November 29, 2017

Kemana sih yang Jauh?

Bumi ini terasa semakin kecil saja. Tentu tidak secara harfiah mengecil dalam segi ukuran, tapi perasaan saya saja. Sekarang kita mau pergi kemana pun rasanya mudah. Tiket pesawat mudah didapat di situs online, harganya pun sekarang jauh lebih terjangkau. Berbeda sekali dengan kondisi sepuluh atau dua puluh tahun lalu. Dulu kalau mau kemana-mana rasanya ribet. Banyak mikirnya. Banyak prepare-nya. Banyak capeknya.

Saya ingat dulu ketika awal-awal kuliah di Jogja (sekitar tahun 2008). Kalau mau ke Jogja atau mau pulang kampung ke Tangsel, seminggu sebelumnya saya harus pergi dulu ke terminal untuk mencari tiket bis. Yah bisa saja saya beli tiket di hari H keberangkatan, tapi kan tidak ada jaminan bahwa tiketnya masih tersedia. Kalaupun tersedia, belum tentu armadanya bagus dan sesuai. Begitu pula kalau saya mau naik kereta api, saya harus memastikan dulu ketersediaan tiket di stasiun. Karena hal ini pula, pada awal-awal kuliah saya jarang naik kereta karena jarak rumah ke stasiun terdekat, Pasar Senen, sangat jauh dan saya malas menjelajahi kemacetan ibukota hanya untuk mendapatkan tiket. 

Akan tetapi semua keribetan itu musnah ketika situs jual beli online menjamur. Sekarang kita bisa pesan tiket kapanpun, dimanapun dan dengan tujuan kemanapun. Tanpa harus repot-repot pergi dan antri di terminal atau stasiun. Dari kamar sendiri saja kita sudah bisa urus semuanya. Mau tiket bis, kereta, pesawat, hotel atau rental mobil, semua dapat di-handle melalui situs tersebut. 

Butuh Keberanian
Akan tetapi berbagai kemudahan itu tidak serta merta membuat orang berani bepergian keluar kota, terlebih keluar negeri. Meskipun mereka memiliki modal dan sumber daya, tapi nyatanya banyak pula yang hidupnya dihabiskan hanya di satu kota atau satu negara saja tanpa pernah mengunjungi belahan bumi yang lain. Dalam hal ini mental lah yang berbicara.

Tidak banyak orang yang memiliki mental petualang. Hambatan berupa kecemasan menghadapi zona tidak nyaman sering menjadi penghalangnya. Mereka mungkin memiliki keinginan untuk keluar kota/negeri, entah untuk liburan atau bekerja, tapi mereka takut untuk memulainya. Padahal jika sekali saja hambatan itu didobrak, niscaya mereka tidak akan khawatir lagi kemanapun mereka pergi.

Kalau mau dikupas lebih dalam lagi, sebenarnya apa yang menjadi ketakutan itu biasanya muncul di awal saja dan itu sangat wajar. Sebagaimana kita dulu pernah takut ketika mulai belajar bersepeda, tapi lama kelamaan kita enjoy kebut-kebutan dengan kawan-kawan. Mengapa pada awalnya kita takut? Karena kita tidak punya pengalaman. Kita tidak tau bagaimana bersepeda, bagaimana jatuh, ngebut, standing, (bersepeda sambil) lepas tangan, dan sebagainya. Tapi karena kita berani mendobrak ketakutan itu, maka akhirnya sekarang kita bisa menikmati kegiatan bersepeda.

Pun demikian dengan bepergian ke luar kota/negeri. Pada awalnya pasti ada perasaan cemas atau takut. Hal itu sangat manusiawi dan itu pertanda bahwa kita adalah manusia sehat dan normal. Jiwa dan raga kita merespon apa yang seharusnya direspon. Tapi bagaimana kita menghadapi rasa cemas dan takut itu akan menentukan bagaimana kita kedepannya. Kalau kita lari dari ketakutan itu, maka selamanya kita akan terkungkung. Tetapi kalau kita berani melawan dan mendobraknya, Insya Allah kedepannya tidak ada halangan lagi bagi kita untuk bepergian jauh.

Akan tetapi perlu diingat pula, jangan sampai kepergian kita keluar kota/negeri hanya bermodalkan nekat semata, terlebih kalau kita sudah banyak tanggungan (istri dan anak). Semuanya tetap butuh pertimbangan dan hitung-hitungan. Jangan sampai keberangkatan itu justru membawa mudharat yang lebih besar bagi kita dan keluarga. 

#Ulak Karang – Padang