March 18, 2013

Az Zahra Mencari Santri

Dulu kami sempat kelimpungan mencari rekan pengajar. Sekarang kami kelimpungan mencari orang yang diajar.

Sudah beberapa bulan ini TPA tempat saya mengajar mengalami kemunduran dalam hal kuantitas peserta didik. Jumlah santri yang belajar semakin hari semakin berkurang. Saat ini jumlah santri yang hadir tiap pertemuannya rata-rata hanya sekitar 6-7 orang. Padahal dulu dimasa “jaya”nya, jumlah mereka bisa mencapai 20an orang per pertemuan.  
Ilustrasi santri TPA (Sumber: ammazet.com)

Menghadapi kenyataan itu, ustadz-ustadzah melakukan koordinasi untuk membedah sebab-musababnya, yang kemudian dicari pula solusi penanganannya. Rapat demi rapat beberapa kali digelar. Ide demi ide sudah diaplikasikan. Upaya demi upaya telah dilakukan. Dari mulai outbound hingga mendatangkan pendongeng. Semua sudah dicoba. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada perubahan yang bisa dikatakan signifikan. 

Hmm..kenapa bisa begitu? Dimana sebenarnya letak permasalahannya?

Kalau yang ditanya adalah pendapat pribadi, menurut saya sih tidak ada yang salah. Ya, tidak ada yang salah. Karena bagi saya pribadi, besar kecilnya jumlah peserta didik bukan perkara utama. Adapun yang utama adalah kemauan, keikhlasan, dan keseriusan pengajar dalam mengajar. Mau jumlah santrinya 5, 10, 20, 30, it’s no problem. Selama mereka mau belajar, ya kita ajarkan.

Saya berprinsip, daripada sibuk memikirkan santri yang belum ada, lebih baik menyibukkan diri mendidik santri yang sudah ada dengan didikan terbaik. Walaupun cuma lima orang, tidak masalah. Asalkan lima orang itu kita didik dengan sebaik-baiknya. Siapa tau kelima orang itu menjadi hafidz-hafidzhoh yang punya pesantren dengan jumlah santri ribuan orang? Insyaallah ada pahala jariyah buat kita juga, hehe…

Permasalahan yang hakiki menurut saya adalah, siapkah para pengajar jika memang Allah berkehendak mengamanahkan “follower” dalam jumlah yang banyak? Bukan cuma siap secara tenaga dan waktu, tapi sudah siap juga kah pondasi “hati” kita? Karena biar bagaimanapun, pertambahan jumlah pengikut akan menghadirkan beberapa konsekuensi. Dan konsekuensi terberat menurut saya akan menimpa hati kita. Mampukah hati kita lepas dari bayang ujub yang samar dan sulit terdeteksi dengan banyaknya jumlah santri? Sanggupkah kita melawan sergapan riya yang juga mungkin menghampiri? Kalau tidak hati-hati, mungkin pahala mengajar kita habis digerogoti penyakit hati ini.

Oke..oke.. tapi bagaimana dengan mereka yang belum TPA atau yang sudah pernah TPA, tapi tidak pernah datang lagi? Bukankah sudah merupakan tugas kita sebagai muslim untuk mengingatkan mereka agar mengaji?

Ya, betul sekali, memang tugas seorang muslim untuk mengingatkan, tapi mengapa kita tidak berhusnudzan saja kepada mereka bahwa mereka saat ini sudah memiliki tempat belajar yang lebih baik, bersama ustadz-ustadzah yang juga lebih kompeten?

Makjleb? (maksudnya menohok karena ada kata “ustadz-ustadzah yang lebih kompeten”?) Sama sekali tidak. Malah bersyukur karena mereka bisa mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Syukurnya berlipat ganda kalau ternyata ustadz-ustadzah itu adalah orangtua mereka sendiri. Hal itu menandakan keseriusan orangtua dalam mendidik anaknya dalam beragama.

Kalau kita yang masih dho’if ini mengajar, mungkin nanti justru menghadirkan masalah baru ke depannya. Ya, mungkin karena itu juga Allah “hanya” mengamanahkan kita dengan segelintir santri. Biar nanti hisabnya (perhitungan) di akhirat juga ringan. Kalau semakin banyak, kan semakin berat juga hisabnya, hehe.

Well, pendapat-pendapat ini mungkin agak nyeleneh, tapi ini murni pendapat saya, bukan forum. Lagi pula keputusan forum adalah (tetap) mengupayakan penambahan jumlah santri.  Saya sebagai jamaah, tentu mengikuti pendapat forum karena memang seperti itulah sunnahnya. Kan kata Rasulullah saw lebih baik pendapat yang salah dari hasil musyawarah daripada pendapat yang benar tapi keputusan sendiri. 

*Az Zahra adalah nama TPA tempat saya mengajar
 #pojok kamar wisma Pakdhe

0 comments:

Post a Comment