March 27, 2013

Rekayasa Sosial

Saya baru saja selesai membaca buku Rekayasa Sosial karangan Jalaludin Rakhmat. Buku ini sebenarnya sudah pernah saya baca sekitar 3 tahun yang lalu, tapi karena materinya menarik, saya jadi ingin membacanya lagi.
Sumber: shopee.co.id

FYI, agak susah mendapatkan buku ini karena sudah tidak diterbitkan lagi. Saya sudah cari di beberapa toko buku, bahkan di tempat loakan, tapi tidak ketemu juga barang sebiji. Fortunately, buku itu tersedia di Perpustakaan Fisipol UGM.

FYI lagi, menurut kawan yang dulu meminjamkan buku itu, si penulis (biasa dipanggil Kang Jalal) adalah seorang Syi’ah. Isi bukunya pun tidak sedikit membicarakan Iran. Meski tidak tidak secara gamblang mempropagandakan Syi’ah, tapi di beberapa tulisan cukup terlihat bagaimana penulis memiliki kesan spesial terhadap Syi’ah.

Saya sendiri mengagumi Kang Jalal dalam berargumen dan menyampaikan gagasannya dalam buku tersebut. Begitu lugas dan simpel. Logika yang dipakai pun sangat bagus. Salah satu contohnya adalah ketika dia menjelaskan tentang kesalahan berpikir yang sering terjadi, dia menulis seperti ini:

“Pernah seseorang mengatakan bahwa orang-orang Islam itu jorok. Buktinya, Indonesia yang mayoritas muslim, orang-orangnya jorok. Orang itu lalu menyimpulkan bahwa Muslim di mana pun jorok. Sebaliknya, orang-orang Nasrani itu bersih dan rapi. Buktinya, orang-orang Nasrani di negara Barat umumnya bersih dan rapi.

“Untuk menolak asumsi yang salah itu, kita dapat dengan mudah mengambil contoh yang sebaliknya, dan menggeneralisasikannya seperti Pak Profesor Doktor tadi. Mungkin dia akan terkejut. Umpamanya, ketika dia mengatakan orang Nasrani itu bersih, saya katakan saja bahwa orang Nasrani di Filipina itu jorok. Orang Nasrani di Brazil itu jorok. Orang Nasrani di Argentina itu jorok. Kesimpulannya: orang Nasrani jorok-jorok.

“Orang Islam di Inggris itu bersih. Orang Islam di Amerika itu bersih dan orang Islam di negara-negara Barat lain pada umumnya juga bersih-bersih. Dengan demikian, kesimpulannya orang Islam itu bersih dan orang Nasrani itu jorok.”

Jujur, pada saat membaca ini pertama kali tiga tahun lalu, saya menjadi sedikit “tercerahkan”. Dulu, logika berpikir saya sangat kaku, satu arah, tidak bisa berpikir bolak-balik. Sekarang sudah sedikit lebih maju. Setidaknya menurut saya, hehe. Dan semangat saya lebih meletup-meletup lagi ketika membaca bagian “Teori Revolusi” karena materi tersebut sangat saya gemari. Kalau kata anak muda zaman sekarang, “materinya, gue banget”.

Oke, saya sampaikan sedikit materinya di sini, khususnya bagian Teori Revolusi: Mazhab Psikologi.

Menurut mazhab Psikologi, revolusi terjadi karena tiga kondisi deprivasi: pertama, deprivasi aspirasional. Deprivasi jenis ini terjadi ketika kapabilitas pemerintah tidak mampu mengimbangi ekspektasi rakyat. Rakyat ingin sekolah gratis, tapi pemerintah tidak mampu mewujudkannya. Rakyat ingin makan tiga kali sehari, tapi ternyata mereka hanya bisa makan sekali tiga hari. Keadaan seperti ini akan membuat rakyat frustrasi. Bila frustrasi itu meluas, rakyat meledakkan kekecewaan mereka dalam berbagai kerusuhan. Terjadilah revolutions of rising expectations.

Kedua, deprivasi dekremental, deprivasi karena penurunan. Kondisi itu terjadi ketika value expectgtions tetap, tapi value capacities turun dengan drastis. Harapan dan ekspektasi rakyat sebenarnya tetap (stabil), tapi karena tiba-tiba terjadi krisis moneter, korupsi yang melumpuhkan ekonomi rakyat, pemerintah yang otoriter, dsb, kemampuan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan rakyat menjadi turun drastis. Revolusi yang terjadi karena hal ini disebut dengan revolutions of with-drawn benefits, revolusi karena kehilangan keuntungan.

Ketiga, deprivasi progresif. Misalnya, satu bangsa melakukan pembangunan nasiona. Selama periode tertentu, aspirasi naik sama cepatnya dengan kenaikan pemenuhan aspirasi itu. Aspirasi dan pencapaian berkembang bersama-sama. Pada satu titik, pencapaian dihambat atau bahkan diturunkan (karena bencana alam, perang, kehancuran ekonomi). Jarak antara value expectations dengan value capacities makin lama makin jauh. Terjadilah revolutions of frustrated progress.

Kesimpulannya, jika anda ingin menimbulkan revolusi, lakukanlah hal-hal berikut: (1) tingkatkan aspirasi rakyat sehingga tidak lagi dapat dicapai oleh mereka, (2) turunkan pencapaian rakyat, atau (3) kembangkan aspirasi dan pencapaian bersama, tetapi kemudian pada satu titik, turunkan pencapaian dan aspirasi kita naikkan.

Dulu saya pernah menjawab soal Ujian Akhir Semester (UAS) Isu-isu Psikologi Sosial dengan teori tersebut dan hasilnya sangat menggembirakan. Saya mendapat nilai A, hehe.

#menunggu jadwal verifikasi skripsi
#pojok kamar wisma Pakdhe

0 comments:

Post a Comment