Tadi malam
saya berdiskusi dengan teman-teman asal Indonesia. Ada banyak bahan diskusi
yang kami bahas, tapi satu diskusi yang cukup menyita perhatian dan pemikiran
saya sampai saat ini adalah tentang moratorium PNS. Qodarulloh teman-teman
diskusi saya ini banyak yang bekerja di birokrasi, jadi mereka cukup tau seluk
beluknya.
Dari mereka
saya (baru) tau bahwa pemerintah telah mengeluarkan moratorium (penangguhan
penerimaan) PNS yang berlaku sejak tahun ini sampai tahun 2014. Dengan kata
lain, pemerintah tidak akan membuka lowongan PNS sampai moratorium ini selesai.
Alasan diberlakukannya
peraturan ini menurut teman-teman saya adalah karena anggaran belanja untuk keperluan
pegawai sangat besar, jauh melebihi anggaran-anggaran lainnya. Hal ini memicu perkembangan
sektor-sektor yang berada di luar kepegawaian menjadi terhambat, misalnya sektor
pembangunan daerah (Hmm..pantas saja saya sering menemukan jalan rusak di
Indonesia).
Lalu apa
urgensi berita ini untuk saya?
Saat ini moratorium
itu memang tidak berpengaruh langsung pada kehidupan saya, tapi kemungkinan
akan berpengaruh di tahun mendatang karena selepas kuliah saya berniat untuk
menjadi seorang dosen atau peneliti LIPI yang notabene adalah profesi PNS.
Mengapa
Memilih menjadi dosen atau peneliti LIPI?
Saya sendiri
agak kesulitan menjelaskan mengapa saya tertarik dengan dua profesi ini. Dua
profesi ini baru terpikirkan ketika saya memasuki tahun-tahun terakhir kuliah.
Sebelumnya, bayangan saya setelah lulus kuliah nanti saya akan bekerja di
perusahaan swasta.
Saya pribadi
sebenarnya tidak memiliki banyak pengalaman menjadi seorang pengajar. Satu-satunya
pengalaman mengajar yang cukup intens adalah ketika saya diminta terlibat
menjadi pengajar TPA di masjid dekat kos-kosan saya. Selebihnya, saya intens menjadi
orang yang diajar.
Di sisi
lain, menjadi seorang peneliti pun sangat jarang saya lakukan. Satu-satunya
penelitian “professional” yang pernah saya lakukan dan terlibat di dalamnya
dari mulai penyusunan konsep sampai tahap eksekusi adalah ketika proposal
Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) saya diterima Dikti. Selebihnya, saya hanya
menjadi pembaca hasil penelitian (inipun tidak intens).
Akan tetapi,
sedikitnya pengalaman mengajar dan meneliti itu menurut saya tidak mengalahkan
besarnya kecenderungan saya untuk selalu ingin bersinggungan dengan dunia
akademik. Dan pikiran heuristik saya mengatakan bahwa dengan menjadi dosen atau
peneliti, kecenderungan itu akan lebih mudah terpenuhi dibanding menjadi
seorang pegawai di kantor.
Well, tapi itu
hanya pendapat saya. Pandangan yang (mungkin) sangat subjektif. Boleh jadi di
waktu mendatang Allah merubah kecenderungan hati saya, seperti dulu merubah keinginan saya untuk menjadi seorang pegawai di kantor? Sehingga mungkin di waktu mendatang saya tidak lagi
naksir berat dengan dua profesi tersebut.
Ah, kehidupan ini memang penuh dengan pilihan.
Ah, kehidupan ini memang penuh dengan pilihan.
Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alad
diinik
Notes: Ya
ampun, selagi menuliskan tulisan ini, saya teringat nasihat seorang guru
tentang ketenangan seorang muslim menghadapi hidup. Mengapa saya jadi merisaukan
moratorium? Padahal ketetapan Allah kan tidak tergantung adanya moratorium atau
tidak.
Lalu kenapa
dilanjutkan menulisnya dan dipostingkan? Karena sudah kadung ditulis dan sudah
sampai pertengahan, jadi sayang kalau tidak dilanjutkan, hehe.
0 comments:
Post a Comment