September 9, 2011

Jum'at Edisi Pertama

Jumat (9/9/2011) untuk pertama kalinya aku sholat Jumat di negeri kincir. Hmm..bagaimana kisahnya? Mari kita tengok.

Aku baru nemuin masjid kamis sore. Itupun ditunjukkin sama Mbak Anggi (exchange student dari Erasmus juga, magister sains Psikologi UGM) yang asramanya deket sama masjid ini. Jaraknya agak jauh dari asramaku. Kurang lebih 30 menit naik bis. Itupun kalo gak pake acara nunggu2an bis segala. Ciri2 fisik masjid ini sangat tidak menunjukkan ciri2 masjid yang biasa kutemui di Indonesia. Bangunannya seperti bangunan rumah tua berwarna putih dan tidak terlalu besar (keliatan kan di gambar). Tapi di dalamnya lumayan luas. Cukuplah untuk menampung sekitar 200 jamaah.

Aku tiba di masjid jam 13.00. Telat? Tenang kawan, Zuhur disini jam 13.40, jadi masih ada waktu 40 menit untuk menunggu. Surat al-Kahfi yang tiap jumat jarang khatam pun sekarang alhamdulillah khatam, hehe (ketauan aibnya). Kuambil shaf nomor dua, bukan karena shaf pertama sudah penuh, tapi karena rada segan aja, yang duduk di shaf pertama orang2nya berpenampilan kayak syeikh dan badannya gede2.

Hmm..biarlah untuk jumat kali ini cuma dapet sapi, mudah2an jumat depan keseganan mulai hilang dan bisa dapet onta, hehe (ngerti kan maksudnya?). Di shaf nomor dua ini pun sebenernya badanku juga paling kecil sendiri, tapi at least penampilannya gak semua kayak syeikh lah, jadi gak terlalu minder (mudah2an badannya aja yg paling kecil, tapi ilmunya nggak, hehe).

Memasuki waktu zuhur, jamaah semakin banyak berdatangan. Jamaah didominasi oleh orang2 timur tengah/arab dan afrika. Terselip juga beberapa bule di dalamnya dan tidak ketinggalan juga orang2 Indonesia. Masjid semakin penuh, semakin rame (*tepuk tangan).

Jam menunjukkan 13.55. Seseorang dengan perawakan hitam-besar pakai baju gamis dan sorban di kepala naik mimbar lalu mengucapkan salam yang disambut dengan adzan oleh muadzin. Khatib memulai khutbah dengan bahasa Arab. Siiip, aku ngerti apa yang khatib maksud. Muqodimah selesai dan kenapa khatib masih berbahasa Arab? (*ninja). Oh no, ternyata si khatib berkhutbah dengan menggunakan bahasa Arab. Aku yang kemampuan bahasa Arabnya cuma baru sampe level afwan-syukron, jadi mati gaya dalam jumatan kali ini. Tapi belakangan aku tau dari milis PPI Groningen bahwa yang dibicarakan si khotib adalah tentang keutamaan hari Jumat.

Hmm…sebenernya udah ketebak sih, soale si khotib sering nyebut2 kata Jumat (*ngeles tingkat tinggi). Btw terima kasih buat Mas Habiburrahman yang udah bersedia share di milis tentang isi dari khutbah Jumat kemarin.

Khotib menyampaikan khutbah agak lama, yang artinya mati gaya-ku pun semakin lama. Pas sholat, khotib mengambil peran sebagai imam juga. Beliau membaca 2 ayat terakhir surat al-Baqarah di raka’at pertama dan surat al-A’la di raka’at kedua. Hmm..rada heran, kenapa imam cuma baca 2 ayat doang ya dalam satu raka’at? Boleh si boleh, tapi seorang ustadz mengatakan etisnya itu seorang imam minimal baca 3 ayat.

Selesai sholat Jumat ada dua orang yang jadi muallaf. Dua2nya akhwat. Satu persatu mereka dibimbing oleh salah seorang jama’ah (mungkin takmir masjid, aku juga belum begitu tau) dan alhamdulillah dua2nya mengucapkan dengan baik. Terdengar sedikit isak tangis dari salah satu akhwat yang membaca syahadat tersebut (*terharu, hiks..hiks.. รจ komen gw kayaknya bikin suasana gak haru lagi). Selesai baca syahadatain, jamaah menyambut dengan takbir. Allahuakbar…

Kawan, kabar bahwa semakin banyak warga Eropa yang memeluk Islam ternyata bukan isapan jempol belaka. Aku menyaksikan dan mendengarnya sendiri dengan kuping kepalaku (cuma denger, gak bisa lihat karena mereka dibalik hijab). Alhamdulillah…

Setelah semua selesai, jamaah berhamburan keluar. Di pintu keluar udah disedian kaleng amal buat sarana infak para jamaah (baca bener2, KALENG dan bukan KOTAK KAYU kayak di Indo). Karena terbuat dari kaleng, suara uang logam yang dimasukkan pun menggelegar mantap (disini 1 uang logam aja kalo di-rupiah-in bisa seharga 24 ribu).

Di luar ternyata udah ada banyak orang Indonesia. Beberapa sudah kukenal, tapi lebih banyak yang belum kukenal. Aku tidak bisa ngobrol banyak dengan mereka karena harus segera ke bank untuk membuka rekening (ciyee elaaah…bukan buat nimbun hasil korupsi lho!).

Itulah secuil kisahku di negeri kincir. Insyaallah akan ada kisah2 lain yang gak kalah menarik. Jadi, jangan ubah channel anda dan saksikan terus Fajar the Explorer, hehe.
Wassalammu’alaikum.

0 comments:

Post a Comment