkan orang
yang ingin cepat lulus, cepat dapat kerja, dan bergaji tinggi. Bukan. Akan
tetapi, jika hal-hal itu dijadikan tujuan utama, maka pendidikan tidak akan mencapai
esensinya sehingga tujuan dari pendidikan, yaitu proses memanusiakan manusia, akan ikut tereduksi. Pendidikan tidak
lagi menghasilkan “manusia” yang “semakin manusia”, tapi justru membuatnya semakin
terasing dari populasi “manusia”.
0 comments:
Post a Comment