December 1, 2011

Dosen dan Peneliti


Tadi malam saya berdiskusi dengan teman-teman asal Indonesia. Ada banyak bahan diskusi yang kami bahas, tapi satu diskusi yang cukup menyita perhatian dan pemikiran saya sampai saat ini adalah tentang moratorium PNS. Qodarulloh teman-teman diskusi saya ini banyak yang bekerja di birokrasi, jadi mereka cukup tau seluk beluknya.

Dari mereka saya (baru) tau bahwa pemerintah telah mengeluarkan moratorium (penangguhan penerimaan) PNS yang berlaku sejak tahun ini sampai tahun 2014. Dengan kata lain, pemerintah tidak akan membuka lowongan PNS sampai moratorium ini selesai.

Alasan diberlakukannya peraturan ini menurut teman-teman saya adalah karena anggaran belanja untuk keperluan pegawai sangat besar, jauh melebihi anggaran-anggaran lainnya. Hal ini memicu perkembangan sektor-sektor yang berada di luar kepegawaian menjadi terhambat, misalnya sektor pembangunan daerah (Hmm..pantas saja saya sering menemukan jalan rusak di Indonesia).

Lalu apa urgensi berita ini untuk saya?

Saat ini moratorium itu memang tidak berpengaruh langsung pada kehidupan saya, tapi kemungkinan akan berpengaruh di tahun mendatang karena selepas kuliah saya berniat untuk menjadi seorang dosen atau peneliti LIPI yang notabene adalah profesi PNS.

Mengapa Memilih menjadi dosen atau peneliti LIPI?

Saya sendiri agak kesulitan menjelaskan mengapa saya tertarik dengan dua profesi ini. Dua profesi ini baru terpikirkan ketika saya memasuki tahun-tahun terakhir kuliah. Sebelumnya, bayangan saya setelah lulus kuliah nanti saya akan bekerja di perusahaan swasta.

Saya pribadi sebenarnya tidak memiliki banyak pengalaman menjadi seorang pengajar. Satu-satunya pengalaman mengajar yang cukup intens adalah ketika saya diminta terlibat menjadi pengajar TPA di masjid dekat kos-kosan saya. Selebihnya, saya intens menjadi orang yang diajar.

Di sisi lain, menjadi seorang peneliti pun sangat jarang saya lakukan. Satu-satunya penelitian “professional” yang pernah saya lakukan dan terlibat di dalamnya dari mulai penyusunan konsep sampai tahap eksekusi adalah ketika proposal Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) saya diterima Dikti. Selebihnya, saya hanya menjadi pembaca hasil penelitian (inipun tidak intens).

Akan tetapi, sedikitnya pengalaman mengajar dan meneliti itu menurut saya tidak mengalahkan besarnya kecenderungan saya untuk selalu ingin bersinggungan dengan dunia akademik. Dan pikiran heuristik saya mengatakan bahwa dengan menjadi dosen atau peneliti, kecenderungan itu akan lebih mudah terpenuhi dibanding menjadi seorang pegawai di kantor.

Well, tapi itu hanya pendapat saya. Pandangan yang (mungkin) sangat subjektif. Boleh jadi di waktu mendatang Allah merubah kecenderungan hati saya, seperti dulu merubah keinginan saya untuk menjadi seorang pegawai di kantor? Sehingga mungkin di waktu mendatang saya tidak lagi naksir berat dengan dua profesi tersebut. 

Ah, kehidupan ini memang penuh dengan pilihan.

Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alad diinik

Notes: Ya ampun, selagi menuliskan tulisan ini, saya teringat nasihat seorang guru tentang ketenangan seorang muslim menghadapi hidup. Mengapa saya jadi merisaukan moratorium? Padahal ketetapan Allah kan tidak tergantung adanya moratorium atau tidak.

Lalu kenapa dilanjutkan menulisnya dan dipostingkan? Karena sudah kadung ditulis dan sudah sampai pertengahan, jadi sayang kalau tidak dilanjutkan, hehe.

0 comments:

Post a Comment