Ketika umi sakit, saya sering
berdiskusi (boleh juga dibilang curhat) kepada salah seorang dosen psikologi,
namanya Ibu Indati. Saya menjadikan beliau sebagai teman diskusi karena beliau
juga dulunya pernah mengalami penyakit yang sama dengan umi saya, yaitu kanker
payudara. Harapannya, dengan berdiskusi bersama beliau, saya bisa mendapat
nasihat untuk kebaikan umi, saya, dan keluarga.
Beliau bercerita bahwa untuk
sembuh dari penyakit itu, ia harus menghadapi 12 kali sesi kemoterapi dan 20 an
kali penyinaran. Subhanallah, tidak terbayang rasa sakitnya seperti apa... Umi
saya yang “cuma” menjalani enam kali sesi kemoterapi saja sudah terlihat sangat
kepayahan. Saya benar-benar tidak tega melihat kondisinya saat itu. Bagaimana
jika 12 kali?
Saya sering meminta nasihat
kepada Ibu Indati tentang bagaimana seharusnya sikap saya dan keluarga dalam
mendampingi umi saya. Beliau sering menasihati saya agar saya dan keluarga
selalu menemani umi dan mengajak beliau berbicara. Intinya, jangan sampai umi
merasa kesepian sehingga memperburuk kondisi psikologisnya.
Sesi konsultasi itu saya
lakukan via telepon dan tatap muka langsung. Ibu Indati selalu bersedia
meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan saya. Bahkan dulu beliau pernah
mengutarakan keinginan untuk berkunjung ke rumah saya supaya bisa memberikan
motivasi secara langsung kepada umi, tapi karena kendala ruang dan waktu, niat
baik itu belum sempat terwujud. Saat baru pulang dari umroh, beliau juga sempat
menawarkan air zam-zam untuk umi, tapi sekali lagi karena kendala ruang dan
waktu, niat baik itu belum kesampaian.
***
Hari Selasa yang lalu (22
Januari 2013) secara tidak sengaja saya bertemu dengan beliau di kampus. Betapa
terkejutnya saya melihat kondisi beliau saat itu. Terkejut sekaligus sedih.
Betapa tidak, saya melihat sebuah benda (mungkin logam) menutup rapat mata kiri
beliau. Saya sendiri tidak tahu, apakah mata kiri beliau itu masih berfungsi
atau tidak.
Memang, beberapa bulan yang
lalu, saya mendapat kabar bahwa beliau baru saja operasi mata. Entah karena
sakit apa. Tapi saya tidak membayangkan kalau matanya sampai seperti itu.
Semoga itu hanya bagian dari pengobatan saja sehingga matanya bisa berfungsi dengan
normal lagi nanti. Aamiin…
Ibu Indati sendiri, berdasarkan
cerita beliau, memang sering kali mendapat ujian berupa penyakit. Selain kanker
payudara, beliau juga pernah bermasalah dengan rahimnya. Permasalahan pada
rahim itu kemudian membuat rahimnya harus diangkat sehingga beliau tidak bisa
hamil lagi. Untungnya saat itu dia sudah punya satu anak.
Mendengarkan cerita beliau berjuang
untuk hidup melawan penyakitnya membuat saya benar-benar kagum kepada beliau. Perjuangannya
benar-benar luar biasa. Saya berdoa semoga semua ikhtiar dan peluh beliau itu
mendapat balasan terbaik dari Allah.
#pojok kamar, wisma Pakdhe
Alhamdulillah, minggu lalu ketemu dengan beliau dan mata beliau sudah pulih seperti sedia kala.
ReplyDelete