September 28, 2014

Postulat Untuk Diingat #6: Antara Ujian dengan Teguran


Beberapa pekan yang lalu saya berdiskusi dengan Mas Firman, seorang kawan dari Bandung yang sangat hobi berkontemplasi. Materi diskusi adalah seputar permasalahan yang sedang saya alami. Saya bingung mengklasifikasikan masalah tersebut, apakah itu termasuk teguran dari Allah atau ujian?

Baik, agar lebih mudah akan saya berikan contoh sebagai ilustrasi. Misalnya saya berencana ingin melamar kerja menjadi dosen. Begitu lamaran diterima, ternyata ada beberapa kendala yang saya hadapi, mulai dari jadwal mengajar yang ternyata berubah dari jadwal yang sebelumnya disepakati, kesepakatan gaji yang berubah, dan kendala lainnya. Saya bingung, apakah ini teguran dari Allah agar saya sebaiknya membatalkan pekerjaan tersebut karena kemungkinan akan ada suatu hal yang berbahaya. Atau ini hanya ujian dari Allah guna membuktikan keseriusan saya untuk melanjutkan prosesnya?
Ilustrasi ujian (sumber : pixabay.com)

Mas Firman kemudian bertanya kepada saya, apa bedanya ujian dengan teguran? Saya jawab tidak tahu. Beliau kemudian menjelasakan bahwa sesuatu dikatakan teguran jika awal mula sesuatu tersebut dilaksanakan dengan cara yang tidak baik. Sebaliknya, sesuatu akan dikategorikan ujian jika awal mulanya dilaksanakan dengan cara yang baik.

Jadi, dalam kasus di atas, masalah yang saya hadapi selama proses menuju menjadi dosen itu dikatakan sebagai teguran jika saya mengawalinya dengan menyuap, curang/menyontek selama tes, meniatkan untuk hal yang tidak baik, dan sebagainya. Tapi jika semua cara dan niat kotor tersebut tidak dilakukan, maka hal itu sangat mungkin hanyalah ujian dari Allah.

Untuk apa Allah menguji? Mas Firman menambahkan, Allah menguji untuk meningkatkan kompetensi yang sampai saat ini kurang pada diri kita. Dalam kasus di atas, kita dihadapkan pada masalah berupa jadwal mengajar yang berubah dari kesepakatan awal, maka itu adalah ujian untuk meningkatkan kompetensi negosiasi kita karena selama ini kita memiliki kelemahan dalam hal tersebut. Begitu menurut perspektif Mas Firman.

Maka menjadi penting bagi kita untuk pandai-pandai dalam memilah dan memilih, mana masalah yang berupa teguran dan mana yang ujian agar kita tidak terombang-ambing dalam kebimbangan sehingga salah dalam mengambil keputusan.

“Wahai Dzat Yang Maha Baik, tunjukkan kepada kami jalan-Mu yang lurus menuju Jannah-Mu. Jikalau harus berguru, tunjukkan kepada kami kepada siapa kami harus berguru. Jikalau harus membaca buku, tunjukkan kepada kami buku yang mana yang harus kami baca. Jikalau harus berkawan, tunjukkan kepada kami kepada siapa kami harus berkawan. Agar kami tidak tersesat, Ya Rahman”


#Wisma Pakdhe

September 7, 2014

Kajian Jelajah Hati 07 Januari 2010


Kajian Jelajah Hati
Tempat : Pesantren Mahasiswi Daarush Sholihat
Pemateri: Ustadz Syatori Abdurrouf
Hari/Tanggal: Kamis, 07 Januari 2010
Tema: Sakaratul Maut (Tafsir Surat Al-Fajr)

Hidup adalah pilihan. Amal-amal kita selama hidup di alam fana, adalah pilihan untuk hidup kita di alam baqa. Surat Al-Fajr menghadirkan dua pilihan untuk kita. Pertama, “Aduh, kalau saja aku mengerjakan (kebaikan untuk hidupku ini” (al-Fajr: 24). Kedua, “Wahai jiwa-jiwa yang tenang..” (al-Fajr: 27-30).

Dari situ, kita harus mulai memahami apa itu makna “penting”. Sesuatu dikatakan penting manakala memberikan manfaat untuk hidup kita sesudah mati. Dengan demikian, menonton sepak bola, sinetron, main game, dan sebagainya tidak bisa diklasifikasikan sebagai hal yang “penting”.
Ilustrasi ketaatan (sumber : saidnursi.de)

Hidup ini cuma sekejap, tapi beresiko. Karena itu, hiduplah untuk kematianmu dan matilah untuk kehidupanmu agar saat Dia Yang Maha Hidup mematikanmu, membuatmu merasakan hidup yang sesungguhnya.

Hidup ini cuma sekali sehingga tidak mungkin jika kita mengelolanya dengan manajemen untung-untungan. Kematian tidak hanya merenggut mereka yang sudah renta, tetapi juga mereka yang masih muda. Kematian itu diawali dengan sakaratul maut. Berikut adalah anatomi sakaratul maut:
1.       Akal dan ingatan tidak bisa bekerja. Yang bekerja adalah alam bawah sadar kita.

2.       Setan akan berdatangan menggoda dengan sekeras-keras godaan. Misalnya, setan akan datang dalam rupa orangtua kita, lalu membisikkan kata-kata manis sehingga seseorang tidak mengingat Allah Swt.

3.       Rasa sakit yang amat sangat, seolah-olah ditusuk-tusuk oleh 300 pedang. Dalam riwayat lain, tubuh ini seperti dililit oleh kawat-kawat berduri. Kawat ini menusuk hingga daging, lalu kawat itu ditarik dari atas kepala.

Kajian Anatomi Pertama
Alam bawah sadar kita akan bekerja sesuai dengan apa yang paling kita senangi selama hidup ini. Seperti halnya mimpi, apa yang kita impikan adalah kesenangan saat kita terjaga. Barangsiapa yang selama hidupnya senang berwudhlu, maka saat sakaratul maut nanti Allah sibukkan dia dengan kesucian. Kata-katanya akan dijaga oleh Allah hanya untuk mengucapkan kebaikan.

Siapapun yang sepanjang hidupnya cinta membaca Al-Qur’an, maka di kala sakaratul maut nanti Allah sibukkan lisan dia membaca Al-Qur’an.  Barangsiapa yang selama hidupnya selalu membasahi lidahnya dengan Dzikrullah, maka saat sakaratul maut nanti Allah pun akan basahkan lidahnya dengan Dzikrullah.

Barangsiapa yang selama hidupnya selalu lapang dada, maka Allah lapangkan dada dia di kala sakaratul maut nanti. Ketika dia menyadari malaikat maut datang, dia akan tenang-tenang saja. Barangsiapa yang sepanjang hayatnya selalu takut kepada Allah, maka Allah lepaskan dia dari segala rasa takut di kala sakaratul maut. Barangsiapa yang selama hidupnya selalu memendam rindu kepada Allah, maka Allah akan jadikan saat-saat sakaratul maut sebagai saat-saat paling indah dalam hidupnya.

Begitu pula, barangsiapa yang selama hidupnya menyibukkan diri dengan kesenangan dunia, maka di kala sakaratul maut nanti, dia merasakan pedihnya berpisah dengan dunia yang disenanginya. Siapa yang hidupnya dibuai oleh kelalaian, maka Allah akan lalaikan dia dari mengingat Allah di kala sakaratul maut nanti. Allah tidak ridho nama-Nya disebut saat sakaratul maut.

#Wisma Pakdhe