September 14, 2015

Hudaibiyah Versi Saya


Teringat saya dengan perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian antara umat muslim dan kafir Quraisy yang menurut Umar ibn Khaththab berat sebelah sehingga menimbulkan protesnya kepada Rasulullah. Menurut Umar, perjanjian tersebut sangat merugikan umat muslim sehingga tidak semestinya “ditandatangani” oleh Rasulullah. Salah satu klausul yang membuat Umar geram adalah sebagai berikut:

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam harus pulang pada tahun ini dan tidak boleh memasuki Mekkah kecuali tahun depan bersama orang-orang Muslim. Mereka diberi jangka waktu selama tiga hari berada di Mekkah dan hanya boleh membawa senjata yang biasa dibawa musafir, yaitu pedang yang disarungkan. Sementara pihak Quraisy tidak boleh menghalangi dengan cara apapun.”

Karena klausul tersebut, umat muslim yang sudah jauh-jauh datang dari Madinah terpaksa harus kembali pulang. Padahal Rasulullah sendirilah yang mengajak umat muslim ke Mekkah karena beliau bermimpi melihat dirinya bersama para sahabat memasuki masjidil haram, mengambil kunci Ka’bah, serta melaksanakan thawaf dan umrah. Karena semua sahabat meyakini bahwa mimpi Rasulullah adalah benar, maka “kegagalan” mereka memasuki Mekkah membuat mereka gusar. Apalagi diantara umat muslim saat itu banyak terdapat kaum muhajirin dari Mekkah yang sudah lama tidak kembali ke kota kelahiran mereka.

Saat itu Umar mengadukan keberatannya kepada Abu Bakar, “Mengapa kita harus kembali ke Madinah? Bukankah Rasulullah mengatakan kita akan umrah di Mekkah?” Abu Bakar yang bijak dan cerdas menanggapi kegelisahan Umar dengan berkata, “Apakah Rasulullah juga bilang bahwa umrahnya akan dilaksanakan tahun ini? Bukankah Rasulullah hanya berkata bahwa kita akan umrah?” Mendengar jawaban itu, Umar akhirnya melunak.

Saya pribadi sangat memahami apa yang dirasakan Umar. Sangat mengerti apa yang digusarkan Umar. Karena saat ini, detik ini, saya pun merasakan kegusaran yang serupa dengan Umar. Bagaimana tidak gusar, Mekkah sudah didepan mata, kerinduan untuk beribadah di masjidil haram sejengkal lagi akan terobati, pelaksanaan ibadah haji tinggal menghitung hari, tapi semua itu harus tertunda. Kalau Umar, Rasulullah, dan para sahabat tertunda karena perjanjian Hudaibiyah, saya tertunda karena masalah administrasi, yaitu belum keluarnya iqomah (residence permit atau KTP Saudi).

Iqomah, menurut para sesepuh disini, sangat penting karena itu merupakan tanda pengenal kita. Kalau belum punya iqomah dan hanya mengandalkan visa, lanjut para sesepuh, bisa jadi kita akan dideportasi ketika ditangkap oleh polisi. Jangankan belum punya iqomah, yang sudah punya iqomah saja bisa dideportasi kalau ketahuan melakukan ibadah haji dengan ilegal (tanpa tasrih). Oleh karena itu, para sesepuh menasihati agar sebaiknya saya menunda hajat ingin berhaji tahun ini. Aaaakkkkk!!!!
Ilustrasi Haji (sumber : Google)
Sedikit mengulas tentang legal dan ilegal pelaksanaan ibadah haji, mahasiswa di sini banyak yang melakukan ibadah haji ilegal (duh rasanya gak enak banget nulis ilegal, kesannya buruk banget). Ilegal artinya tidak memiliki tasrih, yaitu izin resmi untuk melaksanakan haji. Untuk memiliki tasrih, kita harus mendaftar dengan biaya yang tidak sedikit. Ustadz Junaedi kemarin sempat mengatakan bahwa paket murah untuk haji resmi berkisar 4000 Riyal (sekitar Rp 14 juta) dan paket mahalnya berkisar 7000 Riyal (sekitar Rp 24 juta). Itupun para muqim (yang memiliki iqomah) hanya dapat jatah 5 tahun sekali. Artinya, kalau dia akan haji tahun ini, dia baru bisa haji lagi 5 tahun mendatang.

Bayangkan, sudah berada di Saudi saja masih harus mengeluarkan uang sebanyak itu untuk pergi berhaji. Maka saya paham kalau kemudian banyak yang melakukan haji ilegal atau biasa disebut haji koboy di sini. Biaya untuk haji koboy hanya sekitar 1500 – 2000 Riyal. Masih lumayan besar sih, tapi setidaknya jauh dibawah harga haji resmi.

Sebenarnya ada satu lagi jalan untuk berhaji, bahkan yang ini tanpa mengeluarkan biaya sama sekali, yaitu haji melalui kampus. Pihak kampus setiap tahun dengan baiknya memfasilitasi mahasiswa untuk berhaji, tapi sayangnya tidak semua mahasiswa kebagian jatah haji dari kampus. Hanya yang beruntung saja yang bisa haji melalui jalan ini. Jadi alurnya adalah mahasiswa diminta mendaftar ke kampus, lalu kampus akan mengundi mereka. Yang mendapat undian itulah yang akan difasilitasi kampus untuk berhaji. Saya belum bisa mendaftar karena saat saya datang, pendaftaran haji telah lama ditutup. Mudah-mudahan tahun depan bisa mendaftar dan kebagian jatah haji dari kampus. Aamiin…

NB: Percakapan antara Abu Bakar dan Umar itu saya tuliskan berdasarkan ingatan saya saja, dari buku yang saya baca. Saya tidak tau persis redaksinya seperti apa.

#Asrama No 27 kamar No 224

0 comments:

Post a Comment