Teringat saya dengan perjanjian
Hudaibiyah. Perjanjian antara umat muslim dan kafir Quraisy yang menurut Umar
ibn Khaththab berat sebelah sehingga menimbulkan protesnya kepada Rasulullah. Menurut
Umar, perjanjian tersebut sangat merugikan umat muslim sehingga tidak
semestinya “ditandatangani” oleh Rasulullah. Salah satu klausul yang membuat
Umar geram adalah sebagai berikut:
“Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam harus pulang pada tahun ini dan tidak boleh memasuki Mekkah kecuali
tahun depan bersama orang-orang Muslim. Mereka diberi jangka waktu selama tiga
hari berada di Mekkah dan hanya boleh membawa senjata yang biasa dibawa
musafir, yaitu pedang yang disarungkan. Sementara pihak Quraisy tidak boleh
menghalangi dengan cara apapun.”
Karena klausul tersebut, umat
muslim yang sudah jauh-jauh datang dari Madinah terpaksa harus kembali pulang. Padahal
Rasulullah sendirilah yang mengajak umat muslim ke Mekkah karena beliau
bermimpi melihat dirinya bersama para sahabat memasuki masjidil haram,
mengambil kunci Ka’bah, serta melaksanakan thawaf dan umrah. Karena semua
sahabat meyakini bahwa mimpi Rasulullah adalah benar, maka “kegagalan” mereka
memasuki Mekkah membuat mereka gusar. Apalagi diantara umat muslim saat itu
banyak terdapat kaum muhajirin dari Mekkah yang sudah lama tidak kembali ke
kota kelahiran mereka.
Saat itu Umar mengadukan
keberatannya kepada Abu Bakar, “Mengapa kita harus kembali ke Madinah? Bukankah
Rasulullah mengatakan kita akan umrah di Mekkah?” Abu Bakar yang bijak dan
cerdas menanggapi kegelisahan Umar dengan berkata, “Apakah Rasulullah juga
bilang bahwa umrahnya akan dilaksanakan tahun ini? Bukankah Rasulullah hanya
berkata bahwa kita akan umrah?” Mendengar jawaban itu, Umar akhirnya melunak.
Saya pribadi sangat memahami apa
yang dirasakan Umar. Sangat mengerti apa yang digusarkan Umar. Karena saat ini,
detik ini, saya pun merasakan kegusaran yang serupa dengan Umar. Bagaimana
tidak gusar, Mekkah sudah didepan mata, kerinduan untuk beribadah di masjidil
haram sejengkal lagi akan terobati, pelaksanaan ibadah haji tinggal menghitung hari, tapi semua itu harus tertunda. Kalau Umar,
Rasulullah, dan para sahabat tertunda karena perjanjian Hudaibiyah, saya
tertunda karena masalah administrasi, yaitu belum keluarnya iqomah (residence
permit atau KTP Saudi).
Iqomah, menurut para sesepuh
disini, sangat penting karena itu merupakan tanda pengenal kita. Kalau belum
punya iqomah dan hanya mengandalkan visa, lanjut para sesepuh, bisa jadi kita
akan dideportasi ketika ditangkap oleh polisi. Jangankan belum punya iqomah,
yang sudah punya iqomah saja bisa dideportasi kalau ketahuan melakukan ibadah
haji dengan ilegal (tanpa tasrih). Oleh karena itu, para sesepuh menasihati
agar sebaiknya saya menunda hajat ingin berhaji tahun ini. Aaaakkkkk!!!!
Sedikit mengulas tentang legal
dan ilegal pelaksanaan ibadah haji, mahasiswa di sini banyak yang melakukan
ibadah haji ilegal (duh rasanya gak enak banget nulis ilegal, kesannya buruk
banget). Ilegal artinya tidak memiliki tasrih, yaitu izin resmi untuk
melaksanakan haji. Untuk memiliki tasrih, kita harus mendaftar dengan biaya
yang tidak sedikit. Ustadz Junaedi kemarin sempat mengatakan bahwa paket murah
untuk haji resmi berkisar 4000 Riyal (sekitar Rp 14 juta) dan paket mahalnya
berkisar 7000 Riyal (sekitar Rp 24 juta). Itupun para muqim (yang memiliki
iqomah) hanya dapat jatah 5 tahun sekali. Artinya, kalau dia akan haji tahun
ini, dia baru bisa haji lagi 5 tahun mendatang.
Bayangkan, sudah berada di Saudi
saja masih harus mengeluarkan uang sebanyak itu untuk pergi berhaji. Maka saya
paham kalau kemudian banyak yang melakukan haji ilegal atau biasa disebut haji
koboy di sini. Biaya untuk haji koboy hanya sekitar 1500 – 2000 Riyal. Masih
lumayan besar sih, tapi setidaknya jauh dibawah harga haji resmi.
Sebenarnya ada satu lagi jalan
untuk berhaji, bahkan yang ini tanpa mengeluarkan biaya sama sekali, yaitu haji
melalui kampus. Pihak kampus setiap tahun dengan baiknya memfasilitasi
mahasiswa untuk berhaji, tapi sayangnya tidak semua mahasiswa kebagian jatah
haji dari kampus. Hanya yang beruntung saja yang bisa haji melalui jalan ini.
Jadi alurnya adalah mahasiswa diminta mendaftar ke kampus, lalu kampus akan
mengundi mereka. Yang mendapat undian itulah yang akan difasilitasi kampus
untuk berhaji. Saya belum bisa mendaftar karena saat saya datang, pendaftaran
haji telah lama ditutup. Mudah-mudahan tahun depan bisa mendaftar dan kebagian
jatah haji dari kampus. Aamiin…
NB: Percakapan antara Abu Bakar
dan Umar itu saya tuliskan berdasarkan ingatan saya saja, dari buku yang saya
baca. Saya tidak tau persis redaksinya seperti apa.
#Asrama No 27 kamar No 224
0 comments:
Post a Comment