Saya tidak bisa menyembunyikan
kegembiraan saya atas berita yang baru saja saya dengar dari teman saya,
seorang mahasiswa Jepang. Reo namanya. Dia adalah teman saya di ma’had
lughoh King Saud University. Saya sudah mengenalnya setahun terakhir.
Pertama kali berkenalan
sejujurnya saya tidak memiliki ekspektasi yang lebih padanya. Biasanya
mahasiswa yang datang dari negara maju tidak punya keinginan serius untuk
belajar Bahasa Arab. Hanya sekedar tau saja. Tapi begitu berbicara dengan Reo, saya
begitu takjub karena penguasaan kosakatanya sangat banyak dan pronounce
nya sangat bagus. Beda dengan orang asing kebanyakan. “Orang langka nih”
gumam saya dalam hati.
Hari berganti hari, saya semakin
dibuat takjub oleh kepiawaiannya menguasai Bahasa Arab. Dengan kosakata yang
sangat kaya dan pemahaman grammar yang sangat baik, tak pelak dia
menjadi bintang kelas. Dosen pun banyak yang memuji skill bahasanya.
Satu hal yang bikin saya
merinding, dia mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan bertajwid. Bahkan tidak
hanya membaca, tapi juga menghafal! Pada level tiga, kami memang diwajibkan
menghafal akhir juz 30 (sekitar surat Al-Buruj sampai surat An-Naba) dan Si
Jepang ini mampu menghafal semuanya. Hal itu mungkin menjadi biasa kalau dia
seorang muslim. Akan tetapi menariknya dia bukan seorang muslim!
Ya, Reo beberapa kali cerita
kepada saya bahwa dia tidak memiliki agama yang jelas. Walaupun mayoritas orang
Jepang beragama Budha, tapi dia tidak menyebut dirinya sebagai pemeluk agama
tersebut. “Agama di Jepang hanya sebagai formalitas saja. Orang-orang sudah
jarang pergi ke kuil” begitu kira-kira dulu dia pernah menyampaikan.
Kami sering berdiskusi masalah
keyakinan, tapi saya sendiri tidak pernah memaksakan dia menjadi muslim. Saya
hanya pernah sekali waktu mengajak dia sholat, itupun dalam keadaan bercanda.
Waktu itu dia bilang, “Saya dulu pernah sholat sekali di Jepang.”
Jawaban tersebut membuat saya kaget sekaligus senang karena bisa jadi dia sudah
memiliki ketertarikan dengan agama ini.
Setelah program ma’had selesai
dan kami kembali ke negara masing-masing untuk liburan, tidak ada kabar apa-apa
lagi dari dia. Sampai akhirnya tadi sore, setelah kami sama-sama sudah kembali
ke Riyadh, dia mengajak saya makan malam di restoran kampus.
Setelah bertukar kabar dan
bincang tentang liburan, tiba-tiba saja dia berkata, “Eh antum tau gak, saya
sudah menjadi muslim lho.” Bagai erupsi Merapi di hari yang bagus, saya
kaget bukan main. Kaget nguing-nguing kalau isitlah kampungnya (entah
kampung yang mana). Demi Allah saya sangat gembira mendengar kabar itu. Jauh
lebih menggembirakan daripada kabar turunnya gaji (wkwk). Hal yang sangat saya
impikan akhirnya terjadi juga. Reo menjadi muslim.
Mendengar kabar itu, saya tentu
sangat antusias untuk mewawancarainya. Maka jadilah saya saat itu memberondong
dia dengan pertanyaan kepo akut, mulai dari kapan dia bersyahadat, kenapa ingin
menjadi muslim, bagaimana respon orangtua, dan sebagainya. Untungnya dia tidak
mempermasalahkan ke-kepo-an saya dan bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan
itu.
Reo bilang dia bersyahadat ketika
kembali ke negaranya, tepatnya setelah Ramadhan. Dia mengaku sebenarnya sudah
ingin masuk Islam sejak masih di Saudi, tapi dia ragu dan menunggu sampai kembali
ke negaranya. Di negaranya, Jepang, ternyata keinginan untuk menjadi muslim
masih kuat. Akhirnya dia pergi ke salah satu ma’had di Tokyo dan berdiskusi
dengan muslimin asli Jepang di sana. Dan setelah itu, akhirnya yakinlah dia
berislam. Masya Alllah. Tabarokallah.
Tentang orangtuanya, Reo
mengatakan bahwa orangtuanya tidak mempermasalahkan dirinya menjadi muslim.
Orangtuanya memberi kebebasan bagi dia untuk memeluk agama apapun sesuai
keinginannya. Alhamdulillah…
Satu hal yang menarik, Reo bilang
bahwa dia baru saja umroh sekitar 4 hari yang lalu. Masya Allah, baru masuk
Islam aja sudah umroh ya. Banyak kaum muslimin yang bahkan gak sempat umroh
sampai bertemu ajalnya. Sekarang dia sakit karena kecapean habis umroh,
wkwk.
Ya Allah, saya benar-benar senang
mendengar kabar Islamnya Si Jepang ini karena menurut saya dia sangat
potensial. Selain cerdas dan humanis, dia juga merupakan produk asli Jepang.
Seperti yang sering kita dengar, orang Jepang memiliki beberapa akhlak yang
sangat baik. Tapi sayangnya kebanyakan mereka kafir. Nah, dengan Islamnya Reo,
saya berharap dia bisa menjadi da’i dan ustadz bagi warga negaranya sehingga
melalui wasilah dia, akan banyak orang Jepang yang berhijrah memeluk Islam. Aamiin
Ya Allah.
#Asrama Mahasiswa KSU, Riyadh
0 comments:
Post a Comment