January 25, 2013

Dosen Plus-plus

Ketika umi sakit, saya sering berdiskusi (boleh juga dibilang curhat) kepada salah seorang dosen psikologi, namanya Ibu Indati. Saya menjadikan beliau sebagai teman diskusi karena beliau juga dulunya pernah mengalami penyakit yang sama dengan umi saya, yaitu kanker payudara. Harapannya, dengan berdiskusi bersama beliau, saya bisa mendapat nasihat untuk kebaikan umi, saya, dan keluarga.
Ilustrasi kuliah

Beliau bercerita bahwa untuk sembuh dari penyakit itu, ia harus menghadapi 12 kali sesi kemoterapi dan 20 an kali penyinaran. Subhanallah, tidak terbayang rasa sakitnya seperti apa... Umi saya yang “cuma” menjalani enam kali sesi kemoterapi saja sudah terlihat sangat kepayahan. Saya benar-benar tidak tega melihat kondisinya saat itu. Bagaimana jika 12 kali?

Saya sering meminta nasihat kepada Ibu Indati tentang bagaimana seharusnya sikap saya dan keluarga dalam mendampingi umi saya. Beliau sering menasihati saya agar saya dan keluarga selalu menemani umi dan mengajak beliau berbicara. Intinya, jangan sampai umi merasa kesepian sehingga memperburuk kondisi psikologisnya.

Sesi konsultasi itu saya lakukan via telepon dan tatap muka langsung. Ibu Indati selalu bersedia meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan saya. Bahkan dulu beliau pernah mengutarakan keinginan untuk berkunjung ke rumah saya supaya bisa memberikan motivasi secara langsung kepada umi, tapi karena kendala ruang dan waktu, niat baik itu belum sempat terwujud. Saat baru pulang dari umroh, beliau juga sempat menawarkan air zam-zam untuk umi, tapi sekali lagi karena kendala ruang dan waktu, niat baik itu belum kesampaian.

***

Hari Selasa yang lalu (22 Januari 2013) secara tidak sengaja saya bertemu dengan beliau di kampus. Betapa terkejutnya saya melihat kondisi beliau saat itu. Terkejut sekaligus sedih. Betapa tidak, saya melihat sebuah benda (mungkin logam) menutup rapat mata kiri beliau. Saya sendiri tidak tahu, apakah mata kiri beliau itu masih berfungsi atau tidak.

Memang, beberapa bulan yang lalu, saya mendapat kabar bahwa beliau baru saja operasi mata. Entah karena sakit apa. Tapi saya tidak membayangkan kalau matanya sampai seperti itu. Semoga itu hanya bagian dari pengobatan saja sehingga matanya bisa berfungsi dengan normal lagi nanti. Aamiin…

Ibu Indati sendiri, berdasarkan cerita beliau, memang sering kali mendapat ujian berupa penyakit. Selain kanker payudara, beliau juga pernah bermasalah dengan rahimnya. Permasalahan pada rahim itu kemudian membuat rahimnya harus diangkat sehingga beliau tidak bisa hamil lagi. Untungnya saat itu dia sudah punya satu anak.

Mendengarkan cerita beliau berjuang untuk hidup melawan penyakitnya membuat saya benar-benar kagum kepada beliau. Perjuangannya benar-benar luar biasa. Saya berdoa semoga semua ikhtiar dan peluh beliau itu mendapat balasan terbaik dari Allah.

#pojok kamar, wisma Pakdhe

Related Posts:

  • Angkat Kepalamu, Jagoan! Saya baru saja membaca (ulang) buku Ustadz Fauzil Adhim yang berjudul “Mencari Ketenangan di Tengah Kesibukan”. Dalam buku tersebut, ada tulisan yang berjudul “Insya Allah”. Tulisan itu berisi kisah tentang Rasulull… Read More
  • My First Snow is Special for You, Mom Hampir 4 tahun saya hidup jauh dari Ibu saya. Semenjak kuliah di Jogja (UGM), praktis saya hanya bisa bertemu dengan ibu saya saat libur semester. Artinya, hanya ada 2 kesempatan dalam setahun. Ini adalah pengalaman pertama … Read More
  • Memahami Al-Qur'an bersama Ustadz Nouman Ali Khan Muda, cerdas, dan berwawasan luas. Ilmunya tentang al-Qur’an sangat berkelas. Dialah Ustadz Nouman Ali Khan. Beliau adalah seorang Pakistan yang sudah lama tinggal di Amerika. Belakangan ini saya sangat gemar menyim… Read More
  • Dosen Plus-plus Ketika umi sakit, saya sering berdiskusi (boleh juga dibilang curhat) kepada salah seorang dosen psikologi, namanya Ibu Indati. Saya menjadikan beliau sebagai teman diskusi karena beliau juga dulunya pernah mengalami penyaki… Read More
  • For My Beloved Mom: The Last “Present” from My Mom For the first time after has been living alone for more than 3 years in Yogyakarta, I feel so difficult to leave my hometown, South Tangerang. It is too easy for me to get homesick when I am in Yogyakarta. I miss my father, … Read More

1 comment:

  1. Alhamdulillah, minggu lalu ketemu dengan beliau dan mata beliau sudah pulih seperti sedia kala.

    ReplyDelete