May 27, 2013

Wis Sudah #2 (End)

Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. (Ath-Thalaaq 2-3)

Kalau diingat-ingat, momen wisuda yang baru saja saya lalui rasanya cukup membuat saya tersenyum simpul. Bukan karena prestasi cum laude yang saya dapatkan *sekali lagi lw ngomong cum laude, gw jitak lw, Jar*, tapi karena sesuatu yang diluar kebiasaan. Yap, benar-benar di luar kebiasaan. Kalau biasanya wisudawan hanya diantar oleh orangtuanya saja, yah paling banter sama adik atau kakaknya juga lah, nah kalau saya diantar oleh orang satu bis. *benar-benar keluarga yang anti mainstream*
sumber: vectortoons.com

Well, sebenarnya hal itu pun terjadi dengan sangat mendadak. Awalnya, Bapak saya bilang bahwa hanya ada maksimal kira-kira 7 orang yang akan berangkat ke Jogja, mereka adalah adik (2 orang), bapak, 1 teman (Boim), Bu’de, Bu’le, dan supir, tapi ternyata isu wisuda ini berhembus dengan sangat liarnya.

Beberapa hari setelah Bapak mengatakan hal tersebut, saya ditelepon oleh Bu’le yang kemudian mengabari bahwa ada saudara-saudara Ibu (Paman-Bibi) yang juga ingin ikut sehingga jika ditotal jumlahnya mencapai 12 orang. Bu’le menanyakan kesediaan saya, apakah saya mengizinkan atau tidak.

Bagi saya pribadi sebenarnya tidak masalah jika mereka ingin ikut. Saya justru senang karena hal itu menunjukkan eratnya tali silaturahim di antara kami. Akan tetapi, saya khawatir jika keinginan untuk mendampingi saya wisuda justru malah menjadi beban yang memberatkan bagi mereka mengingat masing-masing dari mereka tentu punya kesibukan sendiri. Menanggapi kekhawatiran saya itu, Bu’le saya dengan tegas mengatakan bahwa mereka tidak akan merasa terbebani. “Yowis, silahkan saja”, saya mengizinkan.

Berhubung mobilnya cuma satu, akhirnya diputuskanlah rencana untuk menyewa mobil Elf (kapasitas 12=14 orang). Ingat, ini baru rencana karena tidak lama setelah itu keputusan ternyata berubah lagi. Selang beberapa hari setelah telepon Bu’le saya, saya ditelepon lagi oleh Pak’de (dari Ibu). Beliau mengabari bahwa ternyata masih ada lagi kerabat Ibu yang ingin ikut sehingga jika ditotal, jumlahnya kini mencapai 18 orang.

Pak’de menanyakan kepada saya, apakah saya keberatan dengan jumlah orang yang segitu banyak. Secara spontan saya menjawab tidak keberatan. Bahkan saya benar-benar senang dengan respon keluarga besar yang seperti itu. Mereka sangat perhatian kepada keluarganya.

Mendengar respon saya, mereka kemudian berembug lagi sampai akhirnya diputuskanlah untuk menyewa bis ukuran tanggung (kapasitas 25 orang). What a number, bro!!!

Saya baru sadar bahwa perkara ini bukan perkara ringan ketika Pak’de datang ke rumah (pada saat itu saya sedang pulang kampung) dan mengatakan bahwa beliau membayar uang muka untuk bis. Ya, ini bukan perkara ringan karena saya harus memikirkan akomodasi (penginapan) untuk 20 orang dengan harga yang sangat miring hampir jatuh.

Tadinya, ketika jumlah rombongan “baru” mencapai 12 orang, saya sudah mengontak Nadia (teman kampus) untuk meminjam rumahnya selama semalam. Saya pun sudah menjelaskan keadaan saya kepada Nadia. Alhamdulillah dia mengizinkan. Akan tetapi, jika kerabat yang ikut mencapai 20 orang atau lebih (dan saya haqqul yakin akan lebih dari 20 orang jika naik bis), maka saya tentu tidak enak kepada Nadia. Pertama, tidak enak karena kapasitas rumahnya pun terbatas. Kedua, karena lingkungan rumahnya yang kurang mendukung untuk dimasuki bis. Dan ketiga, karena lingkungan rumahnya yang berada di perumahan, yang cenderung privat.

Well, saya akhirnya kebakaran jenggot sampai H-1 kedatangan rombongan. Saya minta bantuan Mas Wiwit (anak dari Ibu Kost saya yang lama) untuk mencarikan rumah yang sekiranya bisa dipakai untuk semalaman saja. Sayangnya, sampai H-1 Mas Wiwit tidak mendapatkan rumah yang saya cari. Saya pun tidak menemukan rumah yang sesuai untuk dijadikan tempat menginap. Akhirnya, dengan berat hati, saya minta kesediaan Mas Wiwit dan Ibu Siti (Ibu Kost saya) untuk direpotkan selama semalam saja. Saya minta izin untuk memakai rumah mereka sebagai tempat singgah rombongan dari Jakarta. Alhamdulillah, mereka mengizinkan.

Rombongan berangkat dari Jakarta jam 8 kurang dan baru tiba di Jogja jam 12 malam. *aje gile lamanye*. Saya tidak bisa berlama-lama menemani mereka karena esoknya harus wisuda. Maka dari itu, jam 1 dini hari saya pamit pulang ke kost. Sebelum pulang, saya menanyakan kepada mereka, apa saja rencana esok hari. Pakde mengatakan bahwa rencana mereka adalah, ketika saya wisuda, mereka akan jalan-jalan ke Parangtritis. Yang mau ke wisuda, dipersilahkan, dan yang mau ke Parantritis juga dipersilahkan. Kemudian nanti bertemu lagi di penginapan ketika saya telah selesai wisuda. *jadi gw gak diajak jalan-jalan nih? wkwkwkwk…*

Usut punya usut, ternyata keesokan paginya mereka batal ke Parangtritis. Hampir semua dari mereka justru pergi ke wisuda sehingga pada hari itu mereka tidak jalan ke mana-mana. Saya sendiri tidak tau kalau ternyata mereka pergi ke wisuda karena tidak ada yang mengabari saya. Mereka baru mengabari ketika saya sudah berada di fakultas untuk mengikuti acara pelepasan wisudawan di kampus.

Rombongan keluarga saya tidak berlama-lama di Jogja. Hari itu juga, Selasa 21 Mei 2013 mereka pulang ke Jakarta. Sebelum pulang mereka memberikan selamat kepada saya untuk yang terakhir kalinya. Hampir semua yang memberikan selamat, menitipkan “lembaran harum” di tangan saya. Saya merasa sangat tidak enak. Saya berusaha menolaknya karena saya sadar bahwa mereka pun pasti sudah banyak berkorban untuk hadir ke Jogja. Tapi sekuat tenaga saya menolak, sekuat tenaga pula mereka memaksa saya untuk menerimanya. Akhirnya, saya terima juga pemberian mereka.

Sontak dada saya bergemuruh ketika mengetahui jumlah “lembaran harum” tersebut yang ternyata sama dengan jumlah biaya pendaftaran untuk seleksi S2. Allahu Akbar…!!!

Selama ini saya bermuram durja memikirkan biaya tersebut. Allah dengan kasih sayang-Nya memberikan solusi tanpa terpikirkan sama sekali oleh saya. Benar-benar rejeki yang datang dari arah yang tidak disangka-sangka. Allahu Akbar…!!!

Inilah salah satu hikmah menjaga silaturahim. Seandainya keluarga yang datang cuma 12 orang, belum tentu saya bisa mendaftar S2.
Dan saya pun tersenyum simpul. Lagi.


#Jogja di kala senja

May 26, 2013

Wis Sudah #1

Alhamdulillah, berkat pertolongan dari Allah, saya telah lulus dari program S-1 Psikologi dan telah diwisuda pada Selasa, 21/05/13 kemarin. Entah kenapa saya tidak merasakan ada sesuatu yang spesial atas wisuda tersebut. Walaupun saya mendapat selempang cum laude (ehem..), tapi perasaan saya saat akan, ketika, dan sudah diwisuda biasa-biasa saja, tidak terlalu bergembira.

Well, saya akui memang pada saat akan, ketika, dan sudah diwisuda otak saya banyak dipenuhi oleh sampah-sampah pikiran yang sebenarnya tidak perlu dipikirkan, tapi berhubung saya adalah tipe “pemikir”, jadilah sampah-sampah itu memenuhi otak saya yang memiliki kapasitas terbatas ini. Mengenai apa saja sampah-sampah itu, sepertinya tidak perlu saya sampaikan di sini. Lha, untuk apa saya memberi sampah?

Anyway, prosesi wisuda kemarin berlangsung dengan cukup khidmat. Pagi-pagi sekali (jam 6) kami (para wisudawan) sudah diminta kumpul di GSP. Acara wisuda sendiri baru efektif dimulai sekitar jam 8 pagi. Upacara wisuda dibuka oleh Rektor UGM, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc. Oya, sebelum wisuda dimulai, ada persembahan seni karawitan dari kelompok yang saya lupa namanya, tapi masih keluarga besar UGM juga. Sangat nge-Jawa sekali.
Ilustrasi Wisuda di UGM (sumber: zulfaalfaruqy.blogspot.com)

Kemudian, acara dilanjutkan dengan prosesi wisuda, yaitu pemberian ijazah kepada para wisudawan. Satu persatu wisudawan dipanggil. Saya mendapat giliran yang cukup lama karena wisudawan Psikologi dapat bagian tempat duduk yang agak di belakang. Setibanya giliran saya, saya agak gerogi juga, takut membuat kesalahan yang memalukan, misalnya keserimpet, terjatuh, dsb, mengingat baju toga yang saya kenakan ukurannya lumayan besar. Akan tetapi, alhamdulillah kekhawatiran itu tidak terjadi. Ijazah saya terima dari dekan Fakultas Psikologi, Ibu Supra Wimbarti. Ph.D., dengan mulus.

Setelah semua wisudawan mendapatkan ijazahnya, acara dilanjutkan dengan hiburan dari paduan suara mahasiswa (PSM) UGM. Mereka membawakan dua buah lagu, yaitu Yang Terbaik (Ada Band) dan satu lagi saya lupa. Lagu pertama adalah lagu persembahan untuk ayah, sedangkan lagu kedua merepresentasikan pengorbanan ibu. Beruntung, saya tidak tau sama sekali lagu kedua, sehingga saya tidak terlarut dalam emosi karena mengingat ibu saya.

Akan tetapi, sontak telinga saya berdiri manakala PSM mulai mengarahkan lagu kedua ke sebuah lagu yang saya tau betul liriknya, yaitu lagu dengan judul Bunda (Melly Goeslaw). Masya Allah, padahal saya berharap sekali agar lagu ini tidak dibawakan karena saya takut akan terjadi “hujan lokal”, tapi ternyata dibawakan juga.

Lirik demi lirik mereka nyanyikan, yang kemudian membuat mereka mendapatkan perhatian saya dengan sempurna. Lagu itu sangat berhasil menggiring air mata saya menuju muaranya. Sekuat tenaga saya berusaha menahan air yang sudah menggenang di depan mata ini agar tidak tumpah. Sekali saja saya berkedip, tentu mata saya sudah meleleh.

Sungguh saya terkenang pada Umi, beliau yang doanya selalu terlantun dan begitu ingin menyaksikan saya diwisuda, tapi takdir tidak memperkenankannya. Masya Allah…

Sekiranya dalam kelulusan dan pencapaian saya ini ada kebaikan yang mengiringi, semoga Umi juga mendapat bagian darinya.

#pojok Tawangsari