April 3, 2015

Angkat Kepalamu, Jagoan!


Saya baru saja membaca (ulang) buku Ustadz Fauzil Adhim yang berjudul “Mencari Ketenangan di Tengah Kesibukan”. Dalam buku tersebut, ada tulisan yang berjudul “Insya Allah”. Tulisan itu berisi kisah tentang Rasulullah Saw yang ditegur Allah Swt akibat berjanji tanpa mengucapkan Insya Allah.  Kisahnya sangat menyentuh. Berikut saya akan ringkaskan ceritanya di sini.

Suatu ketika dua orang utusan kafir Quraisy datang ke Yastrib, kota yang kemudian berganti nama menjadi Madinah, untuk mendatangi pemuka kaum Yahudi. Kepada pemuka kaum Yahudi, mereka bertanya, “Kalian punya kitab Taurat. Kami datang kemari agar kalian memberi tahu kami suatu hal tentang orang ini.” Mereka melakukan hal itu sebagai upaya perlawanan terhadap pesatnya dakwah Rasulullah Saw di Mekah.

Pemuka kaum Yahudi berkata, “Tanyailah ia tiga hal, jika ia bisa menjawabnya, berarti ia benar soerang nabi yang diutus Allah. Jika tidak, berarti ia adalah seorang pembohong dan terserah apa tindakan kalian kepadanya.”

Singkat cerita, dipanggillah Rasulullah oleh Abu Lahab dan langsung dicecar pertanyaan dari orang Yahudi tadi, “Muhammad, ceritakanlah kepada kami para pemuda yang hidup pada masa lampau, yang kisah mereka sangat menakjubkan.”

Rasulullah Saw memandangi mereka sambil bertanya, “Adakah pertanyaan yang lain?”

“Ceritakan pula kisah seorang pria yang telah menjelajahi Bumi dari barat hingga timur. Lalu jelaskan pula tentang ruh. Apakah ruh itu?” kata orang-orang Quraisy itu.

Rasulullah Saw kemudian memberi menjawab, “Aku akan beri kalian jawabannya besok.”

Kaum Quraisy pun bubar. Selama 15 hari Rasulullah Saw menunggu wahyu, namun Jibril tidak juga datang. Rasulullah sangat sedih dan murung. Di saat yang sama, Abu Lahab dan istrinya, Ummu Jamil binti Harb, bersorak gembira. Wanita ini segera mendatangi rumah-rumah Bani Hasyim sambil berkata, “Muhammad menunggu-nunggu syaitannya. Ia ditinggalkan tuhannya. Sekarang mereka tahu, Muhammad tidak punya tuhan.”

Ketika suatu saat ia bertemu Rasulullah Saw, dengan sinis ia berkata, “Syaitanmu sekarang telah meninggalkanmu, ya?”

Pertanyaan itu membuat hati Rasulullah Saw terguncang. Sementara para penduduk Mekah saling berbisik, “Muhammad berjanji kepada kita untuk memberi jawabannya besok, tapi sampai sekarang telah 15 hari lewat dan ia tidak memberi jawabannya.”

Kesedihan Rasulullah Saw kian mendekati puncaknya. Ada perasaan tertekan yang amat berat. Melihat itu, Khadijah radhiyallahu ‘anha berkata,  “Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu.”

Akhirnya Jibril datang juga. Rasulullah Saw bersabda kepadanya, “Jibril, engkau tidak datang-datang hingga aku berprasangka buruk.”

Jibril berkata:
“Dan tidaklah kami (Jibril) turun kecuali dengan petunjuk Tuhanmu. Kepunyaan-Nyalah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita dan apa-apa yang ada di antara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa.” (Q.S. Maryam [19]: 64)

Selanjutnya Jibril berkata:
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu, ‘Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut) Insya Allah’. Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa….” (Q.S. al-Kahfi [18]: 23-24)

***

Masya Allah… mata saya sembap membaca kisah ini. Kalau dilihat dari kontennya, hikmah utama dari kisah ini sebenarnya adalah tentang keharusan untuk mengucap Insya Allah jika ingin berjanji untuk mengerjakan sesuatu, tapi ketika membaca kisah ini saya lebih menyoroti hal lain, yaitu tentang tekanan yang dihadapi Rasulullah ketika menunggu wahyu untuk menjawab pertanyaan kafir Quraisy tadi. Saya tidak mampu membayangkan betapa besar tekanan yang dihadapi Rasulullah Saw ketika itu. Di saat beliau sudah berjanji akan memberikan jawabannya besok, tapi kemudian Allah Swt menahan jawabannya hingga lebih dari 15 hari yang kemudian menjadi hikmah bagi beliau dan umatnya. 

Artinya, ada masa selama 15 hari yang penuh tekanan. Olokan, intimidasi, sinisme, menjadi menu yang tidak terelakan. Dan itu beliau hadapi sendiri! Walaupun ada istri beliau, Khadijah radhiyallahu ‘anha, yang selalu setia mendampingi dan menyemangati, tapi secara teknis hanya Rasulullah Saw yang mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari kafir Quraisy.

Ini benar-benar menjadi pelajaran berharga buat saya. Bahwa Rasulullah Saw yang begitu mulia, baik, dan imannya nomor wahid saja masih diperlakukan dengan begitu buruk oleh orang lain. Tapi beliau ajeg, istiqomah dengan keimanannya. Tidak jatuh oleh cacian. Tidak membalas perlakuan buruk dengan keburukan. Kan bisa kita simak kisah di atas, ketika Rasulullah ditanyai dengan sinis oleh istrinya Abu Lahab, beliau tidak membalasnya. Ah, saya mah tidak bisa membayangkan kalau saya yang diperlakukan seperti itu. Mental saya mah masih gampang jatuh kalau berhadapan dengan cacian, intimidasi, dan sinisme.

Wahai kamu yang merasa sendiri menghadapi semua ujian hidup, ingatlah bahwa Rasulmu pun terlahir dalam keadaan yatim. Enam tahun setelah itu Sang Bunda pun turut meninggalkannya. Para kerabat beliau juga banyak yang memusuhinya ketika risalah telah datang. Kurang tertekan apalagi beliau? Kurang hancur gimana lagi hati beliau? Tapi beliau tidak merasa sendiri dan sepi karena beliau punya Allah. Dzat Yang Maha Dekat, bahkan lebih dekat dari urat leher. Maka sudahilah keluh kesahmu bahwa kau hanya sendirian menghadapi semua ini. Kau punya Allah. Maka janganlah kau berputus asa dari rahmatnya.

قَالَ إِنَّمَآ أَشْكُوا۟ بَثِّى وَحُزْنِىٓ إِلَى ٱللَّهِ
“Dia (Yakub) berkata, "Hanya kepada Alloh aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku…” (Q.S. Yusuf [12]: 86)

#Wisma Pakdhe