Dunia ini terlalu serius diurus. Kalau membaca berita, yang kita lihat sepertinya hanya ketegangan dan kecemasan. Manusia seolah-olah dikondisikan agar lupa akan kesenangan. Padahal kesenangan itu adalah fitrah kehidupan dunia sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an, bahwa kehidupan dunia tidak lain hanya senda gurau dan main-main (Al-Ankabut : 64).
Dunia memang terlalu serius diurus. Saking seriusnya, bahkan untuk perkara-perkara yang sifatnya hiburan pun menjadi sulit dinikmati. Seperti konsol game yang saat ini semakin ribet, susah dan muter-muter, sampai payah saya mencari jalan hanya untuk memulai sebuah game.
Ya, belum lama ini saya membawakan oleh-oleh dari Saudi berupa Xbox untuk adik bungsu saya, Fahri. Sebenarnya saya kurang sreg memberikan hadiah ini karena khawatir dia kecanduan, tapi karena alm. Ibu saya pernah meminta saya membelikan Play Station (PS) ke Fahri, akhirnya saya belikan juga untuk menggugurkan permintaan itu. Walaupun bukan PS, tapi setidaknya serupa lah.
Btw, dulu emak gw strict banget ke anaknya. Gw minta jimbot tetris aja dilarang, kenapa sama yang bungsu jadi loyal banget? :’(
Okay, back to topic.
Ternyata keputusan saya membelikan Xbox berbuntut panjang. Mainan itu tidak bisa dimainkan di TV biasa. Spesifikasi TV yang diminta adalah TV yang ada port HDMI-nya. Otomatis TV di rumah tidak masuk kualifikasi karena itu TV jadul yang cuma ada port AV nya. Sempat senang karena mengira Xbox tidak akan terpakai, tapi ternyata adik pertama saya, Fahrul, bisa mengotak-atiknya sehingga bisa dimainkan di TV rumah.
Selesai permasalahan dengan port, datang masalah lain. Untuk memainkan Xbox itu ternyata dibutuhkan kaset/cd game yang harga perbijinya sangat mahal. Selain itu, dibutuhkan pula koneksi internet yang besar. Saya kira disinilah tamatnya riwayat Xbox itu. Tetapi ternyata lagi-lagi Fahrul mengatasi keterbatasan itu. Kini Xbox di rumah dapat dimainkan tanpa membutuhkan cd dan koneksi internet. Melihat kesigapan Fahrul, kayaknya dia yang ngebet banget pengen maen.
Nah, saya sendiri baru mencoba mainan itu kira-kira sebulan yang lalu. Pertama kali mencoba, saya bingung darimana harus memulai. Ingin main FIFA, which is the only one game I know, tapi tidak tau menu mana yang harus dipilih. Akhirnya saya ditunjuki ke jalan yang lurus oleh Fahri sehingga bisa masuk ke game bola itu. Pun ketika sudah memilih FIFA, saya tetap kesulitan bagaimana memulai satu pertandingan. Lagi-lagi Fahri lah yang menjadi guide-nya. Puncaknya, ketika berada di pertandingan, saya menjadi tidak bersemangat karena lawannya yang terlalu susah, haha.
Iya sih, saya bisa mengatur tingkat kesulitan menjadi sangat mudah, tapi bukan itu substansinya. Bahwa menikmati sebuah game kini harus berjuang ekstra, itulah yang ingin saya tekankan. Game, yang mana fungsi awalnya sebagai media hiburan, kini menjadi sangat serius. Banyak orang tersedot perhatiannya untuk menyeriusi game hingga lupa bahwa kodrat game hanya sebagai penghibur, bukan pekerjaan. Bahkan tidak sedikit orang yang meninggalkan pekerjaan mereka di dunia nyata untuk hijrah ke dunia game.
Bagi saya, game seperti Super Mario dan Contra yang ada di Nintendo jadul lebih menghibur daripada game-game kekinian. Entah karena saya-nya yang tergolong orang jadul dan tidak adaptif terhadap perubahan sehingga kepayahan mengikuti perkembangan dunia game. Atau memang karena game itu sendiri dibuat terlalu serius sehingga mengabaikan fungsi dasar sebagai hiburan?
#Lubuk Minturun – Padang
0 comments:
Post a Comment