Tidak terasa
sudah 3 bulan lebih saya tinggal di Belanda. Artinya, 2 bulan lagi saya harus
berpisah meninggalkan kota Groningen dan Van Houtenlaan (VHL), housing saya
selama di Belanda. Hmm…biar memori tentang VHL tidak lekang selepas kepulangan
saya ke Indonesia, sepertinya saya perlu menuliskan beberapa hal tentang
housing ini.
Okay, saya
akan memulai dengan menceritakan alasan saya memiliih VHL. Alasannya sebenarnya
sederhana saja, yaitu karena housing ini lebih murah dibanding housing-housing
lainnya. Harga sewa kamar di sini rata-rata 280-an euro (kecuali beberapa kamar
khusus yang ukurannya agak lebih besar, harganya di atas 310 euro), beda dengan
housing lainnya yang rata-rata di atas 310 euro. Tapi ndilalahnya, saya malah
kebagian yang kamar khusus itu, haha. Yah, anggaplah rejeki, dapat kamar yang
lebih besar.
Untuk
menyewa housing ini, saya harus mendaftar dulu di Housing Office, sebuah
perusahaan yang bergerak di bidang jasa pencarian housing sekaligus mengelola
housing2 tersebut. Biaya untuk mendaftar Housing Office cukup mahal, yaitu 300
euro ditambah biaya deposit (jaminan) sebesar 325 euro. Deposit ini digunakan
untuk mengganti barang-barang mereka yang kita rusak atau hilangkan, misalnya
peralatan dapur. Kalau kita tidak merusak atau menghilangkan apa-apa, deposit
itu akan dikembalikan setelah kontrak selesai.
Anyway, Van
Houtenlaan, sesuai dengan namanya, terletak di jalan Van Houtenlaan 27.
Lokasinya berada di sebelah selatan kota Groningen. Posisi ini sebenarnya
kurang strategis karena agak jauh dari mana-mana. Sebagai perbandingan, jarak
antara VHL dengan Central Station 2,6 km, dengan Centrum (pusat kota) 3,7 km,
dengan kampus Psikologi 5,7 km, dengan masjid Korreweg 5,5 km, dengan masjid
Selwerd 8 km, dengan kampus Zernike (ruang ujian) 9 km, dan dengan ACLO Sport
Centrum 8,8 km (tenang, saya tidak mengukur jarak-jarak itu dengan manual kok, kan
ada mbah google). Dan semua lokasi itu harus saya tempuh dengan bersepeda.
Tidak harus sih, sebenarnya masih bisa menggunakan bis, tapi berhubung tarif
bis cukup mahal, 1,5 euro sekali jalan, maka demi penghematan saya biasakan
naik sepeda. Untungnya di Jogja juga sudah terbiasa bersepeda, hehe.
Kesimpulan: kalau mau ke Belanda, dan memilih VHL sebagai housing,
banyak-banyaklah latihan bersepeda.
VHL memiliki
7 lantai. Total kamarnya berjumlah 151. Housing ini memiliki fasilitas
penunjang yang cukup lengkap, mulai dari dapur, mesin cuci, pengering,
microwave, water heater, kulkas, dan peralatan memasak. Sayangnya, semua
fasilitas itu adalah milik bersama, kecuali peralatan memasak yang setiap
student diberikan peralatan masing-masing.
Jadi tanggung jawabnya juga bersama. Hal ini rupanya sering memunculkan
social loafing (teori psikologi, tanya mbak google aja ya, hehe). Students
banyak yang jadi apatis terhadap kenyamanan housing, misalnya tentang
kebersihan.
Saya ambil
contoh kebersihan di koridor saya, terutama bagian dapur. Meskipun ada kitchen
duty (upaya yang bagus buat meminimalisir social loafing), tapi rupanya hal itu
tidak berjalan dengan baik sehingga dapur di koridor saya sering kotor dan penuh
sampah. Sayangnya, si student manager juga ikut-ikutan apatis dengan tidak menjalankan
tugas piketnya dan tidak menegur student yang gak mau piket (lha piket aja ndak
og, gimana mau negur?). Alhasil, students makin banyak yang gak peduli dan
dapur jadi semakin berantakan. Buat saya yang “hobi” masak (you have to pay
your attention at the “hobi”-LOL) keadaan ini sangat membuat tidak nyaman.
Selain
banyak yang apatis, beberapa student di sini juga rupanya punya benih-benih kriminal
(Wew! Jadi serem gitu). Iya, soalnya saya pernah kehilangan susu yang saya
simpan di common refrigerator. Kejadian itu membuat saya kapok menyimpan
makanan/minuman jadi di kulkas bersama. Yang saya simpan di sana paling-paling cuma
bumbu-bumbu dapur, seperti bawang putih, bawang merah, cabe, dan kroni-kroninya
(Kesimpulan: ternyata students di sini seperti vampire yang takut dengan
bawang-bawangan).
Btw, kenapa
hanya karena susu seliter aja sampe dibilang punya benih kriminal?
Sebenarnya
gak cuma masalah susu, tapi juga masalah lain yang lebih berat. Salah satu student
di koridor saya bahkan kehilangan laptopnya. Ada juga yang kehilangan paket
posnya. Bahkan katanya ada yang pernah ditodong juga (nah lho!). Maka dari itu
saya menyimpulkan keamanan dan kenyamanan di VHL sangat kurang.
Oya, ada cerita
unik juga nih tentang VHL, yaitu fire alarmnya yang sering banget berbunyi. Intensitasnya
sudah seperti puasa Nabi Daud aja. Waktu baru datang ke sini, saya kaget banget
pas fire alarmnya bunyi. Saya kira ada kebakaran apa gitu, tapi setelah diberi tau
tetangga, ternyata gak ada kebakaran apa-apa. Dari tetangga itu, saya jadi tau
bahwa fire alarmnya aja yang genit, makanya sering berbunyi.
Belakangan ada
penjelasan dari Housing Office bahwa fire alarm di VHL memang sangat sensitif.
Jadi, ketika ada asap sedikit saja, bisa langsung berbunyi. Oleh karena itu, si
student manager mewanti-wanti agar tidak merokok atau memasak di dalam kamar
(jangan-jangan bunyi fire alarm itu salah satunya karena ulah saya yang sering
masak nasi di kamar, haha).
Hmm…mau
cerita apa lagi ya? Mungkin itu dulu kali, nanti kalau ada tambahan, saya akan
buat lagi di tulisan lainnya.
0 comments:
Post a Comment