December 26, 2018

Nak, Tahukah Kamu?

Nak, tahukah kamu, di saat ibumu mengandungmu, ayah tidak ada di sampingnya. Sendirian dia lalui fase-fase sulit. Ibumu sering bercerita tentang keluhan-keluhannya. Tentang muntah, begah, lelah, sulit tidur, rusuk sakit, dan keluhan lain yang mungkin tidak sempat diutarakan.

Mendengar itu semua sebenarnya ayah tidak tega. Ingin rasanya segera pulang menemui ibumu. Walaupun hal itu belum tentu dapat menghilangkan keluhannya, tapi setidaknya ayah bisa hadir membersamai ibumu melalui fase-fase sulit itu.

Tetapi sayangnya jarak yang memisahkan ayah dan ibumu bukan hanya sepelemparan batu, melainkan ribuan kilometer jauhnya. Harus melalui padang gurun hingga bentangan samudra yang luas. Kami memang sedang menjalani episode yang disebut LDR oleh anak muda. Kami pun tidak mau seperti ini, tapi takdir menggiring kami untuk melalui episode ini. Pada saatnya episode ini berakhir, Insya Allah kita dapat berkumpul bersama.

(sumber: bisnis.com)
Pada akhirnya Nak, ayah hanya bisa mendengar curahan hati ibumu. Menghiburnya melalui kata. Memanjakannya lewat canda. Dan membersamainya dengan doa. Pinta ayah: semoga kamu dan ibumu selalu dalam lindungan-Nya.

Nak, tahukah kamu, ibumu itu seorang petarung. Dia bertarung menyelesaikan segala urusannya sendiri. Entah itu urusan kontrol kehamilan, kontrakan, bahkan pindahan. Di saat ibu-ibu lain ditemani suaminya untuk kontrol kehamilan, ibumu tidak. Ketika ibu-ibu lain dibersamai suaminya mencari kontrakan, ibumu tidak. Hebatnya lagi, urusan-urusan itu dikerjakannya tanpa mengeluh. Memang tangguh sekali ibumu. Ayah jadi tidak sabar untuk melihat bagaimana tangguhnya anak-anak yang dilahirkan olehnya.

Tetapi Nak, ketangguhanmu harus selalu kau selimuti dengan iman karena tanpa iman tangguhmu akan menyengsarakan orang lain. Musa dan Fir’aun sama-sama tangguh, tapi berbeda dalam pemanfaatannya. Fir’aun menggunakan ketangguhannya untuk mendzholimi, sedangkan Musa untuk melawan kedzholiman itu. Dua-duanya abadi dan dikenang dalam peradaban manusia, tapi dengan martabat yang berbeda.

Kembali ke ibumu, pesan ayah: jangan kamu menyusahkan ibumu. Dia sudah sangat kepayahan mengandungmu. Jangan kau buat dia payah lagi karena perangaimu. Bahagiakan dia dengan akhlakmu yang indah. Mungkin itu sebaik-baik balasan.

*Tulisan di atas adalah contoh surat seorang bapak kepada anaknya.
Note: saya belum punya anak

#Asrama 27 Mahasiswa KSU

November 28, 2018

Personal Psychotherapy Model

As a counseling psychology student, we are offered many approaches to psychotherapy. Every single therapy has its own characteristics and specialties which are highly correlated to the journey of life of the founder. We cannot deny that personality and life experience contributes to the theory and technique in psychotherapy. For example, Victor Frankl’s experience in Nazi concentration camps has leads him to develop logotherapy.

At the very first time I read psychoanalyst and behaviorist techniques in Corey’s book, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, I got overwhelmed because the list of technique was so long. Of course, it is impossible to be understood in only one time reading. Moreover, I am not a person who like dependant on the technique. In my opinion overly being stick to the technique make us become stiff whereas psychotherapy is not like engineering, it is an art to facing and dealing with human beings.


After finishing psychoanalysis and behaviorism, I moved to other approach named person-centered therapy by Carl Rogers. I began with a brief biography of Rogers and got interested in his history of life. It says that his family atmosphere characterized by close and warm relationships but also by strict religious standards. Rogers also was an introverted person, and he spent a lot of time reading and engaging in imaginative activity and reflection. When I was read this section, I realize that I have some similarity with him.
Ilustrasi Modifikasi Perilaku (sumber : blogpsikologi.blogspot.com)

Then my interest in person-centered therapy continues to the therapeutic process. Rogers is not a psychologist who emphasize the techniques during the therapeutic process. In contrast, he makes the client be psychologist itself. Rogers believes that client is the person who most understands himself. It means they know their problems as well. Rogers also being convinced that client has the capacity to solve their problem.

So what is the therapist roles? As Rogers said, therapist needs three attributes to create a growth-promoting climate in which individuals can move forward and become what they are capable of becoming: (1) congruence (genuineness, or realness), (2) unconditional positive regard (acceptance and caring), and (3) accurate empathic understanding. According to Rogers, if therapists communicate these attitudes, those being helped will become less defensive and more open to themselves and their world, and they will behave in prosocial and constructive ways.

In my perspective, these attributes make therapeutic process become less stressful, for both client and therapist. It also makes therapist pay his full attention to the client instead of the techniques. I myself like this approach because it places the human in their nature as a human being, not like an animal.

#Ditulis untuk memenuhi tugas matakuliah Psychotherapy and Behavior Modification"(al-'ilaj an-nafsi wa ta'dil as-suluk) di semester lalu. Ditulis dengan bahasa Inggris karena deadline yang sudah sangat mepet.

#Asrama Mahasiswa KSU

October 31, 2018

Berani Gagal Itu Baik

Sebagai makhluk yang dinamis, manusia tentu selalu memiliki harapan untuk berkembang. Peningkatan dalam karir, prestasi, materi, serta hubungan lazim menjadi resolusi banyak orang. Akan tetapi keberanian beresolusi ternyata tidak selalu berbanding lurus dengan upaya nyata dalam mewujudkannya. Banyak orang fasih dalam beresolusi tapi tergagap dalam aplikasi. Masalahnya kadang bukan karena ketidakmampuan, tapi karena rasa takut yang begitu hiperbolis. Ketakutan yang saya maksud adalah takut untuk gagal. 
Ilustrasi Berani Gagal (sumber : thenextscoop.com)

Hal ini sangat alamiah dan dapat dipahami. Sebagai makhluk yang disebut Freud selalu mencari kesenangan dan menghindari kepahitan (seek of pleasure and avoid of pain), maka kegagalan sangat tidak selaras dengan pleasure principle manusia. Kegagalan dapat membuat jiwa manusia merana dan itu berkorelasi positif dengan tingkat harapan. Semakin tinggi harapan seseorang akan sesuatu, akan semakin nelangsa pula jiwanya jika dia gagal. Atas dasar ini manusia jadi takut untuk mencoba.

Barangkali mereka lupa bahwa kehidupan ini adalah akumulasi dari kegagalan. Kita bisa berjalan dan berlari setelah terjatuh sekian kali ketika bayi. Seandainya jatuh membuat kita putus asa, mungkin selamanya kita tidak akan bisa berjalan. Cahaya lampu yang benderang dapat kita nikmati setelah beribu kegagalan eksperimen Thomas Edison. Jika gagal membuatnya menyerah, kita tidak tau kapan manusia bisa hidup dalam gemerlap cahaya. 

Akan tetapi tidak semua kegagalan memiliki efek yang sama. Ada gagal yang berefek (saya menyebutnya gagal positif), ada pula gagal yang tidak berefek (gagal negatif). Gagal positif terjadi manakala seseorang menyadari betul kegagalannya. Artinya, dia telah mempersiapkan segala sesuatunya untuk sukses, tapi takdir yang tertulis untuknya ternyata gagal. Kegagalan jenis ini akan membuat orang sangat memaknai kegagalannya.

Sebaliknya, gagal negatif terjadi ketika seseorang memang tidak niat untuk melakukan sesuatu, kemudian gagal. Contohnya iseng-iseng ikut lomba. Kalau gagal, pasti dia tidak terlalu meresapi kegagalannya karena memang hanya iseng belaka. Beda dengan orang yang memang tiap hari latihan untuk menghadapi lomba tersebut, kegagalan menjuarai lomba akan meresap di jiwanya. 

Penyikapan yang baik dari gagal positif akan membuat jiwa tumbuh dan berkembang. Butuh waktu memang, tetapi kesabaran dalam menghadapinya akan membuat daya juang dan daya lenting jiwa terakselerasi. Tidak peduli berapa kali gagal, kamu akan bangkit untuk merebut kesuksesanmu. Sebagaimana pepatah Jepang yang berkata, fall seven times, stand up eight

Jadi, jangan takut gagal karena berani gagal itu baik. 

#Jelang Musim Dingin
 #Asrama Mahasiswa King Saud University

September 24, 2018

Si Putih

Si Putih. Sebut saja demikian. Itu bukan nama sapi, apalagi anjing. Itu julukan untuk laptop saya. Eh bukan laptop, tapi netbook merek Samsung tipe NC108. Usianya sudah tujuh tahun tiga bulan dan hingga kini masih aktif saya pakai setiap hari. Sebagai barang elektronik zaman now, usia Si Putih terbilang cukup panjang dengan performa yang masih oke. Selama kurun waktu itu, saya tidak pernah mendapati Si Putih sakit keras. Baterainya pun masih lumayan, kuat dipakai hingga tiga jam. 

Satu-satunya penyakit yang menimpa Si Putih adalah adanya lingkaran hitam yang berada di pojok kanan layar. Persis mirip black hole. Teman saya sering meledek untuk tidak terlalu dekat dengan lingkaran tersebut karena khawatir tersedot, haha. Lingkaran itu muncul setelah Si Putih jatuh menghentak dari ketinggian satu meter. Awalnya hanya titik-titik kecil di beberapa bagian, kemudian menyebar dan jadilah bentuknya seperti sekarang. Tetapi untungnya black hole itu tidak menghalangi pandangan saya dan tidak mengganggu kinerja sama sekali.

Si Putih dengan black hole-nya
Si Putih saya beli tepat di akhir semester enam, yaitu ketika saya akan mengikuti program pertukaran pelajar di Belanda di semester tujuh. Saat itu saya khawatir tidak menemukan rental komputer di sana sehingga saya minta ke ibu untuk dibelikan laptop, haha. Tetapi saya kira saat itu memang saat yang sangat tepat untuk membeli laptop karena setelah dari Belanda saya langsung bergelut dengan skripsi.

Ibu mentransfer uang ke saya tiga juta. Dengan uang itu saya langsung berangkat ke El’s Computer yang terletak di Jalan C. Simanjuntak daerah Terban dekat Mirota Kampus. Dengan mahar 2,8 juta, saya bisa memboyong Si Putih ke kamar kost.

Saya ingat betul saat itu saya menggunakan sepeda saya menuju toko itu. Jarak dari kostan ke toko memang tidak terlalu jauh, tidak sampai dua kilometer, tetapi jalannya agak menurun. Dari kost ke toko menurun, sedangkan dari toko ke kost menanjak. Tetapi karena saat itu saya memboyong “mainan baru”, lelah akibat kondisi jalan yang menanjak ketika pulang pun teralihkan dengan suka cita mendapatkan Si Putih.

Bersama Si Putih, saya telah melewati berbagai suka dan duka. Melalui Si Putih pula, saya menumpahkan ide untuk skripsi dan tesis sehingga dapat menghasilkan gelar sarjana dan master. Rasanya sudah banyak sekali jasa Si Putih bagi saya.

Sebenarnya sudah beberapa kali muncul keinginan untuk membeli laptop baru. Apalagi jika melihat spesifikasi komputer untuk software-software terkini sudah semakin tinggi. Biar bagaimanapun, Si Putih yang berasal dari generasi lampau akan kewalahan jika berhadapan dengan software (apalagi operating system) paling mutakhir. Tetapi niat itu masih belum saya laksanakan karena saya pikir Si Putih masih cukup bugar untuk sekedar melaksanakan tugas Office, yang menjadi perangkat utama saya dalam bekerja. Dan alasan terpenting mengapa saya masih mempertahankan laptop ini adalah karena laptop ini salah satu kenangan dari ibu saya. Saya berharap kebaikan-kebaikan yang muncul dari laptop ini akan mengalir juga pahalanya bagi beliau.

#Asrama Mahasiswa King Saud University, Riyadh

August 15, 2018

Tenang dengan Ujian

Seorang guru yang sangat saya kagumi keshalihannya sering berkata : “Beruntunglah orang-orang yang didera kesempitan, karena dengan kesempitan itu akan didatangkan kelapangan bagi mereka, dihapuskan dosa-dosanya, dan dinaikkan derajatnya.”

Sejujurnya setiap menghadiri majelis beliau, saya seringkali bingung. Disaat kebanyakan orang menginginkan hidup yang tenang, stabil dan penuh kenikmatan, beliau seolah-olah menunjukkan hal yang sebaliknya. Saya tidak sedang mengatakan beliau orang yang berharap diuji, karena hal itu seolah-olah sedang menantang Allah. Tetapi dari gaya bicara, ekspresi, dan gestur tubuh beliau, saya yakin betul bahwa beliau sudah sangat mengakrabi ujian. Sehingga ujian yang datang bukan lagi disabari, tapi disyukuri karena beliau sangat memahami bagaimana efek baik ujian tersebut bagi dirinya. 
Ilustrasi tenang (sumber : mozaik.inilah.com)

Saya yang dulu “rutin” mendapat ujian, kadang jengkel mendengar nasihat beliau. “Ustadz kan tidak berada di posisi saya, tidak tau apa yang saya rasakan” begitu kira-kira hati memprotes. Jangankan mensyukuri ujian, menyabarinya saja saya belum mampu. Alih-alih berlapang hati dengan ujian, saya begitu menginginkan kehidupan yang tenang tanpa gejolak. Damai tanpa guncangan. 

Akan tetapi anehnya, justru di tengah gejolak ujian tersebut-lah saya menemukan ketenangan. Dalam kondisi terguncang itulah saya merasakan kedamaian. Sehingga saya bisa merasakan kondisi jiwa yang sangat tenang seperti yang pernah saya tuliskan sebelumnya (lihat disini). 

Lain halnya ketika kehidupan ini berjalan stabil tanpa adanya turbulensi. Stabilitas itu justru kadang membuat kita terlena. Sehingga kadang kita lupa bahwa kita semakin dekat dengan akhir perjalanan (kematian). Hal inilah yang sama-sama kita takutkan sebagai Hamba Allah. 

Kita tentu berharap dapat menjadi hamba yang senantiasa dekat dengan Allah meski tanpa diperantarai ujian dan kesulitan hidup. Akan tetapi faktanya memang sangat sulit bagi manusia biasa untuk melakukannya. Hidup yang tenang, apalagi disertai limpahan nikmat, lebih sering menjerumuskan manusia pada dua hal, kalau tidak lalai, ya stagnan imannya. 

Saya bukan sedang berharap diuji dan tidak mengajak anda untuk mengharapkan ujian dari Allah. Bukan begitu etikanya. Saya hanya mengingatkan, sebagaimana guru saya selalu mengingatkan di tiap majelisnya, bahwa ujian hidup yang datang sudah selayaknya disyukuri, minimal disabari. Karena begitu banyak kebaikan yang Allah selipkan dibalik ujian tersebut seandainya kita mau bersabar dan bersyukur. 

#Selagi piket di hotel 122 – Syisyah
#Mekkah Al-Mukarromah

August 13, 2018

Menjadi Temus

Musim haji telah tiba. Jamaah dari berbagai penjuru dunia berkumpul di Mekkah untuk melaksanakan rukun Islam kelima tersebut. Indonesia menjadi salah satu negara yang paling banyak mendatangkan jamaah dengan total sekitar 221.000 orang. Jumlah segitu banyak tentu harus diatur sebaik mungkin untuk menghindari kejadian luar biasa. Oleh karena itu, pemerintah Republik Indonesia merekrut tenaga musiman (temus) sebagai pendukung penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi.

Saya sendiri sudah tiga kali menjadi temus. Ini adalah salah satu berkah kuliah di Arab Saudi, bisa mengikuti temus tiap tahun, di saat mahasiswa dari negara Timur Tengah lain hanya boleh satu kali karena harus bergantian dengan mahasiswa lain. Sedangkan mahasiswa Arab Saudi tidak perlu bergantian karena peluang menjadi temus dibuka selebar-lebarnya untuk mereka yang tinggal di dalam negeri (Arab Saudi).
Petugas Haji Indonesia

Apa untungnya menjadi temus? Keuntungan yang paling utama tentu bisa berhaji dengan gratis. Di saat orang lain harus menyiapkan uang puluhan juta dan menunggu puluhan tahun, petugas temus dapat berhaji langsung tanpa mengeluarkan uang. Bahkan sebaliknya, para petugas temus ini justru dibayar karena mereka bertugas melayani jamaah. 

Mengingat menariknya kesempatan ini, maka tidak heran kalau banyak orang (baik mukimin maupun mahasiswa) yang ingin menjadi temus. Tahun ini saja (2018) ada sekitar 1800 orang yang mendaftar (khusus di Kantor Urusan Haji Jeddah), tapi hanya sekitar 500 orang yang diterima. Untuk menjadi petugas temus, ada beberapa tahapan seleksi yang harus peserta lalui, diantaranya adalah seleksi berkas, tes tulis, wawancara dan praktek (uji kompetensi).

Mereka yang lolos seleksi harus mendaftar ulang dan mengikuti orientasi di Kantor Urusan Haji Jeddah selama tiga hari. Orientasi biasanya dilaksanakan berdekatan dengan masa operasional, sehingga begitu orientasi selesai, petugas langsung bekerja di daerah kerjanya (Daker) masing-masing, ada yang di Daker Mekkah, Daker Madinah, dan Daker Bandara.

Selama tiga tahun mengikuti temus, saya selalu ditempatkan di Daker Mekkah. Tidak pernah sekalipun di Daker yang lain. Tetapi saya sendiri memang berharap demikian karena Daker Mekkah-lah yang masa operasionalnya paling singkat, yaitu hanya 60 hari. Dengan begitu saya tidak akan bolos kuliah terlalu lama karena biasanya perkuliahan telah dimulai dua pekan setelah Idul Adha (hari ke 50-an operasional temus). Adapun operasional Daker Madinah dan Daker Bandara biasanya sekitar 72 hari, tentu akan sangat telat sekali jika saya bertugas di sana. 

#sembari menunggu jamaah kloter BPN 12 
#Mekkah Al-Mukarromah Hotel Aseel Al-Qeemah 2 (Rumah Nomor 122)

July 21, 2018

Menghibur Diri Melipur Hati

Saya sedang butuh hiburan. Ya, diri saya yang “terlalu lama menghabiskan waktu untuk belajar” ini sangat sedang butuh hiburan. Bukan berupa permainan atau jalan-jalan, tapi hiburan seperti penyemangat atau kata-kata bijak bahwa apa yang saya lakukan ini benar adanya. Yaitu sudah berada di jalan yang lurus, sirotol mustaqim. Pasalnya saya merasa terlalu lama menghabiskan waktu di bangku pendidikan. Total 23 tahun. Alamak! 

Debut saya di pendidikan formal dimulai ketika Paul Pogba baru saja lepas dari ASI ibunya (sesuai anjuran bidan). Hingga kini 23 tahun setelahnya, ketika dia sudah mejuarai Piala Dunia, saya masih saja setia dengan kursi sekolah. Untung Pogba tidak mengikuti jejak saya. Kalau iya, mungkin timnas Perancis sudah keok di babak penyisihan.

Status “mahasiswa abadi” yang melekat di diri saya kadang cukup mengusik. Dengan status tersebut seolah-olah saya belum menjadi manusia dewasa seutuhnya. Yaitu manusia yang berdaya dengan bekerja. Manusia yang jelas karya dan manfaatnya. Kalau masih berstatus mahasiswa, rasanya masih nanggung. Karya belum jelas, manfaat pun sangat terbatas. 

Kadang saya iri juga kepada teman-teman yang sudah berkarya di dunia kerja. Menurut saya, mereka yang sudah bekerja lebih bisa merencanakan hidupnya dengan jelas. Mau beli tanah, bangun rumah, beli kendaraan, atau mau umroh/haji bisa dipertimbangkan dengan pemasukan perbulan. Kalau masih berstatus mahasiswa yang mengandalkan beasiswa, rencana hidup rasanya masih fleksibel. Terlalu fleksibel malah, sehingga terasa percuma juga untuk direncanakan, haha. 

Akan tetapi di sisi lain saya juga berusaha menghibur diri dengan merenungkan hikmah dari perjalanan panjang ini. Iya betul saya sangat lama mengenyam pendidikan formal, tapi apakah ada jaminan bahwa kalau tidak di jalur pendidikan, saya akan tetap berada di jalur kebaikan dalam rentang waktu 23 tahun itu? Mengapa saya tidak bersyukur karena sebagian besar waktu saya dihabiskan untuk kebaikan (menuntut ilmu) di saat yang lain mungkin justru terjerumus dalam jahat dan maksiat?
Ilustrasi perjuangan (sumber : suhasbhavsar.wordpress.com)
Lagipula, meskipun berstatus mahasiswa, bukankah saya telah menyelesaikan berbagai misi hidup yang mungkin belum bisa dilakukan, bahkan oleh mereka yang sudah bekerja? Di usia yang belum mencapai 30 tahun, saya sudah menyelesaikan S2, sudah umroh, haji, menikah, jalan-jalan ke luar negeri – lintas negara dan benua. Saya berpikir, kalau masih mahasiswa saja sudah bisa melakukan semua itu, lalu bagaimana nanti kalau sudah bekerja? Insya Allah akan ada banyak kebaikan lagi yang akan didapatkan, hehe.

Yah, namanya juga sedang menghibur diri. Hak saya dong kalau mau berandai-andai. Apalagi saya sekarang lagi di Mekkah, salah satu tempat paling mustajab. Mending bicara yang baik-baik, ya kan?

#Mekkah Al-Mukarromah
#Menantikan Jamaah Haji

July 17, 2018

Bertualang Satu Dekade

Tidak terasa sudah 10 tahun saya menjadi perantau. Hidup jauh dari keluarga dan orang-orang terkasih tentu banyak sekali tantangannya. Terlebih saya lahir dan dibesarkan bukan di kultur keluarga perantau. Bahkan suku saya (Betawi) justru terkenal sebagai suku yang tidak suka berpindah-pindah sehingga kata “Betawi” itu sendiri sering dianekdotkan sebagai kepanjangan dari Betah Wilayah. 

Sebagai seorang yang tidak memiliki darah perantau, menjejakkan langkah pertama keluar dari kampung halaman tentu luar biasa beratnya. Saya ingat ketika dulu pertama kali memutuskan kuliah di Jogja, ada keraguan dari orangtua untuk melepas saya. Saya yang saat itu berusaha meyakinkan orangtua sebenarnya diguncang rasa ragu juga. Berbagai pertanyaan bernuansa pesimisme berseliweran di kepala untuk menguji tekad ini. Apakah saya akan bertahan hidup jauh dari keluarga? Apakah saya akan klop hidup di lingkungan yang sama sekali asing buat saya? Apakah sudah benar keputusan saya?

Berbekal keinginan untuk mencari sesuatu yang lebih baik, akhirnya saya langkahkan juga kaki ini menuju Kota Pelajar. Dan kini tidak terasa sudah satu dekade saya meninggalkan kampung halaman. Bahkan dalam kurun waktu itu entah sudah berapa kali saya berpindah tempat sebagai sebuah konsekuensi seorang akademisi. Hijrah dari satu kota ke kota lain. Dari satu pulau ke pulau lain. Dari satu negara ke negara lain. Bahkan dari satu benua ke benua lain. Alhamdulillah semua bisa dijalani dan dilalui dengan dramanya masing-masing.
Petualangan di Brussel, Belgia

Hidup menjadi perantau memiliki banyak sekali faidah. Satu faidah yang kuat sekali saya rasakan adalah kita menjadi lebih tahan banting. Bagaimana tidak tahan banting kalau hampir semua masalah ditelan sendirian? Kehabisan uang, masalah di kampus, konflik dengan teman dan dosen/atasan hingga rindu keluarga dan kampung halaman menjadi suplemen tersendiri bagi para perantau untuk membentuk mental mereka. Khusus buat rindu keluarga dan kampung, rasanya tidak ada obat yang paling mujarab kecuali mudik.

Keluar Zona Nyaman?
Banyak orang menjadikan perantauan sebagai tantangan untuk keluar dari zona nyaman. Saya pun tidak menampik bahwa ada semangat itu di awal petualangan saya merantau. Tetapi semakin kesini saya semakin menyadari bahwa pandangan tersebut rasanya kurang tepat. Akan lebih tepat dan positif jika  merantau dimaksudkan sebagai sarana perluasan zona nyaman, bukan untuk keluar dari zona nyaman. 

Apa bedanya? Sebenarnya intinya sama saja, bedanya hanya dalam hal perspektif. Orang yang merantau untuk memperluas zona nyamannya, akan memiliki mindset yang baik tentang kota tujuan perantauan. Dia sudah men-setting pikiran mereka bahwa kota tujuan itu akan menjadi zona nyaman kedua setelah kampung halamannya. Adapun mereka yang hijrah karena ingin keluar dari zona nyaman biasanya belum apa-apa sudah terbayang susahnya. 

Jadi, jika anda ingin merantau, tanamkanlah dalam pikiran anda bahwa perjalanan ini anda lakukan demi memperluas zona nyaman, bukan untuk meninggalkannya. Semoga dengan begitu anda lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan. 

#Ditulis dalam perjalanan Riyadh – Mekkah, diselesaikan di Jeddah

June 2, 2018

Review Maskapai Saudia Airlines

Setelah mengulas maskapai Emirates, kali ini saya akan membahas maskapai Saudia Airlines. Maskapai ini adalah maskapai kebanggaan warga Arab Saudi. Boleh dibilang ini adalah Garuda-nya mereka. Saya sendiri baru dua kali naik maskapai ini dengan rute Riyadh – Jakarta (pp) dan Riyadh – Cairo (pp). Bukan karena tidak nyaman, tapi lebih karena penasaran ingin mencoba maskapai yang lain. 
 
Saudia Airlines (sumber : altayyaronline.com)

Satu hal yang menjadi daya tarik dari maskapai Saudia adalah tersedianya rute penerbangan langsung (direct) Riyadh – Jakarta (pp). Rute yang tanpa transit ini membuat durasi perjalanan menjadi lebih singkat, yaitu hanya sekitar sembilan jam. Hal ini berbeda dengan maskapai-maskapai lain yang umumnya memakan waktu belasan jam.

Baik tanpa panjang lebar lagi, saya akan mengulas maskapai Saudia ini. Seperti biasa, ulasan ini saya buat berdasarkan lima aspek, yaitu : pesawat, pelayanan saat terbang, bagasi, harga tiket, dan bandara induk. Dan seperti biasa pula, perlu saya tekankan bahwa ulasan ini dibuat berdasarkan pengalaman subjektif saya.  Beberapa orang mungkin merasakan pengalaman berbeda.

1.       Pesawat
Saudia Airlines menempuh rute Riyadh – Jakarta (pp) dengan pesawat jenis Boeing dengan formasi kursi 3-3-3. Bagi anda yang suka duduk di dekat jendela, mungkin kurang menyukai formasi ini karena anda harus meminta izin ke dua orang di samping anda untuk pergi ke toilet. Kalau badan anda super ramping, mungkin itu tidak akan terlalu merepotkan dua tetangga anda karena anda bisa melalui mereka tanpa membuat mereka bangkit dari kursinya. Tapi kalau badan anda normal (atau bahkan besar) maka anda harus siap-siap bermuka manis untuk menggusur tetangga anda.

Untuk tingkat kebisingan, saya rasa suara mesin pesawat Saudia tidak terlalu bising, tapi menurut saya masih lebih halus suara Emirates. Sedangkan untuk fasilitas hiburan di dalamnya saya kira sudah sangat baik. Mereka menyediakan hiburan yang sangat beragam, mulai dari film, games, murottal (lantunan Al-Qur’an), dll. Satu fasilitas unggulan yang mungkin tidak ada di pesawat lain adalah musholla. Ya, Saudia menyediakan musholla kecil di bagian belakang pesawat. Sangat luar biasa khidmahnya bagi umat Islam. Selain itu, sebelum lepas landas, biasanya kru pesawat akan memutarkan doa safar untuk memohon keselamatan perjalanan.

Nilai : ****

2.       Pelayanan Saat Terbang
Mengingat Saudia adalah maskapai resmi Arab Saudi, negara yang sangat ketat menerapkan syariat Islam, awalnya saya mengira pramugarinya akan mengenakan hijab, tapi ternyata tidak. Penampilan mereka pada umumnya sama seperti pramugari maskapai lain, pakai topi/peci, celana panjang, dan baju lengan panjang dengan rompi/jas. Saat terbang dari Riyadh ke Jakarta beberapa pekan yang lalu, kami dilayani oleh pramugari Indonesia (awalnya saya kira Filipina).

Jatah makan selama perjalanan Riyadh – Jakarta adalah 2x yang terdiri dari menu ringan dan berat. Makanan yang disajikan cukup diterima oleh perut saya dan rasanya juga tidak mengecewakan. Pelayanan lainnya, tiap penumpang mendapatkan headset dan selimut. Khusus untuk headset boleh dibawa pulang, sedangkan selimut saya rasa conditional. Kemarin (atas permintaan nyonya di rumah) saya meminta selimut kepada pramugari untuk dibawa pulang dan ternyata dibolehkan. Saya tidak tau apakah secara peraturan memang diperbolehkan atau saat itu karena kebaikan pramugarinya saja, yang kebetulan orang Indonesia, hehe.

Nilai : *****

3.       Bagasi
Inilah dia satu dari berbagai kelebihan maskapai Saudia, yaitu timbangan bagasi yang tidak pelit. Maskapai ini memberikan bagasi kepada tiap penumpang sebanyak dua pieces yang tiap piece-nya maksimal 23 kg. Jadi tiap penumpang bisa membawa total bagasi 46 kg. Pemberlakuan bagasi 46 kg ini bukan hanya sekali jalan saja, tapi dua kali (bolak balik). Jadi Riyadh – Jakarta mendapat jatah 46 kg, Jakarta – Riyadh juga mendapat 46 kg. Adapun untuk koper kabin maksimal 7 kg.

Selama melakukan penerbangan langsung (direct) dengan Saudia, alhamdulillah saya tidak pernah mendapat masalah ketika pengambilan bagasi. Tapi untuk penerbangan transit saya kurang tau. Beberapa teman saya yang ambil penerbangan tidak langsung (non direct) mengatakan bagasinya terlantar di Madinah (tempat transit) ketika kembali dari Jakarta ke Riyadh.

Nilai : *****

4.       Harga Tiket
Boleh dibilang harga tiket Saudia cenderung lebih mahal daripada harga tiket maskapai lain pada umumnya, terutama untuk penerbangan langsung (direct). Selisih harga penerbangan langsung bisa mencapai 1 – 2 juta, sedangkan untuk penerbangan tidak langsung selisihnya mencapai 500 ribu sampai 1 juta jika dibandingkan maskapai-maskapai lain. Sayangnya dengan perbedaan harga yang cukup signifikan, fasilitas yang diberikan tidak berbeda jauh dengan maskapai lain yang lebih murah.

Nilai : ****

5.       Bandara Induk
Mengingat perjalanan saya dengan Saudia selalu mengambil rute langsung (direct), maka bandara induknya adalah bandara dimana saya lepas landas. Kalau di Riyadh, bandara induknya adalah King Khalid International Airport (KKIA). Bandara ini membagi zonasi rute internasional dan domestik secara terpisah. Untuk rute internasional, bandara KKIA tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu bagus. Tetapi untuk rute domestik, bandara ini sudah sangat bagus dan elegan.

Nilai : ****

Secara keseluruhan, saya memberikan nilai 4,4 (dari 5). Keunggulan Saudia dari maskapai lain yang paling menonjol adalah dari segi durasi perjalanan. Mengingat saya selalu mengambil penerbangan langsung (direct), maka durasinya jadi lebih pendek. Selain itu, saya juga tidak perlu repot turun naik pesawat untuk transit, lalu buka pasang sabuk (bahkan sepatu) untuk melewati sistem keamanan bandara transit. Akan tetapi durasi yang lebih singkat itu harus ditebus dengan harga tiket yang lebih mahal. Meskipun begitu, semahal-mahalnya tiket, tidak akan terasa jika anda dibayari oleh pihak sponsor, hehe. 

#HomeSweetHome – Lubuk Minturun (Padang)

May 13, 2018

Review Maskapai Internasional Emirates

Satu hal yang menarik dari kuliah di Arab Saudi adalah, kita berkesempatan untuk mencicipi berbagai maskapai internasional, mengingat tiap akhir tahun akademik mahasiswa diberikan tiket mudik ke negara asalnya masing-masing. Meskipun secara aturan mahasiswa diharuskan menggunakan maskapai Saudia Airlines, tapi faktanya hal itu masih bisa disiasati sehingga mahasiswa bisa menggunakan maskapai lain sesuai kebutuhan. 
 
Saya sendiri telah mencicipi enam maskapai dengan rute Riyadh – Jakarta (pp). Berdasarkan pengalaman itu, saya akan memberikan ulasan bagi keenam maskapai tersebut dalam serial tulisan ini. Ulasan ini adalah ulasan orang awam yang dinilai berdasarkan pengalaman subjektif saya sebagai penumpang. Saya akan mengulas maskapai-maskapai tersebut berdasarkan aspek: pesawat, pelayanan saat terbang, bagasi, harga tiket, dan bandara induk.

Pada tulisan yang pertama, saya akan mengulas maskapai Emirates (EM) yang menjadi salah satu pemain besar dalam industri transportasi udara. Kiprahnya sudah tidak diragukan lagi dalam dunia internasional. Karena letak bandara induk yang strategis, EM menjadi rujukan banyak penumpang, baik untuk rute Asia, Eropa, maupun Amerika. Nama mereka bahkan menjadi nama stadion klub sepak bola Liga Inggris, Arsenal, satu indikator kuat yang menunjukkan bahwa mereka diterima dan diakui di negeri Ratu Elisabeth itu. 
Pesawat Emirates (sumber : wikipedia.com)
Beginilah ulasan saya terhadap maskapai Fly Emirates.

1.    Pesawat
Sejauh pengalaman saya melakukan penerbangan jarak jauh, terbang dengan pesawat EM-lah yang paling nyaman saya rasakan. EM selalu menggunakan pesawat tipe Air Bus dengan formasi kursi 2-4-2. Jadi kalau kamu duduk di dekat jendela, kamu tidak terlalu merepotkan tetangga sebelah mu seandainya kamu mau ke toilet.

Kelebihan pesawat EM menurut saya adalah suara mesinnya yang tidak bising, baik ketika lepas landas maupun mendarat. Fasilitas dalam pesawat juga sangat memanjakan. Bagi kamu yang suka nonton film, EM menyediakan film yang cukup up to date dan hiburan lain yang membuat perjalanan jauhmu tidak membosankan.

Nilai : * * * * *

2.    Pelayanan Saat Terbang
Pramugari dan pramugara EM benar-benar profesional, sigap, dan (yang paling penting) ramah. Meskipun EM adalah maskapai timur tengah, tapi petugas dalam pesawatnya cenderung heterogen, bahkan banyak yang berkulit putih juga (Eropa). Untuk rute Riyadh – Jakarta (pp) biasanya saya mendapat jatah 3x makan (Riyadh – Dubai = 1x (makan ringan); Dubai – Jakarta = 2x (makan ringan dan berat). Diluar jam makan pun kita masih bisa request makan dan/atau minum.

Selain profesional, sigap, dan ramah, para pramugari juga berperilaku sopan yang ditunjukkan dari gaya berpakaiannya. Walaupun tidak berhijab, tapi mereka memakai rok di bawah lutut dan baju yang serba tertutup. Mengapa saya menekankan hal ini? Karena saya pernah merasakan satu pengalaman terbang dengan salah satu maskapai yang pramugarinya kurang sopan gaya berpakaiannya dalam pandangan saya (akan saya ceritakan terpisah nanti). Hal itu membuat saya kapok menggunakan maskapai itu lagi.

Nilai : * * * * *

3.    Bagasi
Standar bagasi EM bagi tiap penumpang maksimal 30 kg. Tetapi ketika saya terbang dari Riyadh  ke Jakarta, saya mendapat bagasi 40 kg ditambah air zam-zam 10 liter di luar bagasi. Jadi totalnya sama dengan 50 kg. Sedangkan rute balik (Jakarta – Riyadh) tetap 30 kg. Adapun koper dalam kabin secara peraturan maksimal 7 kg.

Salah satu kelebihan EM dalam hal bagasi adalah mereka tidak terlalu ketat dan rewel. Jadi kalau bagasimu berlebih, mereka biasanya tetap akan mengizinkan asalkan lebihnya tidak kelewatan. Selisih 2 atau 3 kg masih dapat ditoleransi. Hal yang sama berlaku bagi koper kabin. Mengapa mereka cenderung longgar dalam urusan bagasi? Saya sendiri kurang tau, tapi pernah teman saya bilang bahwa EM sebenarnya adalah maskapai kargo yang sekaligus sebagai pesawat penumpang. Allahu‘alam.

Nilai : * * * * *

4.    Harga Tiket
Sebagai maskapai kelas dunia, harga tiket EM cenderung standar, tidak terlalu mahal, tapi juga tidak murah. Untuk rute Riyadh – Jakarta (pp) kisaran harganya 2000 – 2500 SAR (sekitar 8 juta rupiah). Ada maskapai lain yang lebih murah dari itu, ada juga yang lebih mahal. Tetapi menurut saya harga EM yang paling rasional dan senilai dengan fasilitas yang diberikan.

Nilai : * * * *

5.    Bandara Induk
Konsekuensi melakukan penerbangan jauh adalah biasanya sulit  menemukan (atau bahkan tidak ada) penerbangan langsung (direct) tanpa transit. Di sinilah pentingnya bandara induk dari pesawat yang kita tumpangi. EM sendiri menginduk ke bandara Dubai International Airport. Ini adalah salah satu bandara terbesar dan tersibuk di dunia.

Ukuran besarnya bandara bagi saya sangat penting karena dengan kondisi badan yang lelah, kesumpekan akan membuat jiwa raga saya semakin bertambah lelah. Kalau bandaranya besar, saya bisa memilih tempat yang agak kosong untuk istirahat menunggu penerbangan berikutnya.

Selain itu, fasilitas bandara induk EM juga sangat lengkap, mulai dari wifi gratis, ketersediaan layar jadwal penerbangan yang banyak dan dengan ukuran yang besar (sangat penting), pusat perbelanjaan, kecakapan pegawai bandara dalam berbahasa Inggris, musholla, dan berbagai fasilitas pendukung lainnya.

Nilai : * * * * * 

Secara keseluruhan, saya memberikan nilai 4,8 (dari 5) bagi maskapai EM. Nilai itu hampir sempurna karena nyatanya EM memang memiliki performa yang istimewa seperti yang saya sebukan di atas. Sekali lagi ini adalah pengalaman subjektif saya. Bagi pembaca yang memiliki penilaian lain, itu sah-sah saja. 

Oya, saya tidak mendapatkan bayaran apa-apa dari Emirates atas review ini. Motivasi saya menulis ini hanya untuk memberikan informasi bagi para pembaca yang ingin berpergian jauh, terutama mereka yang baru akan merasakan terbang jauh untuk pertama kalinya. 

#HomeSweetHome – Tangerang Selatan