November 30, 2014

Kisah Klasik Pengondisian


Tulisan saya yang pernah dimuat di Kompas, 21 Mei 2010 tentang kasus penangkapan Susno Duaji.
 
Suara nyanyian Susno mungkin begitu paraunya, sehingga membuat telinga Polri kesakitan mendengarnya. Ruang khusus pun mereka siapkan untuk Susno, agar suara nyanyiannya tidak terdengar lagi sampai ke luar atau bahkan membuatnya tidak bernyanyi sama sekali. Ruang itu bernama penjara.
Dalam ilmu Psikologi, dikenal istilah classical conditioning (pengkondisian klasik), yaitu sebuah upaya pembentukan perilaku melalui stimulus yang terkondisikan. Contoh sederhananya, orang yang semula tidak takut berjalan melewati kuburan pada malam hari, setelah diperlihatkan film-film horor tentang hantu kuburan, maka ia menjadi takut. Upaya pembentukan perilaku dengan cara pengkondisian seperti ini terbukti cukup ampuh dalam beberapa kasus. Bisa jadi, Polri pun, (entah disengaja atau tidak), telah melakukan pengkondisian klasik atas penahanan Susno baru-baru ini.
Susno Duadji (sumber : tribunnews.com)
 Tindakan Polri yang menggelandang Susno saat ia sedang berkobar-kobarnya membongkar praktik kejahatan di tubuh Polri, menyiratkan pesan bahwa orang yang “macam-macam” dengan institusi penegak hukum tersebut akan celaka, dalam kasus ini dipenjara. Sehingga, masyarakat (terutama rakyat kecil) yang sebelumnya minder, semakin dibuat ketakutan berurusan dengan mereka.
Dalam konteks yang lebih luas, penangkapan ini juga menyebabkan masyarakat ketakutan membongkar praktik kejahatan di institusi-institusi lainnya, karena ancaman pemenjaraan tersebut.  Alhasil, kita semakin skeptis dengan upaya penegakan hukum di negeri ini. Bagaimana hukum mau ditegakkan, sedangkan orang yang menyuarakan kebenaran saja dipenjarakan?
Sikap lain yang juga muncul akibat “penangakaran” ini adalah perasaan tertipu atas jargon Polri yang berbunyi “melindungi dan melayani masyarakat”. Jangankan melindungi dan melayani masyarakat, stafnya sendiri pun belum mampu dilindungi dan dilayani. Atau mungkin penangkapan ini merupakan salah satu bentuk perlindungan Polri atas ancaman pembunuhan Susno Duadji? Mungkin Polri takut “staf terbaiknya” itu benar-benar dibunuh jika dibiarkan berkeliaran di luar, sehingga mereka perlu “mengamankannya”.
Memang, penangkapan Susno yang dituduh menerima suap Rp 500 juta dalam kasus penangkaran ikan arwana PT Salmah Arawana Lestari bisa dibenarkan (selama tuduhan-tuduhan tersebut dapat dibuktikan). Tetapi, apakah juga dapat dibenarkan jika penangkapan ini pada akhirnya menutup kotak pandora yang telah terbuka? Menurut hemat penulis, memberikan kesempatan kepada Susno untuk bernyanyi lebih lama adalah lebih bijak daripada terburu-buru menangkapnya. Dengan begitu, sangat mungkin Polri akan mendapatkan tangkapan yang lebih banyak dan lebih besar. Tapi apa boleh buat, telinga Polri sudah kadung dibuat merah olehnya dan pengkondisian terlanjur terlaksana.
Meski begitu, seberapapun efektifnya pembentukan perilaku melalui pengkondisian ini, tetap akan ada fase dimana masyarakat akan kebal terhadap berbagai ancaman, baik itu pemenjaraan, pembunuhan, pengucilan, maupun ancaman lainnya, sehingga tidak akan menghalangi mereka untuk menyuarakan kebenaran di depan publik. Fase itu disebut extinction. Tidak bisa diperkirakan kapan waktu terjadinya fase ini, tetapi kemunculannya merupakan keniscayaan. Kita tunggu saja.