August 26, 2014

Kelas Eksekutif? Biasa Aja...


“Kelas eksekutif hanya untuk mereka yang bermental eksekutif. Walaupun penghasilan anda belum setara eksekutif, tapi setidaknya ubahlah mental anda untuk menjadi eksekutif dengan memesan tiket kelas eksekutif” (Anonim)

Saat mudik Lebaran kemarin, saya dapat tiket promo kereta api eksekutif. Potongan harganya benar-benar miring, tapi tentu tidak semiring pemikiran Ulil Abshor yang mengatakan bahwa semua agama sama. Harga tiket eksekutif yang normalnya berkisar 300 ribu lebih, saya dapatkan hanya dengan harga 99 ribu rupiah saja. *tawa pendekar*

Tiket kereta yang saya pesan saat itu adalah Argo Wilis jurusan Bandung. Lah kok ke Bandung? Yup, karena saya ada misi pribadi di Bandung selama beberapa hari. Sebenarnya ada kereta yang langsung ke Jakarta (Gambir), tapi karena misi ini sudah lama saya rencanakan, maka saya rela untuk tidak mengambil tiket Taksaka dan kawan-kawannya tersebut (kereta eksekutif, red), hehe.
Ilustrasi interior kereta api eksekutif (sumber : wikimedia.org)

Well, di sini saya akan berbagi pengalaman naik kereta eksekutif tersebut. Bukan bermaksud norak, tapi hanya sekedar membandingkan perbedaan antara ketiga kelas kereta yang ada dan pernah saya tumpangi, yaitu kelas ekonomi, bisnis, dan eksekutif. Mudah-mudahan bisa menjadi referensi bagi kita untuk memilih kereta yang sesuai.

Oke, mari kita mulai mengingat-ingat (saya agak lupa, hehe). Pertama, orang banyak mengatakan bahwa kereta eksekutif lebih nyaman daripada kereta bisnis, apalagi ekonomi. Untuk yang satu ini saya tidak bisa mengelak karena anggapan tersebut memang benar adanya. Mulai dari kursi, di kereta ini kursi di-desain seperti kursi bis (privat), satu arah (maksudnya tidak berhadap-hadapan seperti kursi di kelas lain), jarak antar kursi yang lumayan luas (nyaman untuk selonjoran *apa bahasa baku selonjoran?*), dan disediakan pijakan kaki yang bisa diatur ketinggiannya. Selain itu, ada juga petugas (on train cleaner?) yang intens membersihkan gerbong selama perjalanan (mengambil sampah, menyapu, dll) sehingga semakin menambah kenyamanan kereta ini. Well, di kelas lain juga sebenarnya ada petugas yang serupa, tapi di kelas eksekutif intensitas kedatangan petugasnya lebih tinggi sehingga kereta lebih sering dibersihkan.

Hmm…sebenarnya agak janggal juga sih, kereta eksekutif kan biasanya diisi oleh orang kelas atas dengan jumlah penumpang yang cenderung lebih sedikit, tapi mengapa justaru lebih sering dibersihkan daripada kereta ekonomi? Secara logika, semestinya (dan memang faktanya) kereta ekonomi yang harus lebih sering dibersihkan karena penumpangnya lebih banyak sehingga lebih cepat kotor.

Kedua, waktu tempuh yang lebih singkat karena kereta ini didahulukan daripada kereta lain. Saya kemarin sempat mencatat kereta yang saya tumpangi berhenti sebanyak lima kali di Purworejo, Kroya, Banjar, Tasikmalaya, dan Cipeundeuy. Durasi pemberhentian di masing-masing titik berkisar antara 15-20 menit. Artinya, ada waktu tunggu sekitar 75-100 menit selama perjalanan. Selain itu, kereta juga telat sekitar 30 menit dari jadwal. Seharusnya kereta tiba di Stasiun Bandung pukul 18.44, tapi ternyata baru sampai pukul 19.15. Dengan begitu, waktu tempuh bukan menjadi sesuatu yang spesial dari kereta eksekutif karena nyatanya tidak jauh berbeda dengan kereta bisnis dan ekonomi.

Saya juga banyak mendengar anggapan bahwa kereta eksekutif lebih halus (smooth) dan tidak berisik. Kenyataan yang saya dapati adalah kereta ini tidak jauh berbeda dengan kereta kelas lain karena suara gesekan antara rel dengan roda kereta masih sangat terasa dan terdengar kasar di telinga. Agak absurd juga kalau orang bilang tidak terdengar suara gesekan, emangnya kereta Sinkansen? Selama rel dan roda bergesekan, pasti ada suara gesek yang ditimbulkan.

Fasilitas lain yang cukup membedakan kereta ini dengan kereta lain adalah adanya TV yang menayangkan film-film populer. Kalau posisi kursi anda bagus, mungkin perasaan bosan akan sedikit teratasi dengan menonton film tersebut. Tapi kalau posisi kursi anda miring (tidak searah TV) dan agak jauh dari TV, ya percuma saja karena layar TV nya kecil dan terletak di dinding gerbong terdepan dan terbelakang dengan volume (suara) yang juga kecil.

Berdasarkan pengalaman tersebut, saya menyimpulkan bahwa kereta eksekutif hanya unggul dalam hal kenyamanan. Menurut saya, kereta tersebut terasa lebih nyaman karena jumlah penumpangnya yang lebih sedikit. Kalau masing-masing penumpang ekonomi membeli 6 tiket untuk diri sendiri (setara tiket eksekutif), mungkin akan lebih nyaman kereta ekonomi karena dengan begitu jumlah penumpang juga akan lebih sedikit dan bahkan anda bisa mendapatkan space yang lebih besar sehingga sangat nyaman untuk tidur, hehe.

Kelas Eksekutif? Biasa aja ah..

#WIsma Pakdhe