November 28, 2012

Kualitas Pendidikan Kita


Entah saya yang terlalu naïf atau memang modus-modus kecurangan dalam dunia pendidikan ini yang sudah terorgnisir dengan rapi? Selama ini saya menaruh respect yang tinggi terhadap PTN karena ketatnya ujian masuk ke sana, tapi respect itu mulai menguap karena kualitas (mental) mahasiswanya yang keropos
***
Beberapa bulan yang lalu, saya meminta beberapa teman untuk membantu mencarikan subjek untuk penelitian saya. Subjek yang saya butuhkan itu memang agak sulit dicari karena banyak kriteria “tidak lazim” yang harus terpenuhi. Oleh karena itu, saya meminta bantuan mereka.

Singkat cerita, setelah beberapa waktu berlalu, saya tanyakan lagi perkembangannya kepada teman-teman saya itu. Mereka mengatakan bahwa mereka tidak mendapatkan subjek yang sesuai dengan kriteria.

Well, sebenarnya saya agak kecewa dengan jawaban itu karena sudah lama sekali saya mencari, tapi belum juga mendapatkannya. Akan tetapi, bagi saya kekecewaan itu tidak seberapa dibanding dengan kekecewaan mendengar saran mereka.

Memangnya apa yang mereka sarankan sampai begitu mengecewakan?

Sebagian besar dari mereka dengan ringan menyarankan agar saya memalsukan saja data penelitiannya. Toh, dosen saya tidak tahu!

Hmm… Meski batin menolak, tapi izinkan saya memikirkan sisi positifnya dulu dari saran tersebut. Sisi positif yang dapat saya ambil adalah, saya mengetahui bahwa perhatian mereka begitu besar terhadap saya sehingga mereka tidak mau melihat saya sulit. Sudah! Itu saja! (Yes, I know that it was the worst conclusion)

Oke, kita tinggalkan sisi positif dan masuk ke fase kecewa.

Ada beberapa hal yang membuat saya sangat kecewa dengan saran tersebut. Pertama, hampir semua teman yang saya tanya adalah mahasiswa dan beberapa dari mereka kuliah di PTN (Perguruan Tinggi Negeri). Dengan kapabilitas mereka sebagai mahasiswa (lebih-lebih kuliah di PTN), bagaimana mungkin mereka bisa berpikir selicik itu? (Dalam ilmu psikologi, pola pikir seperti ini disebut dengan “berpikir heuristik”).

Mereka tega menumbangkan pilar-pilar penelitian demi tujuan pribadi. Padahal, penelitian yang mereka kerjakan sangat mungkin dijadikan acuan oleh peneliti lain. Bayangkan bagaimana efek dari kecurangan ini bagi masa depan kehidupan manusia, terlebih bagi dunia penelitian dan pendidikan?

Inilah akibat dari salah kaprah dalam memahami pendidikan. Pendidikan yang dianggap sebagai komoditas (barang dagangan) akan sangat rentan menghasilkan mental yang keropos, ingin cepat meraih gelar agar uang yang dikeluarkan untuk biaya pendidikan segera tergantikan.

Bukan saya menyalahkan orang yang ingin cepat lulus, cepat dapat kerja, dan bergaji tinggi. Bukan. Akan tetapi, jika hal-hal itu dijadikan tujuan utama, maka pendidikan tidak akan mencapai esensinya sehingga tujuan dari pendidikan, yaitu proses memanusiakan  manusia, akan ikut tereduksi. Pendidikan tidak lagi menghasilkan “manusia” yang “semakin manusia”, tapi justru membuatnya semakin terasing dari populasi “manusia”.

Related Posts:

  • Tenang dengan Ujian Seorang guru yang sangat saya kagumi keshalihannya sering berkata : “Beruntunglah orang-orang yang didera kesempitan, karena dengan kesempitan itu akan didatangkan kelapangan bagi mereka, dihapuskan dosa-dosanya, dan dinaikk… Read More
  • Berani Gagal Itu Baik Sebagai makhluk yang dinamis, manusia tentu selalu memiliki harapan untuk berkembang. Peningkatan dalam karir, prestasi, materi, serta hubungan lazim menjadi resolusi banyak orang. Akan tetapi keberanian beresolusi ternyata … Read More
  • Proses Pendewasaan Setiap fase kehidupan memiliki batas-batasnya. Sebelum beralih ke fase yang lain, manusia wajib melewati batas tersebut. Di tiap tapal batasnya, berlaku ujian dari setiap pelajaran yang sudah diperoleh selama manusi… Read More
  • Kesenangan yang Menipu Banyak mahasiswa menganggap skripsi sebagai momok. Hal itu tidak saya pungkiri karena saya adalah salah satunya. Dulu saya sempat stres waktu mengerjakan skripsi. Permasalahan dengan dosen pembimbing, urusan pribadi yang jug… Read More
  • Menangis Kita mungkin pernah melihat orang berdoa dengan sangat khusyuk. Saking khusyuknya, air matanya berderai membasahi wajah. Hingga membuat kita yang melihat menjadi iba dan membatin, “betapa berat ujian yang (mungkin) sedang ia… Read More

0 comments:

Post a Comment