Inilah jalan hidup saya. Datang
ke Arab Saudi dengan niat melanjutkan studi Psikologi, tapi apa daya Allah
menakdirikan saya belajar Bahasa Arab terlebih dahulu, sebab bahasa pengantar
kuliah di jurusan Psikologi, King Saud University (KSU), berbahasa Arab. Sedangkan
saya masih sangat awam berbahasa Arab (baca: tidak bisa). Durasi program
belajar Bahasa Arabnya pun tidak tanggung-tanggung. Saya harus ikut kelas Ma’had
Lughoh selama dua tahun!
Lah terus kok bisa saya keterima
di KSU padahal tidak bisa berbahasa Arab? Wallahua’lam. Saya sendiri heran.
Dulu waktu mendaftar, semua syarat yang diminta berbahasa Inggris. Mereka juga
meminta TOEFL dan GRE. Makanya saya berani mendaftar. Tapi entah mengapa ketika
sudah sampai di Saudi mereka bilang kuliahnya memakai bahasa Arab.
Keheranan saya semakin menjadi
ketika saya mengunjungi jurusan Psikologi untuk pertama kalinya. Pertama kali
datang ke jurusan, saya langsung bertemu Kajur (Kepala Jurusan). Saat itu Kajur
sangat heran, mengapa saya yang tidak bisa berbahasa Arab ini bisa diterima di
Psikologi? Bagi saya pertanyaan ini agak konyol. Logikanya, bukankah setiap
penerimaan mahasiswa baru selalu ada persetujuan dari Kajur? Bagaimana mungkin Si
Kajur tidak tau? Hmm…
Diterimanya saya, yang tidak bisa
berbahasa Arab, di Psikologi rupanya cukup membuat heboh jurusan. Ketika saya
datang ke jurusan, ada beberapa dosen yang menghampiri saya. Mereka bertanya, “Mengapa
kamu mau belajar di KSU? Kalau kamu bisa bahasa Inggris, seharusnya kamu apply
beasiswa di Eropa atau US saja. Di sana Psikologi lebih bagus”
Very good question, Sir!
Saya dengan yakin menjawab, “Saya
ingin mendalami Psikologi Islam”
Mendengar jawaban itu, ada
seorang dosen yang tertawa, kemudian berkomentar sambil berlalu, “Di sini
tidak ada Psikologi Islam. Psikologi ya Psikologi”
Kaget juga saya demi mendengar
komentar beliau. Kaget karena: (1) saya berada di Negara Tauhid yang menjunjung
tinggi nilai-nilai keislaman; (2) saya mendengar jawaban itu dari orang Arab
dan Islam tulen; (3) saya pernah membaca kurikulum Psikologi KSU di website dan
disana ada matakuliah Psikologi Islam.
Menariknya, pertanyaan tentang
mengapa saya mau belajar Psikologi di KSU bukan satu atau dua orang saja yang
menanyakan. Pertanyaan itu hampir selalu ditanyakan oleh dosen-dosen yang saya
temui, baik dosen Psikologi maupun dosen luar. Dan jawaban saya selalu sama:
Saya ingin mendalami Psikologi Islam. Pun begitu tanggapan mereka terhadap
jawaban saya selalu sama: Psikologi KSU berkiblat pada teori Psikologi Barat,
bukan Psikologi Islam. Beberapa dari mereka menyarankan saya apply beasiswa
di UK atau US saja.
Piye toh Pak, sudah jauh-jauh
datang dari Indonesia malah disuruh minggat ke UK.
Well, saya tidak ambil pusing
dengan komentar mereka. Prinsip saya, kalaupun Psikologi KSU berkiblat pada
Psikologi Barat, saya bisa mempelajari Psikologi Islam di luar, mumpung berada
di Saudi yang notabene memiliki stok ulama dan kitab bejibun, baik yang klasik
maupun kontemporer. Pertama-tama saya harus bisa berbahasa Arab dulu. Kemudian
mencari referensi kitab dari para ulama sebanyak mungkin tentang ‘ilmu nafs. Terlebih
di sini banyak lembaga yang menyediakan kitab gratis bagi para mahasiswa. Kalau
mereka tidak mau mengkajinya, biar saya yang melakukan. Kalau mereka merasa
minder dengan Psikologi Islam, biar saya yang membanggakan.
Saya sendiri heran, mengapa
ketika kita menghubungkan keilmuan (Psikologi) dengan agama (Islam), banyak
akademisi yang antipati. Seperti ada krisis kebanggaan akan nilai-nilai Islam.
Saya menangkap hal itu dari obrolan dengan beberapa dosen. Bagi saya ini aneh,
terlebih mereka adalah orang Arab tulen, Islam, dan tinggal di Negara Tauhid. Mengapa
mereka lebih tertarik dengan Psikologi Barat yang sekuler? Bahkan para Psikolog
dan akademisi Psikologi Barat sendiri banyak mempertanyakan keabsahan Psikologi
Modern yang kini berkembang (Lilienfeld, Lynn & Lohr, 2004).
Ketidakpercayaan diri orang Arab
terhadap ajaran-ajaran Islam semakin terasa ketika 2 minggu setelah kedatangan
saya, Fakultas Pendidikan (Psikologi ada di bawah fakultas ini) menggelar
Seminar Internasional bertajuk: Mempersiapkan Guru Masa Depan dengan pembicara
dari Korsel, Finlandia, dan US. Masya Allah… saya garuk-garuk kepala
memikirkannya. Kok bisa orang Islam tulen sekelas bangsa Saudi belajar cara
mendidik guru dari Barat? Bukankah mereka (dan kita sebagai muslim) punya guru
terhebat sepanjang zaman dan teladan terbaik dalam setiap aspek kehidupan? Bukankah
ada banyak kitab dari para ulama yang mengajarkan bagaimana caranya mendidik? Lalu
apa urgensinya belajar pada bangsa yang jelas-jelas sekuler? (Bahkan pembicara
dari US dengan gamblang mengatakan bahwa mereka berbeda dengan Saudi dimana agama
dipisahkan dari pendidikan).
Maaf kalau bahasa saya terdengar sangat
tendensius. Saya bukan orang yang anti Barat. Saya hanyalah orang yang percaya
bahwa apa yang al-Qur’an dan Sunnah ajarkan adalah yang terbaik. Meskipun
modernitas Barat terlihat gemerlap, tapi kalau hal itu bertentangan dengan apa
yang Rasul saya ajarkan, semoga Allah mengaruniakan ketidaktertarikan saya
padanya.
Ah, saya teringat guru saya
pernah memberikan postulat begini: untuk masalah tuntunan, kita harus semakin
berpegang teguh pada sumber. Sumber kita sebagai muslim adalah al-Qur’an dan
Sunnah. Oleh karena itu, kalau ada tuntunan yang paling up to date,
seharusnya semakin diwasapadai karena boleh jadi itu menyimpang dari al-Qur’an
dan Sunnah. Misal, beberapa tahun lalu sempat ramai dibicarakan tentang tidak
bolehnya menggunakan kata “jangan” dalam mendidik (tuntunan) anak karena menurut
mereka kata-kata negatif juga akan berdampak negatif bagi perkembangan
psikologis anak. Sekarang coba bandingkan dengan al-Qur’an. Dalam al-Qur’an
Luqman mendidik anaknya dengan mengatakan: jangan menyekutukan Allah.
Pelarangan kata “jangan” dalam mendidik bukankah sama saja dengan mendustakan
sebagian al-Qur’an?
Ya Allah, semoga kita termasuk
orang-orang yang senantiasa berada di jalan yang lurus. Allahumma ihdinaa
ash-shiratha al-mustaqiim.
#Asrama 27, kamar 301
Pustaka:
Lilienfeld, S. O., Lynn, S. J., and Lohr, J. M. (2004). Science and Pseudoscience in Clinical Psychology. New York: The Guilford Press.
Padahal baru saja ingin memantabkan usaha untuk ambil psikologi di arab saudi :)
ReplyDeleteDampak zaman globalisasi telah merubah, mbak..
DeletePadahal baru saja ingin memantabkan usaha untuk ambil psikologi di arab saudi :)
ReplyDelete@Mbak Muna: Silahkan disempurnakan usahanya mbak, walaupun belum tentu mendapatkan apa yang diinginkan, tapi saya kira akan ada banyak faidah yang bisa diambil dari Saudi
ReplyDeletekalo yang dalam negeri, jurusan psikologi islam adanya dimana mas??
ReplyDeletePsikologi islam itu mempelajari tentang apa saja?
ReplyDeleteassalammualaikum,
ReplyDeletemaaf ka, ingin bertanya sebenarnya jurusan psikologi islam itu ada tidak? kalau ada, universitas mana dan dimana ya? di luar negeri juga tidak apa2. kebetulan saya juga tertarik untuk mempelajari psikologi islam.
saya harap dapat mendapat jawaban sesegera mungkin.
-terimakasih
Assalammu'alaikum
ReplyDeleteBagi yg bertanya jurusan psikologi Islam di Indonesia, setau saya di Universitas2 Islam Negeri (UIN) banyak yang membuka jurusan tersebut. Kalau yang di luar negeri mungkin Malaysia bisa jadi rujukan.
Psikologi Islam tentu mempelajari ilmu jiwa berdasarkan perspektif Islam, bagaimana agama ini mengatur urusan-urusan kejiwaan (nafs)
Menurut saya dalam psikologi lebih mengutamakan perasaan individual, sedangkan dalam islam lebih fokus ke dampak orang banyak
ReplyDeleteSeperti contohnya : hukuman potong tangan bagi yang mencuri, kalo kita fokus dengan individu maka kita akan berpikir bagaimana hukuman itu akan mempengaruhi mental si pelaku, dia pasti akan kehilangan semangat dan masa depan
Tapi coba kita lihat lagi dampak yang terjadi ketika hukuman itu diberlakukan adalah meluas maksudnya orang2 akan berpikir berkali2 untuk melakukan kejahatan yang sama, jika hukuman tidak diberlakukan atau diperringan maka kemungkin pelaku melakukannya lagi besar dan orang2 dengan mudah melakukan hal yang sama
Wallahualam..
Terima kasih tanggapannya Mb Jamila.
DeleteLalu bagaimana skrg, apkh yg diajarkan bnr2 Psikologi Islam yg berdasar pada Qur'an dan Sunnah? Boleh minta silabus dr semester awal smp akhir? Dan kira2 universitas yg termasuk psikologi islam dmn ya?
ReplyDeleteBukan mas/mbak, saya belajar psikologi barat, cuma dikemas dengan bahasa Arab (dan terkadang dosen juga melihat satu persoalan dari sudut pandang Islam). Untuk psikologi islam saya gerilya sendiri dengan mendatangi dosen2 yg tertarik di bidang tersebut dan membaca literatur yang banyak tersedia di perpus.
DeleteUntuk silabus bisa dilihat disini:
https://bit.ly/2HEZdD1
Terkait universitas yg menyediakan jurusan psikologi islam, untuk S1 saya kira di UIN sekarang sudah banyak. Tapi saya sendiri kurang tau kurikulumnya seperti apa. Sedangkan untuk S2, sepertinya masih sangat jarang. Kalau S3, dulu kalau gak salah Univ Muhammadiyah Yogyakarta menyediakan programnya, tapi entah sekarang masih ada atau tidak.
Mas,mau ngobrol2 dong soal kuliah dan dan psikologi, saya di madinah, kerja, kalo ada wktu bisa kontak saya +966543035241
ReplyDeleteasslkm wr wb
ReplyDeletesalam kenal mas faiq..
wah saya lagi cari info tentang beasiswa s3 psi islam tyt google membawa saya ke blog mu..haha
saat baca blog mas, ternyata jalan pikiran kita kurang lebih sama.. ^^
tapi kaget juga saat tau di KAU gak ada psikologi islam..sedangkan waktu s1 di UIN Jakarta aja saya dapet psikologi islam, dan sekarang ingin sekali mempelajari psikologi islam untuk jenjang s3..
nah sekarang apakah ada info terupdate dimana universitas luar negeri selain malaysia yang punya jurusan psikologi islam.
Saya awalnya mengira malah di ummul quro ada psikologi, tapi ternyata juga ada ya...
boleh nih mas, tukeran informasi kalau ada.. :) boleh minta kontaknya?
Mas apakah sudah jadi psikolog ? Yang udah jadi psikolog atau lagi kuliah psikolog boleh mampir dan like akun ini ya https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=3781348745217070&id=100000259444987
DeleteOia aku lagi butuh psikolog islam buat bikin project konten YouTube. Kalau ada yang minat boleh email @trijayantidita@gmail.com
Assalamualaikum, kak terus akhirnya kaka bisa mendapatkan wawasan di luar kampus mengenai psikologi islan/ilmu nafs, sulit ga kak untuk mencari dan mendapatkan ilmunya, dan kaka sudah sedikit puas belum ilmu dari para ulama lengkap ga kak?
ReplyDeleteQadarullāh, sebenernya ingin ambil Psychology di KSU, jadi memang Psy di KSU itu sekuler ya sistemnya, maksudnya terpisah dari ilmu agama Islam? Tapi apa masih aman untuk dipelajari, misal materinya tidak menyimpang dari ajaran Islam?
ReplyDeleteKalau prodi Dirasat Islamiyyah/ Dirasat Quraniyyah di KSU apakah direkomendasikan? Apakah merujuk pada Al Qurān dan As Sunnah dengan pemahaman salafush shālih?
Jazākumullāhu khayran wAllāhu yubārik fiykum.
Great and that i have a keen supply: Whole House Renovation Checklist Pdf house remodel contractors
ReplyDelete