November 7, 2015

Psikologi Islam? Why Not?



Inilah jalan hidup saya. Datang ke Arab Saudi dengan niat melanjutkan studi Psikologi, tapi apa daya Allah menakdirikan saya belajar Bahasa Arab terlebih dahulu, sebab bahasa pengantar kuliah di jurusan Psikologi, King Saud University (KSU), berbahasa Arab. Sedangkan saya masih sangat awam berbahasa Arab (baca: tidak bisa). Durasi program belajar Bahasa Arabnya pun tidak tanggung-tanggung. Saya harus ikut kelas Ma’had Lughoh selama dua tahun!

Lah terus kok bisa saya keterima di KSU padahal tidak bisa berbahasa Arab? Wallahua’lam. Saya sendiri heran. Dulu waktu mendaftar, semua syarat yang diminta berbahasa Inggris. Mereka juga meminta TOEFL dan GRE. Makanya saya berani mendaftar. Tapi entah mengapa ketika sudah sampai di Saudi mereka bilang kuliahnya memakai bahasa Arab.

Keheranan saya semakin menjadi ketika saya mengunjungi jurusan Psikologi untuk pertama kalinya. Pertama kali datang ke jurusan, saya langsung bertemu Kajur (Kepala Jurusan). Saat itu Kajur sangat heran, mengapa saya yang tidak bisa berbahasa Arab ini bisa diterima di Psikologi? Bagi saya pertanyaan ini agak konyol. Logikanya, bukankah setiap penerimaan mahasiswa baru selalu ada persetujuan dari Kajur? Bagaimana mungkin Si Kajur tidak tau? Hmm…

Diterimanya saya, yang tidak bisa berbahasa Arab, di Psikologi rupanya cukup membuat heboh jurusan. Ketika saya datang ke jurusan, ada beberapa dosen yang menghampiri saya. Mereka bertanya, “Mengapa kamu mau belajar di KSU? Kalau kamu bisa bahasa Inggris, seharusnya kamu apply beasiswa di Eropa atau US saja. Di sana Psikologi lebih bagus”

Very good question, Sir!

Saya dengan yakin menjawab, “Saya ingin mendalami Psikologi Islam”

Mendengar jawaban itu, ada seorang dosen yang tertawa, kemudian berkomentar sambil berlalu, “Di sini tidak ada Psikologi Islam. Psikologi ya Psikologi”

Kaget juga saya demi mendengar komentar beliau. Kaget karena: (1) saya berada di Negara Tauhid yang menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman; (2) saya mendengar jawaban itu dari orang Arab dan Islam tulen; (3) saya pernah membaca kurikulum Psikologi KSU di website dan disana ada matakuliah Psikologi Islam.

Menariknya, pertanyaan tentang mengapa saya mau belajar Psikologi di KSU bukan satu atau dua orang saja yang menanyakan. Pertanyaan itu hampir selalu ditanyakan oleh dosen-dosen yang saya temui, baik dosen Psikologi maupun dosen luar. Dan jawaban saya selalu sama: Saya ingin mendalami Psikologi Islam. Pun begitu tanggapan mereka terhadap jawaban saya selalu sama: Psikologi KSU berkiblat pada teori Psikologi Barat, bukan Psikologi Islam. Beberapa dari mereka menyarankan saya apply beasiswa di UK atau US saja.

Piye toh Pak, sudah jauh-jauh datang dari Indonesia malah disuruh minggat ke UK.

Well, saya tidak ambil pusing dengan komentar mereka. Prinsip saya, kalaupun Psikologi KSU berkiblat pada Psikologi Barat, saya bisa mempelajari Psikologi Islam di luar, mumpung berada di Saudi yang notabene memiliki stok ulama dan kitab bejibun, baik yang klasik maupun kontemporer. Pertama-tama saya harus bisa berbahasa Arab dulu. Kemudian mencari referensi kitab dari para ulama sebanyak mungkin tentang ‘ilmu nafs. Terlebih di sini banyak lembaga yang menyediakan kitab gratis bagi para mahasiswa. Kalau mereka tidak mau mengkajinya, biar saya yang melakukan. Kalau mereka merasa minder dengan Psikologi Islam, biar saya yang membanggakan.

Saya sendiri heran, mengapa ketika kita menghubungkan keilmuan (Psikologi) dengan agama (Islam), banyak akademisi yang antipati. Seperti ada krisis kebanggaan akan nilai-nilai Islam. Saya menangkap hal itu dari obrolan dengan beberapa dosen. Bagi saya ini aneh, terlebih mereka adalah orang Arab tulen, Islam, dan tinggal di Negara Tauhid. Mengapa mereka lebih tertarik dengan Psikologi Barat yang sekuler? Bahkan para Psikolog dan akademisi Psikologi Barat sendiri banyak mempertanyakan keabsahan Psikologi Modern yang kini berkembang (Lilienfeld, Lynn & Lohr, 2004).

Ketidakpercayaan diri orang Arab terhadap ajaran-ajaran Islam semakin terasa ketika 2 minggu setelah kedatangan saya, Fakultas Pendidikan (Psikologi ada di bawah fakultas ini) menggelar Seminar Internasional bertajuk: Mempersiapkan Guru Masa Depan dengan pembicara dari Korsel, Finlandia, dan US. Masya Allah… saya garuk-garuk kepala memikirkannya. Kok bisa orang Islam tulen sekelas bangsa Saudi belajar cara mendidik guru dari Barat? Bukankah mereka (dan kita sebagai muslim) punya guru terhebat sepanjang zaman dan teladan terbaik dalam setiap aspek kehidupan? Bukankah ada banyak kitab dari para ulama yang mengajarkan bagaimana caranya mendidik? Lalu apa urgensinya belajar pada bangsa yang jelas-jelas sekuler? (Bahkan pembicara dari US dengan gamblang mengatakan bahwa mereka berbeda dengan Saudi dimana agama dipisahkan dari pendidikan).

Maaf kalau bahasa saya terdengar sangat tendensius. Saya bukan orang yang anti Barat. Saya hanyalah orang yang percaya bahwa apa yang al-Qur’an dan Sunnah ajarkan adalah yang terbaik. Meskipun modernitas Barat terlihat gemerlap, tapi kalau hal itu bertentangan dengan apa yang Rasul saya ajarkan, semoga Allah mengaruniakan ketidaktertarikan saya padanya.

Ah, saya teringat guru saya pernah memberikan postulat begini: untuk masalah tuntunan, kita harus semakin berpegang teguh pada sumber. Sumber kita sebagai muslim adalah al-Qur’an dan Sunnah. Oleh karena itu, kalau ada tuntunan yang paling up to date, seharusnya semakin diwasapadai karena boleh jadi itu menyimpang dari al-Qur’an dan Sunnah. Misal, beberapa tahun lalu sempat ramai dibicarakan tentang tidak bolehnya menggunakan kata “jangan” dalam mendidik (tuntunan) anak karena menurut mereka kata-kata negatif juga akan berdampak negatif bagi perkembangan psikologis anak. Sekarang coba bandingkan dengan al-Qur’an. Dalam al-Qur’an Luqman mendidik anaknya dengan mengatakan: jangan menyekutukan Allah. Pelarangan kata “jangan” dalam mendidik bukankah sama saja dengan mendustakan sebagian al-Qur’an?

Ya Allah, semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa berada di jalan yang lurus. Allahumma ihdinaa ash-shiratha al-mustaqiim.

 #Asrama 27, kamar 301

Pustaka:
Lilienfeld, S. O., Lynn, S. J., and Lohr, J. M. (2004). Science and Pseudoscience in Clinical Psychology. New York: The Guilford Press.

17 comments:

  1. Padahal baru saja ingin memantabkan usaha untuk ambil psikologi di arab saudi :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dampak zaman globalisasi telah merubah, mbak..

      Delete
  2. Padahal baru saja ingin memantabkan usaha untuk ambil psikologi di arab saudi :)

    ReplyDelete
  3. @Mbak Muna: Silahkan disempurnakan usahanya mbak, walaupun belum tentu mendapatkan apa yang diinginkan, tapi saya kira akan ada banyak faidah yang bisa diambil dari Saudi

    ReplyDelete
  4. kalo yang dalam negeri, jurusan psikologi islam adanya dimana mas??

    ReplyDelete
  5. Psikologi islam itu mempelajari tentang apa saja?

    ReplyDelete
  6. assalammualaikum,
    maaf ka, ingin bertanya sebenarnya jurusan psikologi islam itu ada tidak? kalau ada, universitas mana dan dimana ya? di luar negeri juga tidak apa2. kebetulan saya juga tertarik untuk mempelajari psikologi islam.
    saya harap dapat mendapat jawaban sesegera mungkin.

    -terimakasih

    ReplyDelete
  7. Assalammu'alaikum
    Bagi yg bertanya jurusan psikologi Islam di Indonesia, setau saya di Universitas2 Islam Negeri (UIN) banyak yang membuka jurusan tersebut. Kalau yang di luar negeri mungkin Malaysia bisa jadi rujukan.

    Psikologi Islam tentu mempelajari ilmu jiwa berdasarkan perspektif Islam, bagaimana agama ini mengatur urusan-urusan kejiwaan (nafs)

    ReplyDelete
  8. Menurut saya dalam psikologi lebih mengutamakan perasaan individual, sedangkan dalam islam lebih fokus ke dampak orang banyak

    Seperti contohnya : hukuman potong tangan bagi yang mencuri, kalo kita fokus dengan individu maka kita akan berpikir bagaimana hukuman itu akan mempengaruhi mental si pelaku, dia pasti akan kehilangan semangat dan masa depan
    Tapi coba kita lihat lagi dampak yang terjadi ketika hukuman itu diberlakukan adalah meluas maksudnya orang2 akan berpikir berkali2 untuk melakukan kejahatan yang sama, jika hukuman tidak diberlakukan atau diperringan maka kemungkin pelaku melakukannya lagi besar dan orang2 dengan mudah melakukan hal yang sama

    Wallahualam..

    ReplyDelete
  9. Lalu bagaimana skrg, apkh yg diajarkan bnr2 Psikologi Islam yg berdasar pada Qur'an dan Sunnah? Boleh minta silabus dr semester awal smp akhir? Dan kira2 universitas yg termasuk psikologi islam dmn ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bukan mas/mbak, saya belajar psikologi barat, cuma dikemas dengan bahasa Arab (dan terkadang dosen juga melihat satu persoalan dari sudut pandang Islam). Untuk psikologi islam saya gerilya sendiri dengan mendatangi dosen2 yg tertarik di bidang tersebut dan membaca literatur yang banyak tersedia di perpus.

      Untuk silabus bisa dilihat disini:
      https://bit.ly/2HEZdD1

      Terkait universitas yg menyediakan jurusan psikologi islam, untuk S1 saya kira di UIN sekarang sudah banyak. Tapi saya sendiri kurang tau kurikulumnya seperti apa. Sedangkan untuk S2, sepertinya masih sangat jarang. Kalau S3, dulu kalau gak salah Univ Muhammadiyah Yogyakarta menyediakan programnya, tapi entah sekarang masih ada atau tidak.

      Delete
  10. Mas,mau ngobrol2 dong soal kuliah dan dan psikologi, saya di madinah, kerja, kalo ada wktu bisa kontak saya +966543035241

    ReplyDelete
  11. asslkm wr wb
    salam kenal mas faiq..
    wah saya lagi cari info tentang beasiswa s3 psi islam tyt google membawa saya ke blog mu..haha
    saat baca blog mas, ternyata jalan pikiran kita kurang lebih sama.. ^^
    tapi kaget juga saat tau di KAU gak ada psikologi islam..sedangkan waktu s1 di UIN Jakarta aja saya dapet psikologi islam, dan sekarang ingin sekali mempelajari psikologi islam untuk jenjang s3..
    nah sekarang apakah ada info terupdate dimana universitas luar negeri selain malaysia yang punya jurusan psikologi islam.
    Saya awalnya mengira malah di ummul quro ada psikologi, tapi ternyata juga ada ya...
    boleh nih mas, tukeran informasi kalau ada.. :) boleh minta kontaknya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mas apakah sudah jadi psikolog ? Yang udah jadi psikolog atau lagi kuliah psikolog boleh mampir dan like akun ini ya https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=3781348745217070&id=100000259444987

      Oia aku lagi butuh psikolog islam buat bikin project konten YouTube. Kalau ada yang minat boleh email @trijayantidita@gmail.com

      Delete
  12. Assalamualaikum, kak terus akhirnya kaka bisa mendapatkan wawasan di luar kampus mengenai psikologi islan/ilmu nafs, sulit ga kak untuk mencari dan mendapatkan ilmunya, dan kaka sudah sedikit puas belum ilmu dari para ulama lengkap ga kak?

    ReplyDelete
  13. Qadarullāh, sebenernya ingin ambil Psychology di KSU, jadi memang Psy di KSU itu sekuler ya sistemnya, maksudnya terpisah dari ilmu agama Islam? Tapi apa masih aman untuk dipelajari, misal materinya tidak menyimpang dari ajaran Islam?


    Kalau prodi Dirasat Islamiyyah/ Dirasat Quraniyyah di KSU apakah direkomendasikan? Apakah merujuk pada Al Qurān dan As Sunnah dengan pemahaman salafush shālih?

    Jazākumullāhu khayran wAllāhu yubārik fiykum.

    ReplyDelete