Kita sering berharap agar kita
bisa meraih kesuksesan bersama teman-teman yang membersamai kita sejak awal.
Anak-anak SMA kelas XII misalnya, indikator kesuksesan yang paling utama bagi
mereka adalah lulus ujian nasional. Setiap siswa tentu berharap agar dirinya
dan semua temannya, terutama yang satu sekolah, bisa lulus tanpa terkecuali.
Ada perasaan kebersamaan yang kuat diantara mereka karena mereka memulai
perjuangan itu bersama-sama. Mereka
memahami susah dan senangnya menghadapi perjuangan itu.
Pun begitu dengan anak kuliah,
indikator kesuksesan mereka juga sama, yaitu lulus dan diwisuda. Begitu besar
harapan kita agar semua teman seperjuangan kita bisa lulus dan diwisuda.
Bersama-sama merasakan suka cita memakai toga setelah perjuangan panjang nan
melelahkan di bangku kuliah. Akan tetapi, betapapun mulianya harapan itu,
takdir sering berkata lain. Sering kita melihat teman kita (atau bahkan diri
kita sendiri) punya masalah serius dengan skripsinya. Masalah yang pada
akhirnya berdampak pada psikologisnya. Perasaan tertekan, stres, kemudian
depresi karena skripsi yang tak kunjung selesai tidak jarang menjangkiti
mahasiswa tingkat akhir. Bagi mereka yang memiliki daya lenting super, mungkin
bisa bangkit setelah terpuruk untuk kemudian menyelesaikan skripsinya. Tapi
sayangnya tidak semua orang dikaruniai sifat itu.
Ah, skripsi memang selalu menjadi
momok paling menakutkan bagi mahasiswa. Kenapa menakutkan? Karena daya rusak
skripsi bagi mental mahasiswa sangat tidak berpola. Dia meneror siapa saja, baik
yang cerdas maupun kurang cerdas. Yang relijius maupun pendosa. Yang ber-IPK
dewa maupun dua koma. Semua bisa terseret ke dalam stres yang berkelanjutan
akibat skripsi yang tak kunjung kelar. Saya punya segudang contoh kasus dari permasalahan
ini. Jadi jangan dikira orang yang
cerdas bisa dengan mudah menyelesaikan skripsinya. Juga jangan beranggapan
orang yang relijius akan lancar-lancar saja skripsinya. Belum tentu! Karena
sekali lagi, semua variabel itu tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan
kesuksesan menulis skripsi.
Menulis skripsi memang bukan
sekedar urusan kecerdasan kognitif semata, tapi merupakan gabungan dari
kecerdasan emosi dan spiritual. Ketika menulis skripsi mental kita akan digedor
sekuat-kuatnya melalui berbagai permasalahan, entah ketidaksepahaman ide dengan
dosen pembimbing, kesulitan dalam mencari rujukan, rasa malas yang dituruti, atau
hal-hal administratif yang kelihatannya sepele. Penumpukan masalah itu bisa
menggiring kondisi psikologis seseorang ke level terendah.
Saya pribadi, sangat tidak tega
melihat kawan yang tertekan luar biasa karena skripsi atau tesis yang belum
kelar. Tahun lalu, ketika saya sowan ke kampus saya (MMB UGM), seorang
pengelola prodi bercerita kepada saya bahwa ada mahasiswa yang stres karena
tesisnya belum juga selesai. “Badannya itu sampai habis lho mas, kurus
banget sekarang” cerita karyawan itu kepada saya. Kisah dan deskripsi dari
karyawan itu membuat saya sangat sedih karena saya kenal betul mahasiswa yang
dimaksud. Saya tau dia mahasiswa yang pintar dan mudah bergaul. Saya juga
sering melihat keseharian beliau yang selalu ceria dan antusias. Sampai
kemudian keceriaan itu terampas oleh tesis.
Akan tetapi kabar itu tidak lebih
mengagetkan dari kabar yang saya terima kemarin di salah satu grup BBM. Melalui
grup itu, dosen kami, yang juga merupakan sekretaris prodi, mengabarkan bahwa mahasiswa
angkatan 2013 yang tidak lulus bulan Juli tahun ini akan di-drop out.
Hal yang membuat saya kaget bukan informasi drop out-nya, karena memang
sejak awal kita sudah diwanti-wanti bahwa kuliah S2 cuma diberi jatah maksimal
4 tahun, saya kaget karena jumlah teman seangkatan saya yang belum lulus
ternyata mencapai 10 orang. Itu artinya sepertiga dari jumlah keseluruhan kami.
Angka yang fantastis menurut saya.
Apa sebab utama keterlambatan
mereka? Allahu a’lam. Masing-masing orang pasti memiliki kisahnya
sendiri. Saya hanya sedih jika mereka benar-benar di-drop out. Saya
sedih karena saya tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu mereka,
orang-orang yang membersamai saya sejak memulai kuliah S2. Dan saya sangat sedih karena ternyata
saya sangat sibuk dengan urusan saya sendiri, sampai tidak tau bahwa ada 10
orang dari teman saya yang terancam DO.
#Asrama Mahasiswa King Saud
University – Riyadh