Salah satu hal menarik yang saya
tunggu-tunggu dari kursus Bahasa Belanda adalah pada sesi terakhirnya. Di sesi
terakhir ini, biasanya meneer dosen
menceritakan segala hal yang berhubungan dengan Belanda. Dulu saya pernah
menuliskan sejarah yang berhubungan dengan bahasa Belanda yang diceritakan oleh
dosen ini (bisa dilihat di sini). Kemarin malam, dosen saya menceritakan sejarah
lain tentang perjuangan warga Belanda untuk tetap survive di tengah
keterbatasan yang ada.
Peta Belanda |
Ya, seperti yang kita ketahui bersama,
bahwa Belanda adalah negara yang terletak di bawah permukaan laut. Karena letak
geografis yang sangat tidak strategis itu, Belanda selalu diliputi ancaman
banjir. Bencana banjir terakhir yang sempat melanda Belanda terjadi pada tahun
1953. Ketika itu sebuah banjir dahsyat akibat merangseknya air laut ke daratan
membuat nyawa 1800-an warga Belanda yang tinggal di Zeeland melayang.
Ancaman banjir yang senantiasaa
membayang-bayangi itu rupanya tidak serta merta membuat warga Belanda putus
asa. Mereka justru dengan kreatif memutar otak untuk menetralkan wilayah mereka
dari luapan air laut (banjir rob). Salah satu strategi yang mereka gunakan
untuk “memindahkan air laut ke laut” itu adalah dengan menggunakan kincir angin.
Sistem Kerja Kincir |
Kincir angin tradisional yang sudah menjadi trademark Belanda
ini mulai digunakan sejak abad pertengahan. Saya sendiri baru mengetahui kalau ternyata
kincir ini dulunya digunakan untuk memindahkan air laut (sistem kerja kincirnya bisa dilihat di gambar sebelah). Saya kira kincir ini hanya
digunakan untuk keperluan pertanian saja, seperti irigasi.
Seiring berjalannya waktu, rupanya kincir inipun tidak cukup
banyak membantu membuang air laut yang masuk karena volumenya yang sangat banyak,
sedangkan jumlah kincirnya sangat terbatas. Maka merekapun mulai memikirkan alternatif
lain. Alternatif solusi yang cukup ampuh dan digunakan sampai saat ini adalah
dengan membangun dijk (tanggul).
Salah satu dijk di Belanda |
Belanda membangun dijk di semua daerah yang berpotensi
tenggelam. Dosen saya bercerita bahwa dijk yang terpanjang yang dibangun Belanda
ukurannya mencapai 33 km. Saya menggeleng-geleng kepala ketika mendengarnya. Antara
kagum dan tidak percaya. Bagaimana mungkin mereka membangun tanggul yang
menyumbat air laut dan memiliki panjang 33 km? Sebuah usaha bertahan hidup yang
luar biasa.
Setelah mengetahui fakta ini, saya jadi merenung, betapa
dimanjakannya bangsa Indonesia. Secara default,
Indonesia sudah memiliki alam yang sangat ideal. Kita tidak perlu bersusah
payah memindahkan air laut untuk menciptakan apa yang disebut sebagai “wilayah
negara” seperti yang Belanda lakukan. Akan tetapi sayangnya, kondisi alam yang
memanjakan itu rupanya membuat etos kerja bangsa Indonesia tidak segigih bangsa
Belanda.
0 comments:
Post a Comment