Sudah lama sekali saya tidak menulis
di blog, padahal kemarin ada cukup banyak waktu luang yang seharusnya bisa
dimanfaatkan dengan lebih maksimal. Tapi karena terbuai dengan luangnya waktu,
saya lebih banyak mengerjakan hal yang sia-sia.
Baiklah, saat ini saya ingin
menuliskan pengalaman saya mengurus visa pelajar di Kedutaan Besar Arab Saudi
(KBAS). Sebenarnya sudah lama sekali saya ingin menuliskan hal ini, tapi karena
satu dan lain hal saya belum juga sempat menuliskannya. Sekarang sudah dua
bulan lebih berlalu, semoga saya masih bisa mengingatnya dengan baik.
Oke, hal yang pertama harus
kalian pastikan sebelum mengurus visa pelajar di KBAS adalah bahwa kalian benar-benar
sudah memiliki LoA (Letter of Acceptance atau dalam Bahasa Arab disebut Isy’ar
Qobul) dari kampus yang kalian tuju, yang isinya menyatakan bahwa kalian
diterima di kampus tersebut. Surat itu sangat penting karena selain berisi
pernyataan bahwa kita diterima di salah satu kampus Saudi, surat itu juga
berisi no calling visa kita. Dengan nomor calling visa itulah visa kita baru
bisa diproses. Ini saya berikan contoh LoA yang saya dapat dari King Saud
University (KSU).
Oya, selain membutuhkan nomor
calling visa, beberapa enjaz (nanti saya jelaskan apa itu enjaz) juga
membutuhkan nomor sponsorship (roqm sijil shohibul amal) dari pihak yang
mengeluarkan nomor calling visa kita. Nomor sponsorship untuk KSU adalah
7000873302. Sebenarnya ketika kalian
bilang ke petugas enjaz bahwa kalian akan mengurus visa pelajar, para petugas
enjaz biasanya sudah tahu berapa nomor sponsorship untuk masing- masing kampus,
tapi ada beberapa kantor enjaz yang “agak terbelakang” sehingga mereka harus
diberi tahu nomornya. Oya, nomor ini tidak tercantum dalam LoA kita, jadi untuk
mengetahuinya kalian harus mencari tau sendiri. Beruntung kemarin ada alumni
KSU yang memberi tau nomor itu kepada saya.
Setelah memastikan itu semua,
kalian bisa pergi ke KBAS untuk mengurus visa. Perlu diketahui bahwa kantor KBAS
bukan di Jln. MT Haryono seperti yang ada di website. Kedutaan Besar
Arab Saudi sudah pindah ke Jln Rasuna Said sejak beberapa bulan yang lalu,
tepatnya dekat Wisma Bakri 2. Saya sendiri sudah terlanjur ke MT Haryono
saat pertama kali datang dan baru tau kalau KBAS sudah pindah setelah diberi
tau pegawai disana.
Untuk mengurus visa di KBAS, sangat
disayangkan bahwa kita tidak bisa mengurus visa pelajar kita secara mandiri.
Pengalaman kemarin ketika saya mau masuk ke KBAS, saya distop oleh security.
Ketika saya bilang saya mau mengurus visa pelajar, security mengatakan bahwa
pengurusan visa di KBAS hanya untuk visa diplomasi, sedangkan visa lainnya,
baik visa pekerja, pelajar, umroh, haji maupun ziarah, harus diurus melalui
perantara yang disebut enjaz. Kata security, peraturan ini sudah berlaku sejak
tahun 2010. Security kemudian menunjuk kantor enjaz yang berada di gedung
sebelah KBAS.
Hmm..saya tidak tahu apa artinya
enjaz, tapi menurut saya enjaz hanyalah semacam calo yang “diformalkan”. Karena
statusnya sebagai “calo”, maka dengan berat hati saya mengatakan bahwa berurusan
dengan enjaz berarti berurusan juga dengan duit. Ketika saya datang ke kantor
enjaz, mereka langsung menanyakan LoA saya. Setelah dicek, mereka kemudian
menanyakan kelengkapan dokumennya. Saat itu saya agak kaget dengan banyaknya
dokumen yang harus dilengkapi, berbeda dengan petunjuk dari LoA yang saya
dapatkan. Dokumen-dokumen yang diminta oleh enjaz untuk mengurus visa
diantaranya adalah:
- Hasil Medical Check-up dari
Kantor GAMCA
- Ijazah dan Transkrip yang
telah diterjemahkan dan dilegalisir oleh DIKTI, Kemkumham, dan Kemenlu
- Surat Rekomendasi dari
Kantor Depag Kota tempat tinggal
- SKCK dari Mabes Polri
- Ijazah dan Transkrip yang
telah dilegalisir oleh KBAS
Well, kelihatannya dokumen yang
perlu dilengkapi memang “cuma segitu saja”, tapi percayalah untuk mendapatkan
semua kelengakapan itu tidaklah mudah. Ada banyak darah yang harus
ditumpahkan. Berikut akan saya jelaskan semua proses tersebut satu persatu.
1.
Medical Check-Up (MCU)
Ini sudah menjadi persyaratan kuno,
bahwa untuk pergi ke Saudi (dan umumnya negara Timur Tengah), kita harus
periksa kesehatan (padahal waktu ke Belanda yang notabene negara yang lebih
maju, saya tidak perlu periksa kesehatan). Tempat untuk periksa kesehatan juga
tidak bisa sembarangan karena sudah ditentukan. Pihak yang menentukan tempat pelaksaan
MCU adalah GAMCA. Saya tidak tau apa itu GAMCA, tapi dari Google saya
mengetahui bahwa GAMCA adalah semacam lembaga yang mengurusi MCU untuk negara tujuan
Timur Tengah/Teluk. Saya sendiri lebih senang menyebut GAMCA dengan sebutan Calo
Jilid 2.
Sebenarnya, daftar rumah sakit (atau
lebih tepatnya klinik) sudah tertera di website Kemenlu Saudi, tapi
permasalahannya adalah kita tidak bisa mendatangi langsung klinik tersebut.
Untuk MCU di klinik-klinik tersebut, harus melalui rekomendasi dari GAMCA.
Kalau tidak ada rekomendasi dari GAMCA, sudah pasti kita ditolak. Itulah
mengapa saya menyebut GAMCA sebagai Calo Jilid 2.
Kantor GAMCA sendiri terletak di Jln
Dewi Sartika, Kalibata, tepatnya di Gedung Binawan. Untuk mendaftar MCU di
GAMCA, kita harus menyiapkan foto, LoA dan paspor dengan nama yang terdiri dari
3 suku kata. Saya agak kaget ketika petugas GAMCA bilang bahwa nama di paspor
harus tiga suku kata karena nama saya hanya dua suku kata. Petugas GAMCA bilang
bahwa untuk negara tujuan Timur Tengah, nama yang tertera memang harus tiga
suku kata. Dia kemudian menyuruh saya untuk meminta endorsement dari
Kantor Imigrasi (tempat membuat paspor) untuk ditambahkan namanya. Untungnya
penambahan nama itu bisa dilakukan setelah MCU.
Informasi tambahan untuk penambahan
nama: ini bisa dilakukan di Kantor Imigrasi manapun, tidak perlu di kantor
Imigrasi tempat kita membuat paspor. Biayanya konon 75 ribu. Saya katakan konon
karena saya sendiri tidak tau berapa harga pastinya sebab ketika mengurus
penambahan nama, pegawai imigrasi bilang bahwa masa berlaku paspor saya sudah hampir
habis, jadi sebaiknya sekalian diganti paspor baru (padahal masih ada 8 bulan).
Untuk perpanjangan paspor dikenakan biaya kurang lebih 300 ribu.
Setelah GAMCA menunjuk klinik tempat
kita MCU, kita bisa langsung menuju kesana dengan membawa surat dari mereka.
Kemarin GAMCA menunjuk Klinik Rayhan yang berlokasi di daerah Kalibata sebagai
tempat MCU saya. Alhamdulillah kliniknya tidak terlalu jauh dari kantor GAMCA.
Klinik ini sangat kecil, makanya di awal saya mengatakan bahwa tempat MCU ini
lebih tepat disebut klinik, bukan Rumah Sakit.
Saya agak trenyuh juga ketika masuk
ke klinik ini karena di dalamnya terdapat pemandangan ibu-ibu yang lugu-lugu
dan kelihatan bingung di ruang tunggu. Dan saya pun harus mengelus dada karena ibu-ibu
ini adalah para calon TKI yang sebagian besar bekerja sebagai PRT. Indonesia
mengimpor PRT. Negara saya menjadi pengimpor pekerja tidak terampil. Ah,
kasihan melihat mereka.
Saya langsung ke bagian registrasi
untuk mendaftar. Jangan lupa untuk menyediakan foto dan surat pengantar dari
GAMCA untuk mendaftar. Saya cukup kaget mendengar biaya yang harus dibayar
untuk MCU. Biayanya sebesar Rp 1 juta. Saya sudah bilang ke petugas bahwa visa
yang ingin saya ajukan adalah visa pelajar, bukan pekerja, dengan harapan bisa
mendapat biaya yang lebih ringan, tapi petugas bilang harganya sama saja untuk
semua jenis visa.
Untung saat itu saya membawa uang
yang cukup sehingga bisa langsung membayar biayanya. Setelah membayar, saya
langsung melakukan proses MCU. MCU yang dilakukan sangat sederhana, yaitu hanya
mengukur tensi, pengambilan sampel darah, foto X-Ray bagian dada dan periksa
dokter. Dengan pemeriksaan yang sederhana ini, wajar jika saya sewot dengan
harga yang dipatok. Kalau bukan karena “bagi-bagi kue”, saya yakin biayanya
tidak akan semahal itu.
Satu hal yang patut menjadi perhatian
bahwa petugas yang mengurusi foto X-Ray di klinik saya kemarin semuanya
laki-laki. Bagi saya itu tidak masalah karena saya sendiri laki-laki, tapi jika
anda perempuan, maka hal itu anda harus pertimbangkan baik-baik. Hal lain yang
juga harus menjadi perhatian adalah bahwa dokter yang memeriksa kesehatan
adalah perempuan. Sebenarnya tidak masalah jika pemeriksaan kesehatannya “normal-normal
saja”, tapi pengalaman saya kemarin, saya dimiinta melepaskan semua pakaian saya
kecuali celana dalam. Dan itu dilakukan di hadapan dokter perempuan yang judes
dan sangat tidak bersahabat. Sangat semena-mena sekali dia memperlakukan
pasien, mungkin dia mengira saya adalah TKI karena ketika saya bilang bahwa
saya mengurus visa pelajar, dia kemudian “melunak”. Yah, sebenarnya mau TKI
ataupun bukan TKI, akhlakul karimah harus tetap dipraktekan, tidak pandang
bulu.
Well, setelah semua proses telah
dilalui, besoknya saya bisa mengambil hasilnya. Karena hari itu saya harus
kembali ke Jogja, maka pengambilan hasil MCU saya serahkan ke adik saya.
Alhamdulillah mereka membolehkan. Esoknya adik saya mengambil hasil MCU dan
alhamdulillah hasilnya bagus, saya FIT. Oleh petugas MCU, adik saya diminta
membawa hasil itu ke enjaz. Saya katakan bahwa proses ini sangat tidak efektif
karena adik saya diminta bolak-balik . Jadi, setelah adik saya mendapatkan
hasil MCU, dia diminta ke enjaz. Di kantor enjaz, dia kemudian diminta membayar
uang sebesar Rp 1 juta sebagai biaya pengurusan visa. Setelah bayar, adik saya
diminta kembali lagi ke klinik untuk menyerahkan bukti pembayaran dan meminta
petugas klinik untuk menginput data hasil MCU secara online. Setelah itu,
kemudian dia balik lagi ke enjaz untuk mengurus dokumen selanjutnya.
Benar-benar tidak efektif. Mereka pikir jalanan Jakarta adem ayem kayak di
Kaliurang? Lancar jaya tanpa macet seperti di udara? Jadi sewot saya.
Hmm..karena terlalu panjang, saya
akan lanjutkan proses pengurusan visa berikutnya di tulisan yang akan datang,
Insya Allah.
# King Salman Central Library, King Saud University
Berikut adalah sambungan tulisan ini:
Mengurus Visa Pelajar di Kedubes Arab Saudi Part #2
Mengurus Visa Pelajar di Kedubes Arab Saudi Part #3
Mengurus Visa Pelajar di Kedubes Arab Saudi Part #4