Saya baru saja selesai membaca
buku Rekayasa Sosial karangan Jalaludin Rakhmat. Buku ini sebenarnya sudah
pernah saya baca sekitar 3 tahun yang lalu, tapi karena materinya menarik, saya
jadi ingin membacanya lagi.
FYI, agak susah mendapatkan buku
ini karena sudah tidak diterbitkan lagi. Saya sudah cari di beberapa toko buku,
bahkan di tempat loakan, tapi tidak ketemu juga barang sebiji. Fortunately, buku
itu tersedia di Perpustakaan Fisipol UGM.
FYI lagi, menurut kawan yang dulu
meminjamkan buku itu, si penulis (biasa dipanggil Kang Jalal) adalah seorang
Syi’ah. Isi bukunya pun tidak sedikit membicarakan Iran. Meski tidak tidak
secara gamblang mempropagandakan Syi’ah, tapi di beberapa tulisan cukup
terlihat bagaimana penulis memiliki kesan spesial terhadap Syi’ah.
Saya sendiri mengagumi Kang Jalal
dalam berargumen dan menyampaikan gagasannya dalam buku tersebut. Begitu lugas
dan simpel. Logika yang dipakai pun sangat bagus. Salah satu contohnya adalah
ketika dia menjelaskan tentang kesalahan berpikir yang sering terjadi, dia
menulis seperti ini:
“Pernah seseorang mengatakan
bahwa orang-orang Islam itu jorok. Buktinya, Indonesia yang mayoritas muslim,
orang-orangnya jorok. Orang itu lalu menyimpulkan bahwa Muslim di mana pun
jorok. Sebaliknya, orang-orang Nasrani itu bersih dan rapi. Buktinya,
orang-orang Nasrani di negara Barat umumnya bersih dan rapi.
“Untuk menolak asumsi yang salah
itu, kita dapat dengan mudah mengambil contoh yang sebaliknya, dan
menggeneralisasikannya seperti Pak Profesor Doktor tadi. Mungkin dia akan
terkejut. Umpamanya, ketika dia mengatakan orang Nasrani itu bersih, saya
katakan saja bahwa orang Nasrani di Filipina itu jorok. Orang Nasrani di Brazil
itu jorok. Orang Nasrani di Argentina itu jorok. Kesimpulannya: orang Nasrani
jorok-jorok.
“Orang Islam di Inggris itu
bersih. Orang Islam di Amerika itu bersih dan orang Islam di negara-negara
Barat lain pada umumnya juga bersih-bersih. Dengan demikian, kesimpulannya
orang Islam itu bersih dan orang Nasrani itu jorok.”
Jujur, pada saat membaca ini
pertama kali tiga tahun lalu, saya menjadi sedikit “tercerahkan”. Dulu, logika
berpikir saya sangat kaku, satu arah, tidak bisa berpikir bolak-balik. Sekarang
sudah sedikit lebih maju. Setidaknya menurut saya, hehe. Dan semangat saya
lebih meletup-meletup lagi ketika membaca bagian “Teori Revolusi” karena materi
tersebut sangat saya gemari. Kalau kata anak muda zaman sekarang, “materinya,
gue banget”.
Oke, saya sampaikan sedikit
materinya di sini, khususnya bagian Teori Revolusi: Mazhab Psikologi.
Menurut mazhab Psikologi,
revolusi terjadi karena tiga kondisi deprivasi: pertama, deprivasi
aspirasional. Deprivasi jenis ini terjadi ketika kapabilitas pemerintah tidak
mampu mengimbangi ekspektasi rakyat. Rakyat ingin sekolah gratis, tapi
pemerintah tidak mampu mewujudkannya. Rakyat ingin makan tiga kali sehari, tapi
ternyata mereka hanya bisa makan sekali tiga hari. Keadaan seperti ini akan
membuat rakyat frustrasi. Bila frustrasi itu meluas, rakyat meledakkan
kekecewaan mereka dalam berbagai kerusuhan. Terjadilah revolutions of rising
expectations.
Kedua, deprivasi dekremental,
deprivasi karena penurunan. Kondisi itu terjadi ketika value expectgtions tetap,
tapi value capacities turun dengan drastis. Harapan dan ekspektasi
rakyat sebenarnya tetap (stabil), tapi karena tiba-tiba terjadi krisis moneter,
korupsi yang melumpuhkan ekonomi rakyat, pemerintah yang otoriter, dsb,
kemampuan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan rakyat menjadi turun drastis.
Revolusi yang terjadi karena hal ini disebut dengan revolutions of
with-drawn benefits, revolusi karena kehilangan keuntungan.
Ketiga, deprivasi progresif.
Misalnya, satu bangsa melakukan pembangunan nasiona. Selama periode tertentu,
aspirasi naik sama cepatnya dengan kenaikan pemenuhan aspirasi itu. Aspirasi
dan pencapaian berkembang bersama-sama. Pada satu titik, pencapaian dihambat
atau bahkan diturunkan (karena bencana alam, perang, kehancuran ekonomi). Jarak
antara value expectations dengan value capacities makin lama
makin jauh. Terjadilah revolutions of frustrated progress.
Kesimpulannya, jika anda ingin
menimbulkan revolusi, lakukanlah hal-hal berikut: (1) tingkatkan aspirasi
rakyat sehingga tidak lagi dapat dicapai oleh mereka, (2) turunkan pencapaian
rakyat, atau (3) kembangkan aspirasi dan pencapaian bersama, tetapi kemudian
pada satu titik, turunkan pencapaian dan aspirasi kita naikkan.
Dulu saya pernah menjawab soal
Ujian Akhir Semester (UAS) Isu-isu Psikologi Sosial dengan teori tersebut dan
hasilnya sangat menggembirakan. Saya mendapat nilai A, hehe.
#menunggu jadwal verifikasi
skripsi
#pojok kamar wisma Pakdhe
0 comments:
Post a Comment