March 28, 2013

Ketika Wanita Mulia Diabaikan

Miris. Benar-benar miris saya melihatnya. Seorang tetangga kos “mengabaikan” ibu dan adik kecil yang sedang mengunjunginya. Dia meninggalkan ibu dan adiknya berdua di kamar dan lebih memilih mengobrol dengan tetangga kos yang lain sejak semalam. Ibunya dicuekin. Kedatangan ibunya diacuhkan.
Sumber: republika.co.id

Sejak kedatangannya semalam, saya belum mendengar percakapan antara mereka berdua.  Padahal saya tau, teman kos saya itu berasal dari luar Jawa. Artinya, kemungkinan besar ibunya pun datang dari luar Jawa. Hal ini menambah daftar kemirisan hati saya. Mengapa seorang anak begitu tega “mengacuhkan” orangtua (apalagi Ibu) yang sudah jauh-jauh datang dari kampung? Kenapa dia bisa sampai hati memilih menghabiskan waktu bersama teman kosnya yang setiap hari ada di situ daripada dengan ibunya yang hanya sesekali datang?

Bahkan ketika matahari baru akan terbit, ia bukannya men-treat ibu dan adiknya dengan menyediakan sarapan, teh hangat, atau makanan ringan, tapi malah keluar kamar lagi untuk melanjutkan obrolannya yang semalam. Masya Allah. Bagi saya, itu sudah sangat keterlaluan.

Saya saja selalu memimpikan ibu saya (sewaktu beliau masih ada) bisa mengunjungi saya di sini, tapi karena satu dan lain hal, beliau belum bisa berkunjung ke Jogja. Rencananya ibu akan datang saat wisuda saya, tapi hal itu sudah tidak mungkin lagi karena beliau sudah wafat bulan Ramadhan tahun lalu.

Oleh karena itu, setiap kali ada teman kos yang dikunjungi orangtuanya, terutama ibu, saya menjadi begitu emosional (dalam artian psikologis). Saya bahkan pernah menitikkan air mata ketika seorang teman dikunjungi ibunya. Ibunya itu begitu perhatian dan sangat ramah kepada anak kos lain. Kasih sayang ibu tersebut mengingatkan saya kepada umi.

Itulah mengapa saya begitu “sensitif” dengan perilaku abai teman saya itu. Pesan untuk anda: jangan mempertontonkan perilaku abai anda terhadap ibu di depan saya!

#rindu Umi
#pojok kamar wisma Pakdhe

0 comments:

Post a Comment