September 28, 2017

Ketika Si Jepang Berhijrah



Saya tidak bisa menyembunyikan kegembiraan saya atas berita yang baru saja saya dengar dari teman saya, seorang mahasiswa Jepang. Reo namanya. Dia adalah teman saya di ma’had lughoh King Saud University. Saya sudah mengenalnya setahun terakhir. 

Pertama kali berkenalan sejujurnya saya tidak memiliki ekspektasi yang lebih padanya. Biasanya mahasiswa yang datang dari negara maju tidak punya keinginan serius untuk belajar Bahasa Arab. Hanya sekedar tau saja. Tapi begitu berbicara dengan Reo, saya begitu takjub karena penguasaan kosakatanya sangat banyak dan pronounce nya sangat bagus. Beda dengan orang asing kebanyakan. “Orang langka nih” gumam saya dalam hati.

Hari berganti hari, saya semakin dibuat takjub oleh kepiawaiannya menguasai Bahasa Arab. Dengan kosakata yang sangat kaya dan pemahaman grammar yang sangat baik, tak pelak dia menjadi bintang kelas. Dosen pun banyak yang memuji skill bahasanya.

Satu hal yang bikin saya merinding, dia mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan bertajwid. Bahkan tidak hanya membaca, tapi juga menghafal! Pada level tiga, kami memang diwajibkan menghafal akhir juz 30 (sekitar surat Al-Buruj sampai surat An-Naba) dan Si Jepang ini mampu menghafal semuanya. Hal itu mungkin menjadi biasa kalau dia seorang muslim. Akan tetapi menariknya dia bukan seorang muslim!

Ya, Reo beberapa kali cerita kepada saya bahwa dia tidak memiliki agama yang jelas. Walaupun mayoritas orang Jepang beragama Budha, tapi dia tidak menyebut dirinya sebagai pemeluk agama tersebut. “Agama di Jepang hanya sebagai formalitas saja. Orang-orang sudah jarang pergi ke kuil” begitu kira-kira dulu dia pernah menyampaikan.

Kami sering berdiskusi masalah keyakinan, tapi saya sendiri tidak pernah memaksakan dia menjadi muslim. Saya hanya pernah sekali waktu mengajak dia sholat, itupun dalam keadaan bercanda. Waktu itu dia bilang, “Saya dulu pernah sholat sekali di Jepang.” Jawaban tersebut membuat saya kaget sekaligus senang karena bisa jadi dia sudah memiliki ketertarikan dengan agama ini.

Setelah program ma’had selesai dan kami kembali ke negara masing-masing untuk liburan, tidak ada kabar apa-apa lagi dari dia. Sampai akhirnya tadi sore, setelah kami sama-sama sudah kembali ke Riyadh, dia mengajak saya makan malam di restoran kampus.

Setelah bertukar kabar dan bincang tentang liburan, tiba-tiba saja dia berkata, “Eh antum tau gak, saya sudah menjadi muslim lho.” Bagai erupsi Merapi di hari yang bagus, saya kaget bukan main. Kaget nguing-nguing kalau isitlah kampungnya (entah kampung yang mana). Demi Allah saya sangat gembira mendengar kabar itu. Jauh lebih menggembirakan daripada kabar turunnya gaji (wkwk). Hal yang sangat saya impikan akhirnya terjadi juga. Reo menjadi muslim.

Mendengar kabar itu, saya tentu sangat antusias untuk mewawancarainya. Maka jadilah saya saat itu memberondong dia dengan pertanyaan kepo akut, mulai dari kapan dia bersyahadat, kenapa ingin menjadi muslim, bagaimana respon orangtua, dan sebagainya. Untungnya dia tidak mempermasalahkan ke-kepo-an saya dan bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

Reo bilang dia bersyahadat ketika kembali ke negaranya, tepatnya setelah Ramadhan. Dia mengaku sebenarnya sudah ingin masuk Islam sejak masih di Saudi, tapi dia ragu dan menunggu sampai kembali ke negaranya. Di negaranya, Jepang, ternyata keinginan untuk menjadi muslim masih kuat. Akhirnya dia pergi ke salah satu ma’had di Tokyo dan berdiskusi dengan muslimin asli Jepang di sana. Dan setelah itu, akhirnya yakinlah dia berislam. Masya Alllah. Tabarokallah.

Tentang orangtuanya, Reo mengatakan bahwa orangtuanya tidak mempermasalahkan dirinya menjadi muslim. Orangtuanya memberi kebebasan bagi dia untuk memeluk agama apapun sesuai keinginannya. Alhamdulillah…

Satu hal yang menarik, Reo bilang bahwa dia baru saja umroh sekitar 4 hari yang lalu. Masya Allah, baru masuk Islam aja sudah umroh ya. Banyak kaum muslimin yang bahkan gak sempat umroh sampai bertemu ajalnya. Sekarang dia sakit karena kecapean habis umroh, wkwk.

Ya Allah, saya benar-benar senang mendengar kabar Islamnya Si Jepang ini karena menurut saya dia sangat potensial. Selain cerdas dan humanis, dia juga merupakan produk asli Jepang. Seperti yang sering kita dengar, orang Jepang memiliki beberapa akhlak yang sangat baik. Tapi sayangnya kebanyakan mereka kafir. Nah, dengan Islamnya Reo, saya berharap dia bisa menjadi da’i dan ustadz bagi warga negaranya sehingga melalui wasilah dia, akan banyak orang Jepang yang berhijrah memeluk Islam. Aamiin Ya Allah.

#Asrama Mahasiswa KSU, Riyadh

0 comments:

Post a Comment